Pages - Menu

2014-07-19

[Curcol] Pak Bos Gahool


Hidup di tahun 2014 ini memang diibaratkan seperti berenang dalam banjirnya gadget. Aneka smart phone/ HP pintar berfitur aktual dengan aplikasi yang bisa disetir sesuai kebutuhan kita bermunculan layaknya jamur di musim hujan. Tak hanya jumlahnya yang bejibun tetapi modelnya juga beraneka ragam. Bila tak pintar menyiasati, iman pun akan tergadaikan demi gadget idaman. Jangan-jangan HPnya sudah smart tetapi pemakainya masih semar. Oh, tidak!

Keberadaan HP pintar ini benar-benar membuat mbak-mbak Buruh Migran Indonesia (BMI) makin pintar juga. Pintar orangnya, pintar ngusek-ngusek layarnya, pintar nggaya, dan yang lebih pintar lagi adalah pintar makan gajinya. Memang, fungsi HP saat ini tidak hanya sebagai alat komunikasi tetapi telah bergeser sebagai alat mempercepat penyebaran informasi, asesoris busana, serta menunjukkan tingkat prestis seseorang.

Berbicara kelebihan HP pintar dalam fungsinya sebagai alat komunikasi, pengalaman pak bos teman kita yang ngantor di Hang Hau ini sungguh mencengangkan. Bila satu dasawarsa lalu HP hanya digunakan untuk menelefon atau berkirim SMS_paling banter kirim MMS, kini aplikasi whatsapp membuat pak bos lebih ketat memantau kungyan barunya ini yang bernama Epha.

Epha baru pindah ke majikan ini kurang lebih dua bulan. Job utamanya adalah mengurus dua balita 'kembar pengantin' alias kembar cewek cowok. Karena si kembar sudah mulai masuk sekolah setengah hari, pekerjaan rumah harus kau tim sae.

Seperti malam itu ketika jam dinding telah berdentang sebelas kali. Epha sibuk mengomando si kembar agar gosok gigi dan segera tidur. Tubuh Epha pun meraung kepayahan setelah bekerja seharian. Bu bos yang asik memelototi serial drama Korea tak ambil pusing dengan pekerjaan si kungyan.

Dasar anak-anak, selesai menggosok gigi bukannya masuk kamar tetapi ikut nonton TV bersama kedua orangtuanya. Epha dongkol setengah mati. Pak bos dan bu bos malah mempersilakan si kembar duduk bersama mereka. Padahal, kata Epha, anak-anak itu tidak boleh tidur terlalu malam, nanti jadi kebiasaan.

Dengan mengadalkan jurus bimoli, bibir monyong lima senti, Epha masuk kamar dan meraih HP pintarnya. Maksud hati sih ingin 'mela-cur' alias melakukan curhat kepada saya, si penulis. Baru saja online beberapa menit, masuklah dua buah pesan whatsapp dari nomor HP pak bos dengan menggunakan bahasa Inggris yang belepotan sekaligus translatenya dengan tatanan bahasa Indonesia yang lebih berantakan. Sepertinya pak bos memanfaatkan google translate untuk menerjemahkan pesannya kalau-kalau sang kungyan kesayangan tidak mengerti isi pesan itu. Andai dia tahu, Epha ini telah lulus kuliah di universitas perkungyanan Singapura beberapa tahun silam. Dan... lopan pertamanya di Mong Kok dulu menggunakan bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari.

Pesan itu menanyakan apakah Epha menggunakan obat antiseptik (dettol) untuk mengelap alas bermain si kembar serta kebiasaan mengucapkan codao sebelum tidur yang malam itu terlewatkan oleh Epha. Padahal, posisi pak bos ada di ruang depan sedangkan Epha sendiri ada di dalam kamarnya. Kenapa bukan bu bos saja yang menyambangi kungyannya atau mengetuk pintu kamar Epha untuk menegur_tapi malah menggunakan kehebatan aplikasi HP pintar? Menggelikan.

Masih dengan hati gondok, Epha segera melaksanakan perintah terakhir pak bos malam itu. Mengelap 'mat' (yang oleh pak bos ditulis mope the map) dan mengucap codao. Begitu selesai, Epha kembali ke kamar untuk segera meraih HP dan mengganti foto profilnya agar pose-pose cantiknya tidak dimata-matai pak bos. Niat hati ingin meneruskan rutinitas ngerumpi dengan penulis, nyatanya Epha malah mendapat satu lagi pesan whatsapp dari pak bosnya, berbahasa Indonesia.

"Dikerjakan dengan baik. Terimakasih."

Hebat, bukan? Pak bos Epha mengirimi pesan kungyannya dengan bahasa Indonesia hasil tanya google translate. Ah, pak bos Epha memang gaul ...

No comments:

Post a Comment