[Nekad Blusukan] Sam Tung Uk: Hong Kong Tempo Doeloe

"Sam Tung Uk Museum, komplek perumahan tempo doeloe ala Hong Kong ini merupakan salah satu situs sejarah peninggalan masa lampau yang menggambarkan kehidupan masyarakat Hong Kong, khususnya masyarakat klan Hakka (marga Chan) yang berasal dari propinsi Guang Dong, China. ," lanjutnya.

[Nekad Blusukan] Lei Yue Mun, Eksotisme Wisata Kampung Nelayan

Orang bilang: foto-foto cantik itu biasa, foto-foto ekstrem itu barulah luar biasa.

[Nekad Blusukan] Sheung Wan: Pusat Graffiti di Hong Kong

Tai Ping Shan merupakan daerah Sheung Wan bagian atas. Area ini terkenal sebagai tujuan pecinta seni dengan aneka galeri serta barang-barang antiknya. Sehingga tak salah jika Sheung Wan menjadi salah satu pusat grafiti di Hong Kong.

[Nekad Blusukan] Plesir ke Pacitan

Pantai Teleng Ria berada di teluk Pacitan. Ini adalah salah satu pantai yang menjadi jargon tanah kelahiran presiden SBY. Tanah berumput hijau terhampar luas sebelum mencapai bibir pantai. Bunga bakung ungu menyembul di antara rerumputan itu. Ada juga segerombol pohon cemara jarum dan tunas kelapa yang mesih rendah. Wow, indah bukan buatan.

[Nekad Blusukan] Hong Kong Rasa Kanada

Sweet gum bukanlah mapel. Bentuk daunnya ada yang menjari 3, 4 dan 5. Ukurannya pun berbeda sesuai dengan musim di mana pada musim semi, daunnya lebih lebar.

2015-09-14

[Nekad] Pacar TKW Hong Kong

Ahayyy.

Gaes, dari jaman batu hingga jaman gadget gini, sebagian besar dari kita tentunya ingin hidup serba kecukupan, tentram, sejahtera dan berkeadilan sosial. Tidak peduli saat ini statusnya masih berkarir solo (baca: jomblo) yang hafal Pancasila (kayak Gusmus) atau pun yang sudah kepala tiga, kepala empat, dan seterusnya, yang jumlahnya bejubun serupa grup fans fanatik kesebelasan Arema, mau tak mau hidup harus bertopang pada uang. Apalagi freelancer yang mengandalkan tulisan untuk sejumput ceperan.

Iya sih, uang bukan segalanya, uang tidak bisa membeli kebahagiaan tapi kan... bahagia juga kalo punya uang. Dan sekarang, selain manggis ada ekstraknya, ada juga cara gampang mendapatkan banyak uang tanpa kerja keras, banting tulang, peras keringat apalagi peras cucian. Cukup menjadi pacar Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Hong Kong. Catat ya, menjadi pacar TKW HK.

Kenapa? Setidaknya ada 150.000 perempuan Indonesia berprofesi sebagai TKW di Hong Kong. 99%nya adalah perempuan. Jadi, kalo kamu lelaki dan ditawari kerja di HK, pastikan pekerjaannya jelas. Jangan sampai terjadi perbedaan antara perkerjaan di atas kertas kontrak kerja dengan pekerjaan sesungguhnya. Misal: job di dalam kontrak kerja adalah tukang kebun bunga ternyata malah diperkerjakan mengurus kebun sayur berhektar-hektar. Ingat, ada aturan perburuhan yang jelas dan mengikat antara pekerja dan majikan. Pelanggaran hukum bisa berupa denda, penjara hingga blacklist bagi pekerja dan majikan. Dan hingga hari ini, Hong Kong tidak menerima TKL (Tenaga Kerja Laki-laki). Nggak nyambung? SengajaDaripada ketipu calo, hambok dihindari.

Kembali ke angka 99% dari 150.000 tadi, misalnya yang masih single dan pacarable 50%, hitung deh angka 50% itu dari 150.000. Berapa hasinya? Akeh mbianget kan? Kata teman fesbuk saya, gimana mbak-mbak TKW itu nggak single, hawong pasangannya masih di tangan Tuhan. Kali-kali -bakal- jodohnya malah sudah meninggal keracunan sabun dan lotion (plakkk). Yang pasti, bagi yang sudah menikah, pasangan mereka berada di Hendonesah, yang artinya mereka ini adalah anggota single terbuka - terbuka untuk selingkuh dan bakal tertutup lagi bila berkumpul dengan keluarga dan suami.

Nah, jumlah sebanyak ini kan prospek banget buat MLM, eh, buat digombalin. Guampang kok mbribik Hongkongan. Sebelumnya, pastikan dulu akun sosmedmu pakai foto profil polisi, TNI, berdasi atau bule yang ganteng maksimal. Banyak tuh contoh-contoh gambar di gukgel. Misal wajahmu sudah tidak tertolong dengan Photoshop dan tidak kuat modal buat oplas di Kroya, usahakan bikin latar belakang dan asal usul yang meyakinkan. Selanjutnya, pake aja jurus cinta via pesbuk dan rayuan untuk menikahinya jika pulang ke Indonesia kelak. Bila dia menolak, itu hanya sok-sokan jual mahal. Wanita itu kalok sudah dimabuk cinta, jangankan duit, ampela saja diserahkan kok. For free. Ngasihnya dari hati sampai isi usus.

Apakah peran ini khususon batangan jomblo akut? Nggak harus. Lelaki jadi-jadian pun bisa asal level cabenya tingkat 10. Yang penting, jika mangsamu pulang menjelang lebaran atau musim mudik, siapkan saja skenario a la sinetron 7 lelaki srigala berbulu domba. Gini nih contohnya.

Kamu datang ke rumahnya lalu lamarlah dia secara tiba-tiba. Otomatis dia mikir keras lantaran dibenturkan dengan situasi dan kondisi di mana jatah mudiknya cuma 14 hari, pun sementok-mentoknya 1 bulan. Mana cukup waktu persiapan pesta pernikahan dan bulan madu? Belum lagi membereskan kelulusan proposal dan lobi dengan orang tua. Dalam masa semepet ini, buat dia galau dengan pilihan: nikah sekarang atau tidak selamanya. Jangan "merdeka atau mati", itu bunyi seni mural/graffiti di sekitaran Surabaya.

Kalo sudah begini, tarik ulur tuh komunikasimu dengan dia. Kondisi ini akan semakin berpihak padamu jika si Hongkongan ini dalam kategori cabe junior yang jablay. Saat seperti inilah jurus selanjutnya dikeluarkan. Nikah siri. Iya, nikah siri. Nikah yang satu ini kan sudah sah sah sah di mata agama tanpa ribet ngurus tetek bengekan. Janjiin aja nikah resminya nanti setelah dia pengsiun dari HK. Yang penting "halal" dulu. Kamu nggak perlu bayar 85 juta/3jam hanya untuk kencan dengan makhluk bernama perempuan. Gratis ini. Nah!

Kalo kamu ada di dekat dia dan keluarganya, pakailah topeng pandawa lima. Jangan sampai wajah "buto"mu itu terbongkar. Pasti kamu dilimpahi cinta dan harta. Paling-paling kamu harus akting mewek-mewek saat dia kembali lagi ke Hongkong dengan janji sehidup semati atau kaplingan surga. Masa kalah sama ustadz ayah yang bisa meraup 250 juta ituuuuhhhh. Iya, ustadz ayah yang itu.

Ketika kamu sudah terpisah ruang dan waktu, tanah dan udara, nyata dan maya, kini kamu bebas mengeluarkan jurus baru. Istri nikah sirimu itu sudah jadi ATM berjalan. Pura-pura aja kamu butuh modal usaha biar dikirimi uang. Selang beberapa waktu, mintalah lagi suntikan dana untuk mengembangkan usaha. Atau kamu minta dikreditin motor buat ngojek. Namun, pada waktunya, kamu harus bohong kalo kamu kecelakaan atau kamu kena begal biar disuntik dana lagi. Seandainya dia tidak mau mengirimi, ancam talak 3. Wanita mana yang mau jadi janda padahal belum nikah resmi di KUA.

Kuncinya, kamu harus pedas level 10 atau selicin belut, ya.

Risna.

Makan tuh cinta!

2015-09-13

[Nekad] Anik Dwi Kumalasari: Accidentally Dreaming

Hong Kong, Mid Aug, 2015.
“Let us hang on to our dreams, high in the sky. Even if we fail, we will have fallen down on to the bright stars.”
Nature inside (of me).

Anik Dwi Kumalasari is from Malang city, East Java of Indonesia (situated around 869 km from Jakarta). She has been living in Hong Kong as a domestic helper since 2003. This was so that she could earn money to continue her studies university, and help her mother out as her father passed away when she was 8.
In Hong Kong, she lived with a family and took care of their four children. She found life to be very difficult and uncomfortable as she couldn’t speak, hear, nor read Cantonese. These are similar problems faced by other domestic helpers. No friends, no families and only one holiday a month. She cried every night. She coped by writing her feelings down into a diary.
One day, one of the children had an accident at home. Blood was everywhere. Anik was so scared when she heard that the kid had to go through a surgery treatment because of the wound. She packed her clothes, anticipating that her employer would terminate her work contract.
Her employer found her and chided her.
Indonesia - Hong Kong (Doc. Lensational)
“What have you done? We are still need you. Silly.”
Times went on. She improved her language skills by watching cartoon films. Her employer gave her free time to watch video channels after finishing her work. Besides the language skills, good communication was very important.
In 2009, Anik went back to Indonesia for good. At home, she followed and watched an adventure television programme which was hosted by a female presenter. She dreamed of meeting the presenter one day.
Her chance came. The TV station organised a big mountain camping programme that took place for a few days. Anik did not care about the programme, and just wanted to meet the presenter to take a photograph together. And, she did.
From then on, she acquired many amazing experiences, friends and new passions. She has fallen in love with nature, mountains, hiking, and also camping.

Crazy part I (Doc Anik)

Crazy part II (Doc Anik)
Crazy part III (Doc Anik)

As an amateur female hiker, Anik was treated well by seniors. They supported and took good care of her, especially when they hiked to Tambora mountain (2581 mdpl) in Sumbawa, Lombok Island. It was famou” as it cooled down to a temperature for 9 degrees it when exploded a century ago, in 1915. After the expedition, Anik transformed into the “crazy” hiker.
Two years ago, she came back to Hong Kong again. In the early 2014, she joined Lensational for Holga session of photography classes led by documentary photographer Simon Wan. She learned much about photography.
She is proud to know the Lensational founders and volunteers, they are not only young but they inspired every student to be more confident, and supported every student’s dreams. Simon Wan also “injected” her with other “crazy hiking viruses”. Both of them love hiking.
“I am big and noisy, hahaha,” she explains about herself.
Georgeous in traditional  costume, 'kebaya'
Yeah, she is tall. She acts like big sister who always take care of her two little “crime partners”, Sinna (me) and Asti, while we pursued our “insanity” in taking photographs.
Sisters (Doc. Indohikers)
The craziest thing that we have done is to dream about holding a photography exhibition. Accidentally, Lensational and Simon Wan supported us. We exhibited our photos in mid-August, 2015. 
Some photos and text by me, edited by Lensational.
Soul Exhibition (Doc. lensational)



She and her goals (Doc. Lensational)

2015-09-09

[Gallery] Fallin in Love With Double Exposure

Jatuh Hati Dengan ME

Hong Kong, 25 Agustus 2015.

Ada sebuah perasaan yang meletup-letup ketika saya mulai mengerti bagaimana memanfaatkan Multiple-Exposure(ME)-nya D90. Ya, salah satu pertimbangan ketika saya memilih kamera ini adalah karena ia dibekali ME. Jadi, ketika beberapa orang hanya terpaku pada merek, bingung menentukan seri, ketir-ketir dengan budget, saya malah mewek-mewek karena harus menguras tabungan selama tiga tahun hanya untuk melamar panjenenganipun bebeib Ni**n. Maaf, bukan promosi merek, hawong saya ndak dikasih komisi sama yang jualan kok.

Hingga suatu waktu, pada senja yang datang tanpa terburu-buru, saya dan beberapa teman dari Indografer Hong Kong ‘menculik’ pak ketua, Ari Mahardhika, untuk bersama-sama mengabadikan salah satu sudut metropolis Hong Kong. Meski tidak ada kelas privat fotografi, tetapi beliau bersedia berbagi ilmunya untuk sesama WNI yang berniat belajar. Admiralty, begitu kesepakatan tempatnya.

Senja dan blue hournya memang selalu memesona. Kami segera ambil posisi dan mengeluarkan senjata masing-masing. Agak kebangetan memang, karena ketika belajar rana lambat, tangan yang tidak steady sangat perlu bantuan tripod. Kami-kami tidak membawanya. Yang ada malah ‘merampok’ tripod pak ketua, hahaha. Sebagian dari kami, saya juga termasuk di dalamnya, memanfaatkan pagar-pod untuk mengurangi goncangan.

Saya pribadi memang agak susah menjinakkan panjenenganipun bebeib. Sering kali terbersit keinginan untuk berganti hati karena faktor BB – berat body - tapi selalu terganjal dengan faktor F - fulus. Lalu, di tengah kegalauan itu, di mana kami juga beda-beda ‘agama’, saya teringat tujuan awal saya ketika meminang panjenenganipun bebeib, yakni berkreasi dengan ME.

Singkat kata, ilmu itu saya serap. Saya langsung jatuh hati. Pada beberapa kesempatan, saya mencobanya, entah saat di rumah majikan, saat cycling atau pun hiking. Kamera saya hanya bisa ‘menumpuk’ 3 gambar. Tetapi saya lebih sering ‘numpuk’ 2 gambar saja. Tidak ada pilihan warna ‘instan’ pada ME sebagaimana kamera tetangga. Sedih? Enggak. Udah syukur banget sayanya bisa ngutik-ngutik ME.

Untuk mendapatkan gambar tumpuk ini, saya klik: menu - shooting menu pilih multiple exposure - pilih number of shots - saya pilih 2 - OK. Maka, status multiple exposure yang tadinya "OFF" akan berubah menjadi "ON". Lalu, saya mulai berkreasi. Klik pertama pada objek/siluet benda (shape) dilanjut klik kedua sebagai tekstur/background dari objek klik pertama. Mau ngambil teksturnya dulu kemudian shapenya juga boleh. Suka-suka kita. Dan, taraaa... jadi deh.

Sebenarnya paragraf ini tidak ada saat ngedraft. Yang namanya ilmu, kalo nggak diikat - baca: ditulis, bisa lupa sayanya. Faktor U - usia. Untuk hasil akhir dari ME itu sebenarnya masalah selera. Kembalikan lagi ke pribadi masing-masing ya, sehingga suatu waktu bisa mengatakan:

“Yeah, this is my cake.”

Ah, jadi inget pesan pak Ari sebelum acara penyerahan hadiah lomba fotografi bertema ‘Kegiatan BMI di hari Minggu’ yang diadakan oleh Indografer Hong Kong (23/8). Bahwasaya, fotografi adalah seni. Penilain estetika foto begitu subjektif, tergantung dari si penilai. Jadi, ketika ada foto yang belum beruntung dalam kompetisi ini, bisa jadi foto tersebut menang di tempat lain.

Yup, setuju, pak. Nah, teman-teman, nggak ada salahnya gabung Indografer Hong Kong. Banyak ilmu gratis di sana. Jangankan di kelas, ngobrol aja nambah wawasan. Misalnya Minggu kemarin (23/8) ketika saya ngobrol tentang editing dalam fotografi di stand pameran foto KJRI-HK bersama pak Andi Andreas.

Pak Andi bilang, fotografi itu setengahnya adalah foto murni dan setengahnya lagi adalah editing. Memang, setiap ‘aliran’ fotografi memiliki ‘keleluasaan’ tersendiri dalam editing. Foto jurnalistik nggak bisa diedit ‘sehancur’ foto model, gitu. CMIIW.

Oh ya, berikut adalah beberapa foto ME yang kadang bikin teman saya bilang:

“Gek poto opooo, kui. Aku gak mudheng”.

Hahaha, nggak papa. Orang absurd kayak saya memang suka yang abstrak-abstrak. Enjoy.

All photos and text by me.

Support GO-JEK syariah for Muslimah. Eh


We are going to Switzerland and South Korea (rock you, snowy land).
DraKor Addict: BOY OVER FLOWERS (dedicated to little handsome 'sipit' boy)

Identity

[Octivity] My Ventures Into the South China Morning Post Newsroom

Hong Kong, Jun 28th, 2015

I’ve never imagined that I would be able to gain a “behind-the scenes” look at print media in Hong Kong. I’ve always seen the South China Morning Post in my employer’s house. My employer’s daughter, who is in third grade now, brings them home weekly for her school projects. I read it too, but I don’t understand it sometimes. Ah, as you know, my English is horrible. I compare my articles (in English) with those of younger writers. Oh, their work is so much better than mine. How come? They make me feel so jealous.

Today is one of the most amazing days in my life. I met Wendy and Putri from the BMI (Buruh Migran Indonesia, an association for migrant workers) library, Robin and Christina from SCMP, Sunnie from Lensational and Asti, my ‘partner in crime’. They are very nice, friendly and professional.

Lensational gives opportunities to migrant workers in Hong Kong who want to be different, more confident, skilfull and empowered in photography. This non-profit organisation not only teaches us how to improve at photography, but also provides training for: volunteering at Hong Kong events, going on photo hunts with professional photographer, editing or post-processing of photos.

One thing I remember most from the first time I joined Lensational is that photography is the process of how to fall in love with photographs.


I tell to my friends about my experience. One of them said that she hasn’t got a camera. How can she take photographs? Another said, I can’t speak English, I can’t speak Chinese.

I am not good enough in photography now. But Iwill study harder and harder so i could be better soon. Do you want to study together with me?

I am not good enough in photography now. But Iwill study harder and harder so i could be better soon. Do you want to study together with me?

Then, the five of us walked to SCMP office in Wanchai. We went to the third floor. And … OMG, this is the newsroom with all the editors. So silent here, only a few person who were sitting on chairs and working. If somebody asked me how to describe the room, I would answer: spooky. It is a fact: people under the pressure of deadlines, blended with the cool aircon feels spooky.

One other journalist looked at Asti and I strangely, like he just saw aliens landed on earth (yaaaa, these aliens will destroy you, guys). But when he turned his eyes to Christina, he didn’t care of us anymore. Christina told us that most of the journalists were out to hunt for news. They will come back later in the afternoon. She brought us to the room, and Robin prepared everything for the interview of me Asti and I.

Recording on progress

I am not so confident with my English, but Robin helped me to speak better. Also, Sunnie and Asti helped me too.

After that, we went back to the ground floor for another interview, and took pictures before leaving. Robin showed us many kinds of ‘war equipment’ used by journalists: cameras and video recorder. OMG, I can’t imagine how I would feel if I had my own.

Look the way they stare each other ... Eaaaakkk


'Monyong' is my state

But then I saw my bag….

Yes, of course I had one.

I had my own camera.


There is no need for me to imagine getting one more for now. There is nothing that I want to do now, except to share this story with you.

Photo by: Sunnie Chiu.

Feeling blue