Pages - Menu

2014-11-21

[Curcol] Sagu yang Mirip Sagon

Sagu yang Mirip Sagon

Orang bilang, putus cinta atau patah hati  itu sakitnya setengah mati. Tetapi, pernyataan itu tidak berlaku untuk teman saya, Adeka Sari. Kata Sari, sakit paling sakit itu adalah sakit gigi. Maklum, si Sari ini adalah remaja yang menginjak dewasa yang ditandai dengan tumbuhnya gigi. Itu loh, empat gigi geraham paling belakang. Konon, apabila tulang rahang tidak cukup tempat untuk gigi baru, maka gigi baru itu akan mendesak gigi geraham sebelahnya sehingga terasa sakit luar biasa. Nah kan, nah kan, menjadi dewasa itu menyakitkan!

Bagaimana tidak, jika sakit gigi (terlebih ditambah membengkaknya gusi) maka ketika kita mengkonsumsi makanan apapun, rasanya tidak enak. Mau makan kering tempe, makan sate, makan rempeyek, makan rengginang hingga makan nasi pun bagai jauh di mata dekat di hati. Yang bisa dilakukan hanya makan bubur, agar-agar atau jeli.

Tetapi, perempuan asal Malang ini mengobati rasa bosan dan menuruti naluri kulinernya dengan pergi ke toko "Februari-Maret" yang menjual aneka produk Indonesia. Niatnya hanya melihat-lihat. Namun, saat matanya menangkap jajaran sagu berbentuk batangan, ia langsung membayangkan sepotong sagon yang ketika masuk mulut, serpihan-serpihan sagon itu langsung mabyur awur-awur, lumer di lidah. Lalu, ia mengambil sebungkus sagu dan menanyakan pada kasir, apakah sagu tersebut bisa langsung di makan?

Si kasir pun menjawab iya. Maka, sesampainya di rumah, segera setelah membereskan barang belanjaan dan mencuci tangan, sagu itu segera digigit dengan gigi serinya. Namun, apa yang terjadi, Saudara-Saudara?

Sagu yang mirip sagon itu ternyata keras sekali seperti cuwilan kuwali. Sudah gigi geraham sakit, gigi seri pun menambah penderitaannya. Duh Gusti ...

Ah, bukan Sari namanya kalo gampang nyerah. Dengan gigi senut-senut, ia mengambil ponsel pintarnya, bertanya resep dan cara menaklukkan sagu itu pada mbah gukgel. Dan benar, ia sukses membuat bubur sagu bersantan manis gurih semacam papeda untuk bekal libur mingguan yang telah direncanakan mbolang di salah satu sudut liar Hong Kong keesokan harinya.

Ternyata sakit giginya makin parah ketika mengkonsumsi papeda buatannya sendiri. Ia menyerah kemudian dada-dada dan melambai ke kamera. Hari Minggi itu ia putuskan untuk pulang cepat lalu wadul kepada sang lopan tentang gigi-giginya.

Selang dua hari, ia mewek-mewek hampir nangis darah di hadapan dokter gigi agar giginya dicabut paksa. Semula si dokter menolak lantaran gusinya masih bengkak. Tapi airmata perempuan hitam manis ini mampu meluluhkan pendirian dokter. Dan hingga kisah ini selesai ditulis, si Sari harus menerima kenyataan bahwa seusai cabut gigi, pipi kirinya melembung seperti ngemut es loli.

Cepet sembuh, ya, Sari.

No comments:

Post a Comment