“Emang
ada ya TPQ di Tanah Lot?”
Kalimat di atas sering kali terdengar ketika saya mengatakan di
dekat tempat kerja saya ada TPQ. Secara Tanah Lot dengan ikon Pura Luhur Tanah
Lotnya sudah terkenal hingga penjuru dunia. Banyak yang tidak percaya bahwa
kaum muslim minoritas memiliki komunitas dan ‘tempat’ untuk menimba ilmu agama
atau acara peringatan hari besar Islam lainnya.
Sebuah bengkel di desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten
Tabanan, Bali, ini tidak ada bedanya dengan bengkel mobil pada umumnya. Namun,
ketika matahari semakin condong ke barat dan aktivitas bengkel mulai berhenti,
anak-anak usia SD dan SMP berdatangan. Sebagian besar dari mereka diantar
orangtua, beberapa diantaranya datang sendiri mengendarai motor. Ya, bengkel
bernama DOEL Auto ini berubah menjadi tempat mengaji bagi anak-anak Muslim yang
berdomisili di sekitar area wisata Tanah Lot dengan nama Taman Pendidikan Quran
(TPQ) Al Hidayah.
Memang, idealnya/ umumnya, sebuah tempat belajar mengaji menyatu dengan area mushola atau Masjid. Namun, terbatasnya jumlah masjid atau mushola di sekitar Tanah Lot tak membuat pengasuh sekaligus penanggung jawab TPQ, Mbah Doel, kehilangan akal untuk memanfaatkan bengkel miliknya untuk digunakan sebagai TPQ. Karena belajar bukan hanya tergantung tempatnya tetapi juga niat, semangat dan ragat para pelakunya.
Hingga saat ini, santri TPQ Al Hidayah berjumlah sekitar 150-an
anak. Dengan jumlah sebanyak itu, Mbah Doel, dibantu
oleh dua ustadz dan seorang ustadzah. Jangan dibayangkan bagaimana kondisinya,
yang mana sangat berbeda dengan ruang kelas TPQ modern pada umumnya. Saat
proses belajar mengajar, setengah dari lantai bengkel akan ditutup dengan
terpal atau banner bekas, kemudian atasnya dilapisi dengan karpet. Ada
bangku-bangku memanjang yang berubah fungsi menjadi meja. Proses belajarnya
dilakukan dengan lesehan. Sedangkan ustadznya mengajar dengan menggunakan
blackboard yang digantung di tembok.
Kondisi seperti ini mengingatkan saya pada masa-masa awal saya
belajar Iqra. Pun suasana mengaji dengan cara lesehan seperti ini melempar
memori saya saat melihat langsung bagaimana anak-anak Muslim keturunan Pakistan
mengisi Ramadan di masjid Jami’ Kowloon. Di mana, ketika Ramadan tiba, suasana
ruang sholat wanita menjadi lebih ramai. Para WNI menggunakannya untuk kegiatan
keagamaan, baik membaca al quran, hafalan, sholat, maupun pengajian. Sedangkan
anak-anak, yang sebagian besar adalah keturunan Pakistan tadi, akan duduk menghadap
bangku-bangku panjang di pinggir area sholat wanita sambil menghafal alquran
yang dipandu oleh seorang ustadzah berwajah Asia Barat.
![]() |
Suasana Sholat Tarawih di bengkel /TPQ |
Sedangkan di sini, para santri TPQ Al Hidayah nampak begitu
bersemangat, bahkan sejak satu jam sebelum belajar dimulai, beberapa di
antaranya sudah datang. Mereka tidak hanya belajar membaca al quran tetapi juga
mendapat pengetahuan keagamaan, akhlaq, kisah-kisah nabi, hingga hadrah .
Ketika bulan puasa tiba, kegiatan belajar tidak seintens ketika di
luar Ramadan. Namun, beberapa santri tetap datang di TPQ. Adakalanya mereka
membawa sendiri bekal berbuka puasanya atau berbuka dengan menu yang disediakan
oleh TPQ. Dan … tidak menutup kemungkinan para wali santri ikut menyumbangkan
makanan untuk berbuka bersama.
TPQ Al Hidayah pindah ke bengkel ‘Doel Auto’ yang
sekarang sejak tahun 2013. Tahun-tahun sebelum itu, mengaji dilakukan di
bengkel lama yang jaraknya tak jauh dari bengkel yang sekarang. Dari yang hanya
mengajar mengaji untuk karyawan bengkel hingga gaungnya didengar oleh muslim
minoritas di sekitarnya, kini banyak orangtua yang mempercayakan pelajaran
mengaji bagi anak-anak mereka di TPQ ini.
“Kamu bantu dokumentasi, ya”. Begitu permintaan Mbah Doel,
penggagas sekaligus pengajar di TPQ ini. Saat itu menjelang acara perayaan Isra
Mi’raj, awal April 2018. Saya langsung mengiyakan karena saya memang sedang
libur kerja. Itu momen pertama saya bersinggungan dengan TPQ ini. Selainnya
hanya sekedar ikut sholat berjamaah bersama adik-adik TPQ.
Ada perkembangan luar biasa untuk grup hadrah TQP Al Hidayah.
Hanya dalam waktu sekitar empat bulan, terhitung mulai bulan November 2018 lalu
saat perayaan Maulud Nabi Muhammad saw, yang mana saat itu tim hadrah masih
didominasi oleh orang-orang dewasa, kini grup hadrah sudah 90% beranggotakan
anak-anak. Tentu masih dengan bimbingan ustadz atau pengajar TPQ, yakni: Mbah
Doel, Pak Fauzi, Pak Zubair dan Bu Ani.
![]() |
Buka bersama |
Mbah Doel menceritakan bagaimana dulu ketika awal-awal datang
sebagai minoritas. Ketika mengadakan pengajian dengan kelompok minoritas
muslim, ia sempat mendapat perlakuan kurang enak. Tidak heran memang karena
masyarakat lokal masih trauma dengan kelompok teroris yang mengatasnamakan
muslim terlebih setelah peristiwa bom Bali. Beberapa orang lokal yang sempat
berbincang dengan saya mengaku saking traumanya, ketika mendengar ban motor
meletus pun dikira suara bom.
Mbah Doel berharap, ada pihak-pihak berwenang yang peduli dengan
keadaan TPQ ini. Sehingga TPQ Al Hidayah bisa berkembang semakin besar, baik
berupa bantuan operasional maupun perluasan area belajar supaya TPQ ini tidak
hanya mengajarkan ilmu agama saja tetapi juga TPQ yang berbasis entrepreneur dengan
memberikan pelatihan-pelatihan kerja sehingga pada waktunya, TPQ bisa
menghidupi kegiatan intern secara mandiri. Dengan demikian, para santri bisa
mandiri ketika dilepas/ kembali mengabdi ke masyarakat.
***
0 comments:
Post a Comment