[Nekad Blusukan] Sam Tung Uk: Hong Kong Tempo Doeloe

"Sam Tung Uk Museum, komplek perumahan tempo doeloe ala Hong Kong ini merupakan salah satu situs sejarah peninggalan masa lampau yang menggambarkan kehidupan masyarakat Hong Kong, khususnya masyarakat klan Hakka (marga Chan) yang berasal dari propinsi Guang Dong, China. ," lanjutnya.

[Nekad Blusukan] Lei Yue Mun, Eksotisme Wisata Kampung Nelayan

Orang bilang: foto-foto cantik itu biasa, foto-foto ekstrem itu barulah luar biasa.

[Nekad Blusukan] Sheung Wan: Pusat Graffiti di Hong Kong

Tai Ping Shan merupakan daerah Sheung Wan bagian atas. Area ini terkenal sebagai tujuan pecinta seni dengan aneka galeri serta barang-barang antiknya. Sehingga tak salah jika Sheung Wan menjadi salah satu pusat grafiti di Hong Kong.

[Nekad Blusukan] Plesir ke Pacitan

Pantai Teleng Ria berada di teluk Pacitan. Ini adalah salah satu pantai yang menjadi jargon tanah kelahiran presiden SBY. Tanah berumput hijau terhampar luas sebelum mencapai bibir pantai. Bunga bakung ungu menyembul di antara rerumputan itu. Ada juga segerombol pohon cemara jarum dan tunas kelapa yang mesih rendah. Wow, indah bukan buatan.

[Nekad Blusukan] Hong Kong Rasa Kanada

Sweet gum bukanlah mapel. Bentuk daunnya ada yang menjari 3, 4 dan 5. Ukurannya pun berbeda sesuai dengan musim di mana pada musim semi, daunnya lebih lebar.

2015-11-10

[Nekad Mblangkrak] Tung Ping Chau: Canyonnya Hong Kong

Tung ping Chau: Canyonnya Hong Kong
Artikel menyusul. I am sorry for any convenience. 

[Doc: Risna]














2015-11-06

[Fiks-isme] Ongkey, Onyet dan Alo [Fabel]

Nomor: 77

Di Tsuen Wan bagian utara, hiduplah sekawanan monyet liar. Mereka hidup tenang tanpa gangguan limbah asap dari kebakaran hutan, kekurangan air dan makanan karena kemarau berkepanjangan ataupun penangkapan ilegal untuk pertunjukan topeng monyet. Mereka biasa bermain di bendungan Shing Mun atau bergelanyut di pepohonan Hong Yip yang daunnya berubah warna menjadi kemerahan pada bulan Desember dan Januari. Sesekali mereka berkejaran dari pokok pohon-pohon Chong Guo hingga pohon Pak Shu lalu duduk-duduk istirahat ataupun mencari kutu. Meski ada hiking track di sana, monyet-monyet itu tidak diganggu manusia yang melewati tempat itu.

Di antara mereka, ada sepasang saudara bernama Ongkey dan Onyet yang nampak bersedih lantaran ditinggal mati induknya. Mereka menyusuri bendungan dengan lunglai.

“Kak Ongkey, Onyet lapar.”

“Tunggu sebentar ya, Dik Onyet. Di seberang bendungan sana ada pohon Lam Ji. Mama Unyuk pernah mengajak kita ke sana.”

“Aku capek, Kak.”

“Ya sudah, kita istirahat. Minum dulu di pinggir bendungan itu. Tapi jangan pipis dan eek di sana ya. Ini airnya buat minum seluruh monyet di daerah sini.”

Onyet segera minum dan kembali menuju kakaknya yang duduk di sisi bendungan. Dilihatnya kakaknya sedang berbincang dengan seekor monyet.

“Oh, ini adikmu?” kata monyet itu. Ongkey mengangguk. “Kenalkan, aku monyet pendatang di daerah ini. Namaku Alo. Bosen muter-muter di kampungku terus, di ALosan sana. Lagi ada asap.”

“Loh, di tempatmu ada kebakaran hutan juga?”

“Enggak sih, kadang-kadang kena asap manusia yang lagi BBQ, kadang kena asap manusia yang sedang sembahyang, kadang asap dikremasi juga.”

“Asap kretek juga dong, Al?”

“Hahaha.”

Mereka bertiga beristirahat bersama dan ngobrol macam-macam. Alo menggelosor saja di tanah sedangkan Onyet mencari kutu-kutu yang ada di tubuh Ongkey. Setelah agak lama, mereka memutuskan untuk ke seberang bendungan memetik buah Lam Ji. Musim gugur seperti sekaramg, banyak sekali buah Lam Ji yang ranum di pohon. Warna kuning pekat atau oranye dengan rasa yang manis membuat buah Lam Ji menjadi rebutan monyet-monyet di sini.

“Enak ya bangsa monyet di sini. Aku tadi lihat manusia yang hiking, memotret, bahkan piknik. Tapi nggak satu pun yang ganggu bangsa kita.”

“Yang ada malah kita yang merebut makanan mereka, hahaha” sahut Ongkey. “Buah-buahan yang mereka bawa segar-segar. Kadang kita dikasih kacang, pisang, apel, jeruk bahkan cupcake.”

“Bukannya di ujung sana ada gambar manusia yang ngasih makanan ke kita tapi dilingkari dan disilang dengan warna merah? Itu kan artinya manusia nggak boleh ngasih makanan ke kita.”

“Manusia mah gitu. Aturan itu dibuat untuk dilanggar. Biarin aja, daripada kelaparan kayak si Onyet.”

“Ih, kak Ongkey gitu.”

Tak terasa Ongkey, Onyet dan Alo sampai di seberang bendungan, tepat di bawah pohon Lam Ji yang mereka maksud. Namun, mereka harus kecewa karena buahnya telah habis. Hanya tinggal sisa-sisa yang membusuk di tanah.

“Gimana ini?”

“Terpaksa, kita harus jalan lagi ke ujung sana. Di sana ada tempat sampah, aku tadi melewati daerah itu. Barangkali ada buahan-buahan atau sisa makanan.”

“Kita makan sampah, Al?”

“Apalah itu namanya. Yang penting nggak kelaparan.”

Dari dahan satu ke dahan lain, dari pohon satu ke pohon lain, tiga monyet ini menuju tempat sampah yang dimaksud Alo. Sesekali Onyet hampir tergelincir, pegangannya kurang kuat karena kelaparan. Ongkey menjaga adiknya itu dengan tetap berada pada posisi yang agak dekat. Sesekali ia berteriak ‘huhu hakhak’ agar Alo tidak bergerak terlalu cepat. Pepohonan bergerak hebat saat dahannya berayun-ayun. Telisik daun berisik beradu dengan gemericik yang samar-samar tercipta dari permukaan air bendungan Shing Mun yang ditiup angin.

“Nah, ini dia tempat sampahnya. Ayo serbu, huhu hakhakhak” teriak Alo kegirangan.

Mereka bertiga segera mengais sisa-sisa makanan di sana. Mulut Ongkey penuh dengan makanan. Alo masih saja berteriak-teriak sambil berjaga kalau-kalau ada kawanan monyet lain yang juga menuju tempat ini. Sedangkan Ongkey, monyet terkecil dari ketiganya, duduk tenang di atas sampah sambil ngemil buah.

“Sudah kenyang semuanya?”

“Kok perutku sakit banget, ya.”

“Kak Ongkey sih makan kebanyakan kayak kesurupan manusia tamak.”

“Perutku juga mulas, padahal aku makan dikit,” sahut Alo.

“Aku juga, perutku tiba-tiba sakit.”

Mereka bertiga saling pandang lalu menoleh ke tempat sampah, sumber makanan mereka.

“Jadi ini penyebabnya?”

“Aduh, maaf ya. Gara-gara aku, kalian jadi sakit perut.” Alo menunduk, merasa bersalah.

“Nggak papa, Alo. Toh kami juga setuju. Lalu, gimana ini biar sakitnya nggak tambah parah?”

“Kita ke tempatku di Alosan, yuk. Di sana banyak pohon Shek Lau. Pucuk daunnya bisa sebagai obat sakit perut. Tapi ya, gitu. Harus tahan asap. Toh nggak separah kayak di tempatnya sepupuku, si Otan, di pulau Borneo sana. Gimana?”

“Gimana, Onyet? Kamu masih kuat jalan jauh, nggak?”

“Ayolah, Kak.”

Ongkey, Onyet dan Alo bergegas menuju Alosan bersama berpacu dengan matahari yang tenggelam di sebelah barat. Semburat oranye di langit Tsuen Wan yang biru bermagenta, mengingatkan buah Lam Ji yang gagal mereka dapatkan. Ah, semoga mereka mendapatkan gantinya dengan buah-buah Shek Lau di Alosan. Semoga.

***

Untuk membaca karya peserta lain, silakan menuju ke sini atau gabung di FB Fiksiana Community. Juga diposting di sini. 

Ongkey



Onyet


Alo

Onyet dan Ongkey


2015-10-31

[Nekad] Panduan Mengikuti Ujian Semester #2

University Station (Doc.pri)

Setelah membaca mukadimah yang puanjang sebelumnya, akhirnya saya putuskan memenggal tulisan menjadi dua postingan agar samang-samang ndak ngeluh macam dedek-dedek gemesh galau.

Lalu, bagaimana dengan panduan mengerjakan ujian sebagaimana yang dipakai dalam judul?

l   Pertama, pastikan samang-samang bukan mahasiswa ilegal.
Begitu juga kampusnya. Jangan sampai tempat samang-samang menuntut ilmu secara formal itu adalah kampus abal-abalPora ngeri? Wooo... rumasamu! Cara mengeceknya bisa cari panduannya sambil searching-searching di rumah embah gukgel atau search engine lainnya. Memang, penamaan mahasiswa ilegal ini rada ndak nyaman. Tapi kan tiap kasus mahasiswa ilegal ini ndak sama. Wise dikit, dong. Hambok ditelaah satu-satu, dicari klausalnya biar ketemu solusinya. Hamosok ada masalah kok ditampung? Kita ini bukan Laut China Selatan yang mampu menampung aliran bah masalah dari sungai Kunning.
Benar kita dianugerahi chip buatan Tuhan yang ditanam di dalam tempurung kepala kita. Tapi dengan seiringnya waktu, kita bisa mengalami long term memory lost.

l   Kedua, kuasai moDULL berikut latihan soalnya.
Kalo MOODul samang ndak ada soalnya, samang-samang ndak usah nyari persoalan deh. O… jadi, gitu? Samang yang membuat (per)soal(an), saya yang harus (men)jawab?

l   Ketiga, persiapkan perkakas dan hardware ujian.
Bila dalam tatib ujian tidak diperkenankan memakai sendal jepit atau kaos oblong, taati. Termasuk meletakan di depan kelas semua barang elektronik berupa teve, mesin cuci, kulkas, micro-wife, semar-phone yang bisa share wi-fe dan atau aneka tablet termasuk tablet sakit demam, flu atau malarindu. Kalo samang melanggar tatib trus dicoret dari absen, percuma loh telepon 999. Iya, sih, nyambung tapi yang datang bukan polisi tapi satu kompi mobil pemadan kebakaran. Serius! Buat memadamkan bara api di hati dan otak e samang itu loh.

l   Keempat, trik gila ala saya adalah: datang, duduk, kerjakan, pulang, lupakan.
Selebihnya kembalikan kebijakan akademika kepada kampus atau sekolah yang menaungi kita. Kalo keputusan jajaran dewan kampus sudah fix, nyinyir di jejaring sosial atau war-blog sampai keyboardjebol pun ndak akan ketemu titik temu. Sudahlah, emang wewenang ilmiah kita sebagai pelajar ini apa agar bisa mempengaruhi dan atau mengubah keputusan 'atasan'? Jangankan mencoret absen, menghujani nilai E untuk semua matkul bahkan memberedel presma saja pihak kampus itu punya kuasa, og. Terima sajalah. Kalok memang mau bersuara, silakan juga asal tetap beretika.

Biasanya, mereka yang kalem-kalem dan ndak begitu vokal di kampus itu berkecenderungan cepat lulus. Hasiapa yang meluluskan tulisan tidak baku dan ndak nggenah macam begini dalam skripsi/ karil? Pora swedih beliyo-beliyo yang bersusah payah menyusun, menyunting, menerbitkan, dan atau mengedarkan KBBI. Hormati dan apresiasi, dong, mumpung momennya pas di hari Sumpah Pemuda.

Eniwe, baswe, sabwe, selamat belajar bagi Mbak-mbak dan Mas-mas yang menjalankan. Yang tidak belajar tidak saya ucapin selamat.
Sirahku ngelu, piye sirahmu?


[Risna]

2015-10-28

[Nekad] Panduan Menghadapi Ujian Semester

大 å­¸  University Station (Doc. pri)



Panduan Menghadapi Ujian Semester


Mbak-mbak dan Mas-mas yang hendak mengikuti ujian semester bulan depan, bijimana persiapannya?

Gini, sudah sekian minggu terakhir samang-samang pada pamer foto moDULL, tugas-tugas KILLiah, dan serentetan woro-woro yang berbau caritas akademika. Demikian juga rentetan 'kasus' yang diposting secara 'public' itu akan dengan mudah kita telusuri jejaknya (kecuali kalo telah samang-samang hapus permanen). Ada seuprit (atau seupil, ya?) kata yang rada-rada nendang hati saya. "Mahasiswa ilegal".

Omaigot! Saya pora mencak-mencak ketika samang-samang mengecap saya (dan mungkin beberapa teman saya) adalah mahasiswa ilegal. Hambok disumpah Pemuda to, saya ini sama kayak samang-samang itu. Meski saya mahasiswa nganu tapi status kemahasiswaan saya bisa dicek di absensi, Kartu Tanda Peserta Ujian maupun Kartu Tanda Mahasiswa. Hamosok punya KTM kok masih disebut mahasiswa ilegal. Pora tersinggung saya.

Yaaa, saya akui, saya ini memang mahasiswa yang begitu bersemangat, iya, bersemangat rendah untuk belajar, berdiskusi ataupun setor tugas di minggu ke-3, 5 dan 7. Yang apabila berdiskusi, kadang pakai bahasa prokem atau bahasa tidak baku yang tentunya tidak mencerminkan keintelejensiaan mahasiswa. Hancen bukan mahasiswa beritelejensia, og. Padahal, mata kuliah ‘aturan pakai dan tata kelola menyusun opini’ ada dalam daftar jadwal ujian besok. Bisa-bisa dosen pengampu mencontreng saya nilai A alias "Astaghfirullah, itu nilai apa cacing antri sembako, kok penguasaan materi kurang dari 30%".

Bukan tanpa alasan. Bayangkan, dalam setiap matkul, bapak/ibu dosen pengampu ini mengurus beberapa kelas. Dalam satu kelas saja ratusan mahasiswa. Jika saya tidak setor tugas, bukankah saya sudah membantu meringankan tugas beliau? Niat baik saya ini kadangkala memang disalah artikan. Yaaa, semacam 'pihak ketiga' yang merusak hubungan dan pihak ketiga inilah yang selalu disalahkan. Lagipula, jangankan feedback tugas, feedback diskusi saja tidak pernah saya dapatkan. Entah karena saya kurang PUPUler, kurang gahol, kurang 'vokal', atau jurusan yang saya ambil tidak istimewa alias 'biasa-biasa saja'? Entahlah, hanya Tuhan dan sopir angkot yang tahu kapan fluktuasi belajar saya naik, turun, nikung atau belok. Yang jelas, saya kurang 'ajar' (mohon bimbingannya ya, kakak), kurang tinggi, kurang gizi dan kurang diskusi. Beda halnya dengan jurusan ‘Jkt-Sub-Jkt direct flight’ milik sebelah yang baru tugas 1 saja langsung dikomentari oleh bapak dosen pengampu, diunggah sebagain esainya berikut feedback akan kebanggaannya punya calon advocado dari kelas grass root,  tekawe Hong Kong, ke jejaring sosial faceBERUK. Secara tekawe itu kan taunya cuma seputar ngusek-ngusek jumbleng, nyacah babi, atau nyeboki fantatnya baby. Kan keren kalo di court gitu ada alumni Life University of Hong Kong. Saya bangga dong, hawong saya bagian dari mahasiswa Life University itu.

Tapi ya, gitu. Skema pengambilan nilai Ujian Semester itu diambil dari nilai semesteran yang harus memenuhi 30% dari penguasaan materi MOODul. Bila nilai kurang dari itu, ndak usah ngarep deh. Pasti D, kalo sial sih E. Jadi, kegiatan tutorial online atau tutorial tatap muka selama dua bulan penuh diperjuangkan, semua sia-sia hanya karena nilai yang kurang dari 30%· Apa artinya? Tuton atau TTM ga gitu penting. Yang penting adalah MENGHAFAL isi moDULL. Ndak usah mengerti isinya yang penting hafal materinya. Gitu.

E tapi, perlu saya tambahkan, Tuton dan TTM akan ditambahkan untuk mendongkrak nilai jika semsteran mendapat nilai minimal 30%. Jadi, piye maksudmu, jez? Yaaa, Tuton sama TTM itu fungsinya mirip ban serep, "dipakai kalau memenuhi syarat". Begono.

Hatrus kepriwe? (Jangan bikin saya punya kepala putar-putar di tempat). Begini, kakak. Kuliah itu ndak seindah di sinetron, ndak semudah dalam artikel-artikel yang bertebaran di internet. Apalagi bagi kita-kita yang vakum dari buku-buku pelajaran sejak beberapa abad yang lalu. Bisa ndak samang jatuh cinta sama prodi/jurusan yang samang pilih meski itu bukan jurusan terkaporit? Ya kan tiap horang hituh milih 'pacar' (bukan istri/suami, loh, ya) sesuai kriteria masing-masing. Ada yang suka sama yang punya perut sixpack, ada yang suka kutilang darat (kurus-tinggi-langsing-dada-rata), ada yang suka mahmud anas (mamah-muda-anak-satu, eh), atau suka yang oddie/ freakie /sweetie piggy? Perlakuan kepada pacar tentu lebih fake dan selalu ditunjukkanlah hal-hal yang baik-baik ketimbang sama pasangan sah sah sah di KUA atau catatan sipil. Dan perlu digaris bawahi, pacar hari ini bisa saja mantan esok hari, loh. Entah karena adanya internal flame, ditelikung saingan atau telah menyadari bahwa memiliki mantan 10 itu keren ketimbang punya 1 mantan. Ehem.

Jangan salah, ente! Nilai/ indek prestasi itu penting. Hamosok IP satu koma alhamdulillah pengen nyari beasiswa ke Amrik. Hellow…… kampusnya embahmu? Saya kasih tau ya, syarat kejaring foreign scholar-ship itu IPK minimal 3,00 dan TEOFL 600. Matih pora, we? Enggak susah, sih, walau ndak gampang jugak.

Tapi ya gitu, sewaktu mengajukan (misal) projek studi S2 nanti, samang ndak bakal menemukan tulisan macam begini di deretan jurnal penelitian kampus. Hawong yang nulis ini otaknya rada geser. Terakhir kali MRI, kira-kira 10.000 tahun lalu tepatnya sebelum negara api menyerang, volume otak saya kurang sesendok. Jadi, samang-samang yang terdaftar didaftar sebagai bagian dari caritas akademika yang berintejensia tinggi, ndak usah memeras otak (apalagi memeras jemuran) hanya untuk memahami tulisan saklek macam begini. Kan samang-samang adalah horang-horang fintar. Seharusnya sih bisa menelaah dan atau menelan maksud dari tulisan ini. Etapi, saya kasih tahu sama tempe, ya. Horang cerdas itu lebih kweren 99 derajat ketimbang horang-horang pintar. Dan, secerdas-cerdasnya manusia semacam pak tua peneliti apel yang berkorelasi dengan gaya grafitasi bumi itu, ternyata lebih kweren horang-horang yang beruntung. Beliyo berpesan:

"Imagination is more important than knowledge, for knowledge is limited to all we know and understand, while imagination embraces the entire world, and all there ever will be to know and understand.” Albert Einstein.

Oh iya saya lupa, pak tua itu tidak sekolah di kampus kita. Jadi, beliyo ndak bakal dipusingkan dengan mengafal isi MOODul ketika ujian tapi beliyo fokus pada penelitiannya, yang bila saya tambahkan, rata-rata jam tidurnya hanya 4 jam (kalok saya seperti itu, berapa ember kopi yang saya minum tiap hari, ya?). You know, lah. Prestasi di luar dunia akademik itu useless. Kecuali kalok kamu juara olympiade matematika, menang di LIPPI, dan atau kandidat summa-cumlaude sepanjang masa. Haiki mahasiswa sejati. Bukan kayak saya ini, orang-orang memperjuangkan cumlaude hakok saya masih berkutat di sisi kemelud.

Padahal, yin dan yang itu harus seimbang. Orang-orang cerdas itu perlu orang-orang bodoh untuk pembanding_dan penyeimbang. Gini contohnya. Semisal dalam satu mata rantai makanan, salah satu predator 'terputus' alias hilang, maka keseimbangan ekosistem ini bakal kalang kabut. Samang ndak usah pergi jauh-jauh. Kalo di sawah kita matiin semua hama tikus, trus ular makan apa? Kan dia makan ati dia jadinya. Apa akibatnya? Ya, si ular tadi galau terus, badan jadi kurus, lama-lama mati ditikam kesedihannya sendiri. Itu sama kasusnya dengan fungsi mahasiwa kelas krece itu tadi.

Sebagaimana pepatah Zimbabwe, "banyak jalan menuju hatimu", maka banyak pula jalan kita menuntut ilmu. Entah menjadi "pengangguran terselubung (baca: mahasiswa)" di sekolah formal ataupun menjadi pembelajar seumur hidup di sekolah kehidupan. Kita musti ingat, belajar itu dari lahir hingga masuk liang lahat. Bolehlah memakai aji-aji mumpung, mumpung kita menetap di wilayah China bagian selatan, kita tuntut ilmu sampai negara China berikut hunting pekerjaannya_yang walaupun sebagai pemeran pembantu, konco wingking atau gedibal sekalipun. Namanya juga usaha, yang penting kan halalan toyyib, berkah dan memberkahi, tut wuri handayani, jer basuki mawa bea.

Khusus yang terakhir itu, menuntut ilmu itu butuh bea/ biaya/ fee. Emang nggak ada yang free? Hawong sudah dijelaskan di paragaraf di atasnya pas ini, banyak jalan menuju hatimu kok malah mesle ke Pyong Yang. Ya wes, sana, mainan nuklir.

Lalu, bagaimana dengan panduan mengerjakan ujian sebagaimana yang dipakai dalam judul? Hehehe dipersila menuju Panduan Menghadapi Ujian Semester#2.


[Risna Okvitasari]

2015-10-16

[Octivity] Peduli Korban Bencana Asap, Mahasiswa UT di Hong Kong Galang dana

Sebagai bentuk kepedulian terhadap korban asap kebakaran hutan yang terjadi di Sematera dan Kalimantan, Indonesia, mahasiswa Universitas Terbuka di Hong Kong mengadakan galang dana di lapangan Victoria Park, Causeway Bay (4/10). Kegiatan serupa juga dilakukan oleh beberapa komunitas pekerja migran asal Indonesia (BMI) dan menujuk Perpustakaan Bintang Al Ikhlas sebagai penyalur dana yang telah terkumpul. Hasil dari galang dana ini akan disumbangkan dalam bentuk masker, bukan uang.

Menurut penanggung jawab acara, Siti Sundari, ia merasa prihatin dengan kondisi Indonesia, terutama dengan banyaknya bencana alam serta penurunan moral dan mental sember daya manusianya. Dari kegiatan itu tak sedikit ia jumpai bahwa BMI Hong Kong sukarela memberi sumbangan dan mendokan agar bencana asap ini segera diatasi oleh pemerintah. Ia tak menampik bahwa ia juga menjumpai beberapa BMI yang menolak aksi tersebut.

"Bahkan ada yang tanya… Itu bencana di mana sih, Mbak? Sejak kapan?" ucap mahasiswa semester II, fakultas ISIP, prodi Sastra Inggris Bidang Minat Penerjemah ini.

Dengan adanya kegiatan ini ia berharap dapat membantu dan meringankan beban relawan dalam menyediakan masker bagi korban, mengingat kondisi asap semakin parah.
"Semoga kegiatan ini dapat memotivasi kami, khususnya mahasiswa UTHK Non-Sipas, agar senantiasa menanamkan sikap kepedulian antar sesama, di mana pun berada," lanjutnya.

Acara yang dimulai pukul 12 siang ini berhasil mengumpulkan dana 1,010 HKD ditambah sumbangan intern dari mahasiswa sebesar 500 HKD. Acara yang dijadwalkan berlangsung setengah hari itu terpaksa dipersingkat karena Hong Kong dilanda hujan dan angin.

[Teks: Risna Okvitasari]
[Foto: Siti Sundari]








[Fiks-isme] Surat Untuk Fera Nuraini: Kapan Nikah?

doc.pri

Surat Untuk Fera Nuraini: Kapan Nikah?

Hai, kakak? Lei hou, ma? Ngo hou hou.

Kak, aku tahu surat ini tidak akan berbalas. Aku sudah siap lahir batin bahwa ini bakal menjadi semacam kegiatan nguyahi segara, yau sai hei, yau sai si kan! Aku sih udah biasa digituin, kak. Udah kebal. Imunku ini udah berada di level tahan banting to the max.

Gak usah merasa nggak enak, apalagi baper berlebihan. Bisa-bisa kamu kena serangan migren, usus buntu, gangguan kehamilan dan janin. Eman, kak. Kesehatanmu itu loh mbok dijaga. Mentang-mentang nggak ada yang ngingetin. Nih, aku lagi baik hati sekarang. Makanya ngingetin kamu. Takutnya kamu mewek-mewek trus nyari orang buat ngepuk-puk kamu. Kamu kan nggak ada yang ngepuk-puk. Lagian, belum ada bahu yang longgar buat kamu bersandar. Jangan sembarangan senderan di bahu jalan ya, kak. Itu aja pesenku.

Kak, maaf ya, bila semingguan ini kamu jadi samsak terus. Aku tuh nggak mau komentar banyak sebenarnya, kak. Aku kan nggak tau apa-apa, pokok pohonnya di mana dan cabangnya ke mana. Mending diem daripada kena skak gitu. Eh, kakak bilang agar kita-kita ini selalu speak-up. Tapi, bila kebebasan bersuara saja diberangus, aku ngomong sama siapa, kak? Ngomong sama tembok, gitu, kak?

Oh ya, aku tuh capek ngeladenin pertanyaan kakak tentang satu hal itu.
Kapan nikah?

Ih, kak Fera nggak peka! Jangankan kakak, aku aja juga pengen tahu kapan aku nikah. Masalahnya, kalo aku beneran nikah, kakak berani mbecek piroan? Gini ya, kak, aku kasih tahu. Kesendirian ini awet lantaran sudah dicampur borax dan formalin. Purnamaku sudah purna, kak. Bulanku itu pindah ke galaksi lain. Mungkin di sana dia udah ditemenin emas-emas 24K, maklum, dia kan penggiat dinar. Juga, dia itu emang mas-mas yang tertarik sama emas-emas.

Itu kan saran kakak juga bahwasanya infestasi yang tepat itu adalah infestasi emas, di mana kita membeli emas saat kita sela dan kita menjualnya ketika kita butuh, bukan hanya pake prinsip gambling aja biar berkah dan syariah. Tapi setidaknya, mengendapkan emas sekitar dua tahunan. Toh emas-emas ini juga mengalami fluktuasi iman, eh. Kakak kan mewanti-wati agar tidak tergoda om-om terutama yang ngobral infestasi nganu yang hanya mengandalkan kepercayaan. Hari gini kak, hitam di atas putih saja kadang aspal loh. Kak Fera pahamlah tentang itu.

Kakak jangan tanya terus, bulanku itu tiyang pundi? Yang jelas bukan tiyang listrik, kak. Tapi ya, gitu. Dia dan tiyang listrik itu sama-sama bikin byar pet byar pet hatiku. Dia itu orangnya tegangan tinggi kak, suka nyetrum pula. Maklum, stempelnya plat merah. Itu loh, kak, yang semboyannya habis gelap tidak terang-terang.

Kak Fera juga ngadem-ngadem aku, bahwasanya jodoh itu nggak akan kemana-mana tapi kok mampir dulu di hati yang mana-mana. Jodoh itu juga nggak akan tertukar, apalagi tertukar dengan botol kecap, paling-paling ditelikung temen, dikapling tetangga, belum keluar SIMnya, atau gagal menjadi zygote saat setelah keluar dari sarangnya. Yaaa, kan kita nggak tau kak. Jodoh itu misteri. Dikejer dari kompasiana, blogspot, facebook, path, line, whatsaap, Ktalk, instagram atau twitter, kalo nggak cucok, ya sudahlah.

Jangan dipaksain, kak. Nanti kesannya kayak poninya vokalis Kangen band itu loh. Wagu.

Aku nggak akan membangga-banggakan bulanku, kak, setidaknya di depanmu. Meski alunan Al kahfinya sungguh merdu soalnya lagunya dimirip-miripin sama suaranya syeikh Mishari AI-Afasy. Itu satu-satunya pengobat rinduku meski kepergiannya melintas mesin waktu tetap menjadi misteri hingga kini.

Udah ya, kak. Simpan pertanyaan Kapan nikah? itu untukmu sendiri. Dan siap-siap juga bila kekebalanmu meningkat seiring lamanya kegalauanmu. Udah ya, kak. Segera muf on. Lupakan mantan yang gagal jadi manten. Hapus kenangan sama orang-orang yang gagal membangun rumah (tangga) samamu. Sipil mengikuti wajib militer dan bela Negara telah menunggu. Pertiwi Memanggilmu.

Regards,
Sinna Hermanto

*Also published here.

2015-10-15

[Fiks-isme] Open Letter to Loco-Loco [FC]

Doc.pri



Open Letter to Loco-Loco



How are you, dear Loco? Alright? Hope you so.

Since you left me a photograph that day, it had been a year ago we never met again. You said that you will be back soon as possible after you finish your trip.

What peak did you mention that day? Hm ... Lantau peak? Yeah, Lantau peak. It is one of highest peak in Hong Kong after Tai Mo Shan, you said. You have chosen it because you're interest of night view of Hong Kong from the height.

As a photographer, you used light to draw and catch it up in the dark. What's then?

You sent me a mention letter from its summit to my phone. 
"You will be here someday, Ri."

I am here, now, on the top of Lantau peak without you. Where are you? I am looking for you. You had a promise with me. You have to pay it!

What? You forgot what you said?

I gave a box of Beef Serundeng, remember? You can eat them all but you have to give back my food container. No, No. The problem doesn't on the food but you. I want you back home safely.

You are liar, Loco. How do you broke my trust? You never come back till now.

Sincerely yours.
Doc.pri

Photos & text : by me.