Pages - Menu

2015-04-05

[PDKT] Egg Tart vs Bubble Tea


“Uti… Uti,” pundakku digoyang-goyang. Aku menoleh pada sosok di sampingku dengan sedotan yang masih menancap di mulutku. “Kamu apa sih minum bubble tea kayak balita gini?” Aku pun menghentikan aktivitasku dan meletakkan minuman yang tinggal separuh itu di atas meja, di depanku.

“Kenapa, Sin?”

“Eh, eh, lihat di arah jam 12.”

“Jamku pake angka digital.”

“Haishhh, kampret! Tuh … Tuh … Lihat,” Tangan Sinna menunjuk sosok lelaki prenagen yang penampakannya tidak hanya six-pack tetapi malah one-pack. Ia berjalan sendiri menuju warung bubble tea, tempat mangkalku sore ini. Ia tidak dapat melihatku dengan jelas karena terhalang bebungaan yang tumbuh di balik kaca tembus pandang.

Aku jadi bingung harus bagaimana. Jantungku berdebar-debar. Dalam hati aku bertanya, kenapa ia tiba-tiba muncul di tempat dan saat seperti ini? Well, hari ini aku memang ultah. Biasanya, orang-orang yang sedang ultah itu menraktir teman-temannya makan. Perbaikan gizi, gitu. Tapi aku kan orang anti mainstream. Makanya ketika aku ultah, aku malah menodong jatah traktiran dari teman-teman. Salah satunya teman satu kosku, si Sinna ini.

“Uti, kamu kan tahu sendiri kalo kita ini anak kos yang makan nasi padang di awal bulan, makan mie instan di tengah bulan dan makan angin di akhir bulan. Hatiku juga lagi patah terbelah-belah gegara Oppa jadian sama Desol Bae. Tahu kan siapa Desol itu? Itu loh, salah satu personal FCK48. Hari ini kita ke warung bubble tea sebelah kosan aja, ya, ngadem otak.”

Aku hanya nyengir mendengar Sinna yang ndleming gegara otaknya kurang seons setelah jidatnya kebentur bibir bintang utama City Hunter, Lee Min Ho. Sosok satu ini memang tidak pernah ada normalnya. Gara-gara temenan sama dia, tidak perlu setengah tahun, kegilaannya sedikit menular padaku. Kalo keadaannya sudah gini, aku pengen ngucap hancikkk dengan lafal Suroboyoan yang fasih dan sesuai makhroj.

Ya siapa yang percaya dengan kisah anak kosan versi Sinna. Lah wong kami teman kerja dan kami juga sama-sama akan dimutasi ke anak perusahaan di Hong Kong.

“Uti… Uti,” kali ini giliran lenganku digoyang-goyang. “Ffff… Ffff …”

Sosok itu makin dekat.

*

Sudah seminggu ini aku nyari waktu yang tepat untuk mencari alasan biar bisa ngobrol sama Putri. Kesempatan itu muncul saat aku searching-searching dan sekrol-sekrol temlen akun fesbuk sosok anggun nan baik hati yang akhir-akhir ini telah merampas mataku untuk senantiasa memperhatikannya. Aku menemukan daftar teman-teman fesbukku yang ultah bulan ini. Salah satunya si Putri.

Well, aku mengenalnya saat ia pindah di gang Fiksiana. Dulu aku memang sering mbribik anak gadis pemilik kos bu Langit, yaitu si Connie, sebelum akhirnya ia menikah dengan Rahab dan pindah kewarganegaan di planet Bekasi. Aku patah hati saat itu. Tetapi luka yang menganga itu terkaver dengan kejadian yang sangat aneh.

Ah, kamu tidak akan percaya bahwa dunia ini memang selebar daun kelor. Meski tidak mendapatkan anak gadisnya, setidaknya aku bisa mbribik anak kosannya. Ide siapa lagi kalo bukan ide kolektif – mantan –grup boybandku dulu yang digawangi oleh Erri, Ando dan Granito. Mak Selsa, mantan manajerku, juga mengamini ide ini.

Dan tahukah kamu bila niat jelek itu ditolak langit? Ya, aku kena batunya. Aku malah makin tergila-gila dengan Putri. Saking gilanya, hari ini aku akan menembaknya tepat di hari ultahnya yang saat ini aku tenteng di tangan kananku.

*

“Uti, aku pulang dulu ya.”

“Jangan, Sin. Temenin aku lah.”

“Maksudnya aku jadi obat nyamuk, gitu?”

“Ya enggak?”

“Sori ya, Ti. Aku nggak bisa nyamar jadi botol kecap atau tusuk gigi agar bisa nemani kamu di sini tanpa ketahuan si Ffff.” Sinna segera menyambar tasnya dan berlalu, menjauh dariku bahkan sebelum aku menjawab kalimatnya. Mataku menangkap Sinna bergerak lincah keluar warung. Ia berpapasan dengan lelaki prenagen itu.

*

Aku melihat Sinna buru-buru keluar dari tempat ini. Jadi benar Putri di sini? Kulihat tadi akun fesbuknya kena tag dari Sinna yang baru saja apload foto narsis dengan gelas-gelas bubble tea.
Mataku menyapu warung yang tak seberapa luas ini. Meski namanya warung tapi konsep interiornya mirip cafe corner yang minimalis. Ketiga sisi dindingnya berupa kaca transparan. Yang membuat menarik dari warung bernama Sekar ini adalah bunga-bunga yang tumbuh di balik kaca-kaca itu.

Aha! Kutemukan sosok yang kucari. Aku segera menuju ke salah satu sudutnya.

“Hai, sendiri?” Putri mengangguk. Ketakutanku akan jawaban aneh telah terpatahkan. Misal: mata lu ditinggal di rumah? Gue di sini tidak sendiri tetapi barengan sama pengunjung warung Sekar dari dunia nyata dan dunia lelembut. Ngerti?

“Boleh duduk di sini?” Putri masih mengangguk. “Putri, selamat ulang tahun ya. Ini buat kamu. Meski tidak ada kue tart, egg tart pun ngggak apa-apa kan?” Ahhh, kenapa kalimat ini yang keluar? Di mana kata-kata yang telah aku rancang sejak tadi?

“Te… Te… Terimakasih,” wajahnya nyengir nggak jelas. Aku semakin stress, aku takut sekali PDKTku ini gagal.

“Kamu baik-baik saja?”

“Ini nih, bonnya Sinna ditinggal gitu aja.”

“Ya sudah, biar aku yang bayarin. Setelah itu kita pulang yuk. Bukan pulang ke kosanmu loh, tapi pulang ke rumah calon mertuamu. Orang tuaku menunggu.” Kali ini senyum simpul terbit dari bibirnya. Pipinya memerah.

***
Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community dengan judul : Inilah Hasil Karya Peserta Event Fiksi Fantasi atau bergabung di FB Fiksiana Community.

No comments:

Post a Comment