2016-01-27

[Curcol] Ada-Ada Saja: Gegara Monyet, Piknik Jadi Panik

Apakabarplus, Januari 2016

Gegara Monyet, Piknik Jadi Panik

Minggu yang cerah di bulan Mei nan indah itu adalah hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh dua sahabat kita, Anik dan Arumy. Mereka adalah sebagian kecil manusia yang ngiler dan tercengang-cengang apabila mendengar kata mbolang. Mereka akan ternganga bila mendengar ekspedisi puncak Jaya Wijaya atau Himalaya, terlebih tentang rencana sahabat lainnya, yang bermimpi mbolang ke Everest atau Eropa. Ya ya, darah yang mengalir dalam tubuh mereka sepertinya telah terkontaminasi virus menjelajah tanah-tanah asing di negeri asing.
Untuk membayar seluruh dahaga berpetualang, mereka pergi ke salah satu sisi liar Hong Kong di Shing Mun Reservoir. Sejak pukul 9 thet, mereka telah berkumpul di MTR Tsuen Wan kemudian menuju siupa yang bakal membawa ke tempat tujuan. Untuk info lengkap, silakan gugling, ya.
Akhirnya mereka benar-benar menginjakkan kaki di Shing Mun. Begitu turun sekian langkah dari siupa, beberapa ekor kera berpantat dan berwajah merah menyambut kedatangan keduanya. Kera-kera itu mengais makanan di tempat sampah dan sesekali menyeringai buas seolah-olah mengatakan, ente berdua jangan macem-macem, ye. Ini daerah kekuasaan ane.
Sebodo teuing dengan kera-kera itu. Anik dan Arumy teteup melanjutkan petualangan di bawah rerimbunan pohon yang tinggi menjulang. Mata pun disuguhi bedungan nan jernih, biru kehijauan nampak di kejauhan, memanggil-manggil genit kepada kedua gadis manis itu. Aih aih, suasana hati sahabat kita ini seperti terlempar ke hutan perawan di kampung halaman. Satu ke Malang, satunya ke Blitar.
Sebelum melangkah lebih jauh, mereka berhenti di sebuah picnic site untuk sarapan. Konon, sarapan memang efektif menurunkan gejala sarap yang ditengarai dengan sering munculnya salah paham atau ngambeg tak jelas (ini hanya hasil pengamatan amatir si penulis loh). Ketika asyik-asyiknya membuka bekal makanan, seorang pendaki lokal berusia dewasa (menuju lansia) mengingatkan mereka agar tidak membuka bekal makanan di sembarangan tempat. Kenapa? Karena monyet di Shing Mun ini galak-galak dan suka merebut makanan. Anik dan Arumy segera bergegas menyelesaikan sarapannya kemudian melanjutkan perjalanan yang aman tanpa gangguan monyet-monyet liar.
Setelah lelah mendaki hingga ke puncak yang tidak seberapa tinggi, melewati hutan pinus nan keren, berpapasan dengan pasangan yang sedang melakukan pemotretan pra-wedding, dan tentu saja bertemu aneka jenis monyet, anjing peliharaan bersama juragannya, ular air, ulat bulu, hingga kepompong dan kupu-kupu, mereka pun memutuskan mengurangi isi bekal makanan sambil bersantai di tepi bendungan. Terlebih saat itu sudah masuk waktu ashar. Perut pun sudah dangdutan dan keroncongan.
Seperti terlupa pesan bapak tua di picnic site tadi pagi, mereka menggelar barang bawaan selayaknya di pinggir lapangan victoria. Dan tanpa dosa, mereka mulai menikmati sesuap dua suap nasinya. E.. ladalah, segerombolan monyet datang menyerbu. Anik dan Arumy malah tergagap kebingungan, antara menyelamatkan diri, menyelamatkan kamera atau menyelamatkan makanan.
Akhirnya Arumy menyambar roti dan melemparkannya ke arah monyet-monyet itu dengan harapan makhluk yang dalam teori evolusi pernah disinggung sebagai leluhur manusia itu segera pergi. Untunglah si monyet segera menjauh, berebut roti dengan sesamanya.
Anik dan Arumy menggagalkan bersantai di pinggir bendungan. Mereka langsung kukutan kemudian memutuskan untuk pulang dengan perut kelaparan walaupun isi ransel mereka penuh dengan makanan. Ckckck kasihan, penyerbuan monyet nakal bikin piknik hari itu berubah menjadi suasana panik.
Sinna Hermanto
Artikel terkait.

0 comments:

Post a Comment