[Nekad Blusukan] Sam Tung Uk: Hong Kong Tempo Doeloe

"Sam Tung Uk Museum, komplek perumahan tempo doeloe ala Hong Kong ini merupakan salah satu situs sejarah peninggalan masa lampau yang menggambarkan kehidupan masyarakat Hong Kong, khususnya masyarakat klan Hakka (marga Chan) yang berasal dari propinsi Guang Dong, China. ," lanjutnya.

[Nekad Blusukan] Lei Yue Mun, Eksotisme Wisata Kampung Nelayan

Orang bilang: foto-foto cantik itu biasa, foto-foto ekstrem itu barulah luar biasa.

[Nekad Blusukan] Sheung Wan: Pusat Graffiti di Hong Kong

Tai Ping Shan merupakan daerah Sheung Wan bagian atas. Area ini terkenal sebagai tujuan pecinta seni dengan aneka galeri serta barang-barang antiknya. Sehingga tak salah jika Sheung Wan menjadi salah satu pusat grafiti di Hong Kong.

[Nekad Blusukan] Plesir ke Pacitan

Pantai Teleng Ria berada di teluk Pacitan. Ini adalah salah satu pantai yang menjadi jargon tanah kelahiran presiden SBY. Tanah berumput hijau terhampar luas sebelum mencapai bibir pantai. Bunga bakung ungu menyembul di antara rerumputan itu. Ada juga segerombol pohon cemara jarum dan tunas kelapa yang mesih rendah. Wow, indah bukan buatan.

[Nekad Blusukan] Hong Kong Rasa Kanada

Sweet gum bukanlah mapel. Bentuk daunnya ada yang menjari 3, 4 dan 5. Ukurannya pun berbeda sesuai dengan musim di mana pada musim semi, daunnya lebih lebar.

2016-09-28

HUTRI 71 & BNI Remittance HK

Berikut ini adalah beberapa jepretan saya yang saya ikutkan pada lomba foto di instagram. Mengingat pola warna pada akun instagram saya cenderung hitam-putih dan vintage, maka foto-foto dengan warna ngejreng ini saya pindah di blog. Enggak menang sih, hahaha. Gapapa, yang penting sudah berani berkompetisi dan mendeskripsikan maksud fotonya. Ternyata yang dimaui panitia lebih pada foto, bukan tulisan.

Pukpukself.


Saya itu kadang-kadang merasa aneh. Tiap kali melihat yang bening-bening, kayak salah satu paskibra2016 KJRI Hong Kong ini. Pengennya fokus, fokus, dan fokus buat ngejepret kakaknya. Sama kayak saya yang kadang-kadang juga aneh ketika melihat suara/ status facebook teman-teman pekerja migran di Hong Kong yang mengalami gagal kirim atau uang hilang saat memakai jasa pengiriman non perbankan. Ada @bni46 / @BNI sebagai bank milik negara yang jelas-jelas melayani negeri, kebanggan bangsa. Masih keukeuh dengan jasa pengiriman yang keamanannya masih diragukan? #HUTRI71BNI


Luar biasa!!! Inilah salah satu keistimewaan pekerja migran di Hong Kong. Meski setiap hari disibukkan dengan urusan domestik, tapi wanita-wanita pilihan ini mengemban tugas yang tidak main-main: menjadi pasukan pengibar bendera. Keren, kan? Keren dong. Perayaan HUTRI71 makin hikmat.

Gitu juga dengan @BNI. Saya dulu mikirnya, bank itu cuman buat nyimpen duit doang. Tapi segera merapettttt ke @bni46 deh ... biar ngehitz dan update apa aja prodak-prodak bank. Malu? Takut?

Tanya saya juga boleh, loh. Misalnya tanyanya seputar status saya yang masih jomblo atau sudah punya gandengan, gitu! #eh #HUTRI71BNI


Ekspresi teman-teman saat berada di depan panggung perayaan HUTRI71 di HK, tepatnya di dekat stand/ booth @bni46. Kira-kira kenapa dua orang itu histeria gitu ya, padahal teman satunya lempeng-lempeng aja tuh mimiknya. @BNI bisa nebak?

Saya mah apa, hanya remahan rengginang di dalam blek khong guan, yang ga bisa nebak-nebak ekspresi dan isi hati. Apalagi isi dompet orang? #emaaf #HUTRI71BNI


"Saya menari di bawah pelangi dulu, ya. Hihihi"

Pelangi satu ini muncul seusai hujan pagi tadi (21/8). Eit, jangan salah. Pelangi yang satu ini bukan tercipta dari bias cahaya pada titik-titik air. Tapi dari pabrik payung. Entah daerah mana, saya tidak mengecek labelnya. Hujan tak selamanya membawa kesedihan. Memang, hujan itu satu persennya adalah air dan sembilan puluh sembilan persen sisanya adalah kenangan.
Tapi percayalah, hujan tak akan turun selamanya. Ia akan berhenti ketika masanya tiba. Ia membawa berkah bersama titik-titiknya yang jatuh dari petala raya. Surya 'kan datang, menghangatkan gigil atas turunnya suhu yang sempat tercipta. Dan senyum itu pasti merekah dengan segera.

Ada hal yang pasti di dunia ini. Perubahan adalah hal pasti. Bila jaman kakek-nenek dulu menyimpan uang di celengan kendi atau celengan jago, maka sekarang, menyimpan uang bisa dengan cara berinvestasi atau dengan prodak-prodak bank.

Satu-satunya bank yang bekerja sama untuk pembayaran biaya perbaruan paspor di Hong Kong dan bank milik negara Indonesia yang pertama kali punya mesin ATM di Hong Kong yaaa … @bni46 ini (seenggaknya hingga tulisan ini diposting). Dududu keren beud. Bahkan, gedung @BNI di Admiralty, HK, bisa dipakai untuk berbagai kegiatan loh. G R A T I S GRATIS! Syarat dan ketentuan berlaku, ya. Kepoin aja ke BNI. Kakak-kakaknya ramah, kok. Serius nggak mau ngepoin kakaknya … eh … ngepoin BNInya? #HUTRI71BNI


Becek di mana-mana. Genangan air di mana-mana. Bukti ada di foto tuh. Tapi tenang, tak ada genangan airmata di indera pernglihat saya begitu musik dangdut menggema di iven tahunana perayaan HUTRI71 di Hong Kong. Ingat dengan "Dangdut is music of  my country"? Inget, dong. Ckckck … alunan musik, suara cengkok dan goyangan biduannya tetap melenakan saya. Dilema, memang. Ya gitu, bingung milih antara antara joget atau motret.

Tapi kalau memilih tempat ngirim uang yang aman dan praktis, tentu ga usah bingung kan ya. Ada @BNI a.k.a @bni46 yang siap melayani warga negara Indonesia di HK. #HUTRI71BNI


Begini nih kesibukan stand/ booth @BNI Remmitance di lapangan rumput, Victoria Park, Hong Kong saat iven tahunan dalam memperingati HUTRI71 (21/8). Kakak-kakak ini membagikan payung, kipas, dan 'pong-pong' (ini sih apa? Hahaha). Semuanya gratis tis tis.

Bahkan, kakak itu bantu bukain payung sekaligus memayungkannya ke teman-teman pekerja migran dan pengunjung di sana. Melihat filosofi payung yang melindungi di kala hujan dan terik, cucok banget dengan cuaca di HK yang semestinya berada di puncak musim panas tetapi malah diguyur hujan (dan petir) bahkan sejak pukul 2 dini hari, fungsi bank milik negara ini tentu melindungi nasabahnya.

Untunglah, sekira pukul 11, hujan reda. Langit kembali cerah dan matahari bersinar terang seolah hujan tidak pernah tiba bebarengan dengan dibukanya panggung hiburan secara resmi oleh Konjen Chalief Akbar. Tepuk tangan makin meriah dan menggema berkat pong-pong. Bejibunnya pengunjung ditambah munculnya sang surya, pegap pun meraja. Saatnya kipas-kipas cantik pakai kipas gratis dari @BNI46.
Stttt, kata kakak-kakak di sana, kalau mau buka akun bank, bisa loh merapettt di booth. Tapi kalau mau kirim uang, tetep harus dateng langsung di BNI remmitance terdekat (kalau dari laprut vic.park, paling deket yaaa… di depannya KJRI HK ituhhh). Di sono ada mesin ATM juga kalau mau transfer. Tuh kan, dimudahkan kan kan kan?

Yawes, ini perayaan #HUTRI71BNI ala saya.


Ini salah satu teman saya, Mbak Lika.

***

2016-09-09

Dies Natalis 32 UT: Double Strike dan Sebuah Kelindan


Hai, UTers.

Sebelum membaca lebih jauh, samakan dulu frekuensi kita, ya. Biar gelombang yang kita terima juga sama. Jadi, seumpama ada kata yang kurang ndhakik-ndhakik dan tidak seformal ciri khas civitas akademika, kita bisa menerima dan menelaah dengan terbuka tulisan dari mahasiswi yang embuh ini.

Meski sudah kelewat seminggu, di Dies Natalis yang ke-32, pada empat windu membangun negeriku, saya mengucapkan terimakasih kepada UT yang telah mewadahi mimpi-mimpi anak negeri untuk melanjutkan sekolah tinggi, khususnya bagi yang mimpinya pernah tercerabut paksa karena masalah ekonomi keluarga. Tapi, kami, saya khususnya, adalah anak-anak negeri yang bermental batu, bukan bermental tahu, yang tidak mudah luruh meski jatuh. Meski domisili saya saat nulis ini masih membentang berhasta-hasta dari tanah pertiwi, mimpi itu akan tetap ada. Bila semesta merestui, mimpi itu akan menjadi nyata, pun menggurita.

Jatuh bangun meraih mimpi tidak perlu saya jabarkan. Pahit, taukkk! Tapi cukup hasilnya saja yang saya kabarkan, yang membuat senyum di bibir kedua orangtua saya. Itu sudah sangat-sangat cukup. Bahwa, meski jauh dari mereka, anaknya yang badung dan rada-rada gila ini tetap baik-baik saja berkat rapalan doa-doa yang mereka bumbungkan ke petala raya.

Dua kali berada di posisi pertama pada lomba fotografi yang diadakan Universitas Terbuka (DiesNatalis31UT dan DiesNatalis32UT) membuat saya tertegun. Double Strike. Karya orang kecil nan lumutan (lucu, imut dan menggemaskan) seperti saya ternyata sesuai dengan apa yang dimaui dewan panitia. Saya bahagia sekaligus mengkeret dibuatnya. Karena sebenarnya ... di luar sana masih banyak foto-foto bagus dan menakjubkan. Dan saya akan tetap mengucapkan terimakasih atas kesempatan dua kali berturut-turut ini. Sehingga saya tidak buru-buru gantung kamera dan terus semangat berkompetisi, di Eyeem salah satunya.

Tapi ya ... gitu. Sebagian besar sekolah di Indonesia masih menjunjung tinggi prestasi akademik dan aneka penelitian/ Karya Ilmiah di atas segala-galanya. Mahasiswa/i kelas crustacea (golongan udang-udangan ... IYKWIM hahaha) macam saya ini serupa pelengkap data. Ada tapi tiada. Null.

Bila saya sedang berada di titik nadir seperti itu, saya tidak mencari bahu untuk bersandar karena si bahu itu pergi menghindar. Saya cukup berdamai dengan segalanya. Saya percaya itu cara semesta menyeleksi. Kalah pada hakikatnya adalah cara semesta menempa. Menyerah adalah pilihan terakhir bila tenaga, jiwa, raga bahkan kemajuan teknologi tak lagi bisa sinkron. Menang adalah bonus dan pengobat atas luka jatuh bangun usaha kita. Ada sebuah kisah, pengalaman dan atau peristiwa yang saling berkelindan, yang hal itu akan kita sebut dengan puzzle kehidupan. *Jaka Sembung makan hungkue, nggak nyambung ... suka-suka guwe.

Saya juga mohon maaf belum bisa 'move on' dari status mahasiswi 'rantai karbon'. Memang sih, saya merasa iri pada teman-teman yang lulus prematur di semester VII, yang nantinya mendapat undangan menghadiri UPI (Upacara Penyerahan Ijazah) di Pondok Cabe. Pun pada teman-teman dengan IPK (Indeks Prestasi Komulatif) warbyasyah. Saya masih tercatat sebagai mahasiswa aktif di di UPBJJ 71 saja sudah syukur dan tidak terkena sapuan gelombang pending massal yang santer di sekitar saya (berdomisili saat nulis ini). Lagipula, saya mah apa, hanya remahan rengginang di dasar blek Khong Guan, yang tidak punya wewenang ilmiah untuk cawe-cawe atau menyelami masalah itu.

Ha piye maneh, saya ini tulang rusuk yang merangkap tulang punggung. Usaha, airmata, putus asa, hingga muntah darah pun cukup saya, Tuhan, dan malaikat yang tahu. Semisal hasilnya jauh dari harapan, mungkin piknik saya kurang jauh atau cairan kafein dalam tubuh saya masih mengelana dalam vena. Saya menunggu neuron berstimulasi dengan O2 yang saya hela, kemudian menyaringnya menjadi semacam dopping. Semoga saja masa tunggunya tidak sampai pada masa terdengarnya terompet sangkakala agar semangat belajar terus membara.

Untuk teman-teman yang menanyakan kapan saya lulus atau menyatakan saya sekolahnya lama dan nggak lulus-lulus, saya menjawab: semua akan eaaa-eaaa pada waktunya.

Tenang, gaes, saat ini jumlah semester saya belum sebanyak Asmaul Husna. Eh!

***

Here ... I exhibit my works. Hope you guys enjoy it. Welcome for any advice.



Mood Booster. Tseung Kwan O-HK 2016.

Menciptakan suasana belajar yang nyaman adalah salah satu cara agar materi bisa diserap sempurna. Ada milk-tea sebagai dopping kala kantuk tak mau diajak kompromi, as you know … belajar itu bawaannya ngantukkk. Kalo nggak mood kan bawaaanya ngamukkk. Hahaha.



Keep the eyes on and focus! Kennedy Town-HK, 2015.

Saat test (UAS) gini kita harus tetep fokus dan mata nggak pakek lirik-lirik _ tar juling hahaha. Percaya diri dengan kemampuan sendiri. Bila belajar telah maksimal, tuton dan tugas juga lengkap, percayalah … usaha tidak akan menghianati hasil. Bila masih gagal … bangkit lagi dan coba lagi. Kita 'kan mahasiswa/i kelas rumput teki yang tak mudah mati.



Numero Uno. Causeway Bay-HK, 2016.

Kepala UPBJJ LLN, Maximus Gorky Sembiring bersama mahasiswa UT di Hong Kong melakukan diskusi tertutup yang difasilitasi oleh PENSOSBUD KJRI HK.


Mahasiswi-mahasiswi UT di HK mengikuti karnaval. Tsim Sha Tsui-HK, 2015.

Semangat belajar agar ketika kami pulang nanti membawa nilai plus menjadi sarjana, terus kami gaungkan di seantero HK. Jumlah mahasiswa UT sekitar 250 dan di kampus lain/ program pendidikan lain sekitar 1500 adalah sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah total pekerja migran asal Indonesia di HK (sekitar 150.000). Kesadaran mencari ilmu adalah kebutuhan masing-masing. Tidak perlu propaganda dan atau dipaksa-paksa. Cukup kami tunjukkan dengan contoh nyata. 


Just say hi. Kennedy Town-HK, 2015.

Kamuh dapet calam dari kamih. Celamat belajar, eaaa. *mendadak 4L4Y* Emaaf.

Sampai jumpa.

2016-08-30

Catatan Extention of Stay di HK: Ramah, Cepat dan Gampang

Numpang Tinggal di Hong Kong sejak lebih dari satu abad yang lalu (saking lamanya), nggak afdhol kalau nggak ngerasain gimana riweuhnya terjerat dalam lingkar birokrasi. Pertama kali menjejakkan kaki di HK sebagai gedibal alias keset alias babu alias pekerja pelaksana rumah tangga, hal pertama dan utama adalah langsung bikin HKID a.k.a KTP Hong Kong.

Hari itu sudah di di penghujung musim dingin di bulan Februari. Saya masih memakai kaos lengan panjang warna merah saat melakukan perjalanan pertama naik pesawat terbang. Ya ampun, pesawat terbang, Sodarah-Sodarah! Bukan pesawat televisi. Subhanalloh …

Hari berikutnya, setelah bermalam di rumah agen di daerah North Point (jangan tanya nama agennya. Agen? Lupa tuh. Gak pernah diurus, sih. Biasa sendiri, ngapa-ngapain juga sendiri. Maklum jomblo … trus baper). Nggak ada yang spesial di sana kecuali merasakan malam-malam yang duuuingin, kruntelan bertiga dengan Waisah dan Maesaroh (teman dari satu PT), bebersih di rumah agen, sarapan Indomie goreng yang susah banget ditelan (bukan karena masalah rasa di lidah, tapi gegar rasa yang menggerayangi jiwa … hasyahhhh). Usai urusan di sana, cus deh ke Imigration tower di Wanchai naik teng-teng alias tram (video naik tram bisa dilihat di sini).

Menyaksikan dan bersentuhan langsung dengan gedung tinggi, bersih, dan antrean yang rapi, saya ya … nggumun! Maklum, wong ndeso yang tidak pernah ke mana-mana sekalinya main jauhan dikit, langsung naik pesawat terbang … ke Hong Kong pula. Alhamdulillah, ya Allah, saya bisa halan-halan di Hong Kong. Waktu itu saya masih bisu, buta, tuli dan nggak ngerti babar blas bahasa Kantonis yang kalau denger dari native sih terasa legit dan nyusss di telinga. Bedalah pas belajar di PT dulu.

Urusan HKID lancar, sorenya saya dijemput juragan. Menu paling awal berkenalan dengan lidah saya adalah oseng choisum dan sup jagung (kalengan). Enak? Blas! Hawong wes dibilang saya masih gegar rasa og. Kalau sekarang sih malah suka rasa yang light-light gitu di lidah. Kalau rasa di hati mah jangan tanya. Hambar, hambar!

Kesempatan kedua ke Imigration tower adalah satu windu berikutnya ketika saya kecopetan di pasar Causeway Bay. Soalnya pas di pasar, saya masih melakukan pembayaran. Keluar dari kerumunan pasar, tau-tau ransel saya sudah terbuka. Saya cek dompet berisi uang ratusan juta, HKID, KTP, Octopus Card dan banyak kartu isi pulsa bekas, semua raib. Total kerugian hampir satu M …eMber!

Kesempatan ketiga, dan merupakan catatan inti dari tulisan ini, adalah saat perpanjang ijin tinggal di Hong Kong. Kita paham dong ya, kalau kontrak kedua dan setrusnya itu butuh chop visa, kita perlu jutking keluar dari Hong Kong. Nah, Februari 2016 lalu, saya sudah jutking ke Guang Zhou, China, main tipis-tipis bareng juragan sekeluarga. Penak? Pikiren dewe, rek.

Pas balik ke HK via Lok Ma Chau, visa saya tidak dichop "Journey Completed" gitu. Malah dikasih lembaran perpanjangan tinggal sampai tanggal 26 Agustus 2016. Kenapa? Why? Timkai?

"Taklah, nei man kuchu. Dia akan menjelaskan. Ha yat wai …"
Antrean di belakang saya masih mengular (nggak pakai tangga apalagi pakai rumah dan tangga).

Kamis, 18 Agustus 2016, setelah dapet wejangan dari budhe Susana, saya wadul ke juragan. Besoknya saya meluncur ke kantor Imigrasi cabang Kowloon East, di Lamtin.


Selain tidak se-crowded seperti di Wanchai, di Lamtin hanya 4 station dari rumah (juragan) saya alias sekitar 20 menit dengan biaya sekitar 13 dolar PP (Hahaha, masuk budgeting masamu …). Jam 9 pagi saya sudah di sana dan kuota antrean hari itu sudah penuh. Saya pun konsultasi ke tante-tante di loket 4 lalu di lempar ke om-om di loket 7 (yang kayaknya spesialis DH a.k.a Domestic Helper).

Subhanalloh … mereka ramah. Saya terharu. Saya mendengarkan penjelasan mereka dengan hati mengembang. Saya kan babu, saya loh hanya mumpang pip*s numpang bobok numpang makan di Hong Kong. Tapi keramahan pada setiap orang yang berkunjung ke sana itu ... sama. Saya dikasih form, lembar surat buat juragan yang berisi pernyataan bahwa saya masih dipakai hingga kontrak berakhir dan lembar informasi untuk booking via phone atau website.

"Sik yingman, ma?"
"Siu-siu, lor."
"Lor …," om itu menirukah akhiran "lor" saya. "Nah, kamu pulang isi form ini trus kamu coba book di sini (sambil melingkari tulisan Aplication for Extention of Stay dan www.gov.hk.esbooking)."
"Yiukwo, cik yat book, leh? Taigoy keitim, aa?"
"Jamman, coi cou hai lingsan 2:30."

Jederrrr!!! Berarti ramai-ramai yang dibahas di grup FB itu beneran?

Kamis, 25 Agustus 2016, saya balik lagi ke kantor Imigrasi di Lamtin dengan membawa persyaratan lengkap. Yakni:
~ Form yang sudah diisi.
~ Statement letter dari juragan.
~ Kontrak kerja.
~ Paspor lama dan paspor baru.
~ HKID.
~ Hati yang memendam rindu.

Saya naik MTR kloter pertama sekitar jam 6.05 langsung ke Lamtin MTR exit B, yang bersebelahan dengan Sceneway Plaza. Ada penanda, kok. Tenang, iki Hong Kong, broh. Aja dipadakno jalur pendakian ke hatimu yang tidak ada signnya sama sekali.


Sampai sana, sudah banyak yang antre. Berdiri di jalur layang terbuka, di mana di bawahnya adalah terminal bus, rasanya panas dan ungkep. Tapi tidak sepanas ketika ketahuan pacar kamu mbribik cewek lain. Sekitar jam 7.30 pintu area imigrasi dibuka. Kami masuk dan masih antre dengan tertib. Lumayan, di sini area ber-AC. Jam 8.00 ada tiga petugas imigrasi yang mendata pengantre, mencatat nomor HKID dan diberi nomor antrean. Saya dapat nomor 74 dari total antrean 80 kuota perhari (Senin-Jumat). Kalau Sabtu, kuota antre hanya 50.



Lalu, jam 8.30 kantor dibuka dan kami antre lagi. Langsung ditangani 4 loket (loket nomor 1, 2, 3, 4). Mereka mencatat HKID dan nomor antrean kemudian ngasih jadwal jam berapa diproses. Saya dapat antrean jam 2.30-3.00 (pm). Saya pulang untuk kembali ke sana sesuai jadwal. Jadi, saya nggak perlu buang waktu nunggu di sana. Semisal saat antre tadi saya pakai HKID teman, maka saya harus membawa teman saya dan menyatakan bahwa dia antre buat saya sekaligus menunjukkan HKIDnya. Ini sah-sah saja.

Pada jadwal yang dimaksud, saya langsung ke loket 4 menyerahkan persyaratan dan lembar jadwal. Setelah kelengkapan beres, saya disuruh menunggu halo-halo via pengeras suara. Tak berapa lama, saya dipanggil om-om loket nomor 7. Lalu dijelaskanlah kalau masa paspor saya hanya sampai 26 September 2016. Otomatis imigrasi hanya memberi ijin tinggal sebulan sebelum masa paspor habis. Itulah kenapa saya hanya dikasih ijin tinggal sampai 26 Agustus 2016. Untuk memperpanjang masa tinggal, saya harus renew paspor dulu. Postingan bagaimana renew paspor di KJRI akan diposting terpisah nek ra kumat males e.

Urusan di loket 7 pun selesai. Cepat. Ramah. Saya antre di loket 19 untuk menunggu panggilan. Ini loket pembayaran sebesar HKD 190. Agak lama sih antre di sini. Beda jauh saat di dua loket sebelumnya, nunggu di sini kira-kira sejam. Untunglah ada teman sesama horang woles, Wiwindayang menemani saya sambil menikmati jajanan lebaran, oleh-oleh kakaknya yang baru jadi manten pas mudik kemarin. Kami menikmati madumongso khas Ponoro-Go. Kalau   nggak salah, Ponoro-Go itu terkenal dengan sebuta kota Reyog (Resik, Endah, hYang, Omber, Girang-Gumirang) dan masih saudara dekatnya Pokemon-Go dan Go-pro.

Jadi, buat kamu-kamu yang mengalami kasus seperti saya, kamu segera book via web atau phone di (852)28246111. Kalau waktunya mepet, langsung saja datang di kantor imigrasi terdekat. Nggak harus antre atau bermalam di Imigrasi Wanchai (kecuali kasus tertentu). Selain di Lamtin (exit B), bisa juga di Shatin, Sham Shui Po, Yuenlong, dan …… cek sendiri aja ya di www.gov.hk/esbooking .

Hamosok sudah pakai smartphone kitanya ga ikut smart? HPmu regane jutaan mik mbok gawe mbribik, Ndes?

2016-07-27

10 Hal yang Bisa Dilakukan Saat Cuti Kuliah


Buat kamu-kamu, khususnya mahasiswa/i kreativ, yang keasyikan menyandang predikat pelajar selow agar sedikit terbebas dari pertanyaan: "kapan lulus?", "kapan gawe?", dan yang bikin spaneng jejomblo ngenes, "kapan nikah?", ada baiknya kamu-kamu baca tulisan ini sampai selesai. Hawong sekrol-sekrol timeline bribikan aja kamu lakukan demi sebuah sepik, masa tips dan ide keycey badaiy ini kamu ANGGURin? Kan enak diAPELin?

Owkeh, daripada ngejayus nggak jelas, kita to jleppp poin aja, ya. Hm… hm, kira-kira apa saja sih yang bisa dilakukan buat ngisi waktu cuti kuliah? Ini nih kegiatan versi saya.

1. Mbolang, traveling, halan-halan dan atau apalah kamu menyebutnya.


Menggunung dulu biar bisa narsis dan eksis.
Saya bakal puas-puasin blusukan. Karena dunia itu nggak selebar celana kolor, nggak ada buruknya kok kita jelajah sudut-sudut asing di tanah-tanah asing. Yaaa, biar nambah teman, nambah pengetahuan, nambah pengalaman, sehingga mata dan hati kita jadi kebuka. Dari satu kegiatan ini saja, kamu dapat tiga bahan sekaligus: tulisan, foto dan video. Tinggal kamu cenderung di bagian mana. Siapa tahu bisa nambah follower, subscriber, clicker … bahkan mendapat jodoh bagi kamu, jon (jones, red).

"Tapi 'kan ngebolang juga butuh biaya. Akunya pengangguran varokah."

Aduh, vrohhh. Halan-halan nggak harus jauh ke bulan atau planet Saturnus. Main tipis-tipis di sekitar tempat tinggal kita juga wokey, kok. No excuse, yahhh.

2. Belajar 'pelajaran' baru.


Doc pri: Ijih kuat, vroh?
Saya pengen ngasah golok … ebukan, saya pengen ngasah bahasa di negerinya my Highness, my Prince Harry. Bila perlu, ngantongin skor 7 (target yang standar aja deh sesuai kemampuan).

Kan kita pernah dengar kalimat bahwa wajib belajar itu dari lahir sampai masuk liang lahat? Nggak pernah denger? Aduh, Dek. Kamu hidup di jaman apa sih? Hello …

Gini. Belajar itu tidak selamanya di bangku formal. Tapi kalau ada kesempatan mengenyam pendidikan formal, ya hayuk. Di luar sana banyak ilmu yang bisa kita serap. Iqro', bacalah! Membaca apa-apa yang tersirat dan tersurat di dunia ini. Tajamkan mata, telinga, hati, rasa, insting. Etapi, jangan menajamkan mulut ya. Kamu tanya alasannya? Udah, nurut aja, gak pakek nanya-nanya.

Lagipun, kalau kita berhenti belajar, otak kita juga ikut-ikutan berhenti. Saat mulai kuliah lagi, udah deh … malesnya ampun-ampunan. Awas-awas pikun dini.

Oh ya, kita sudah masuk Masyarakat Ekonomi Asian di Januari 2016 ini. Kalau kitanya nggak upgrade kemampuan dan atau pendidikan, jangan salahkan pekerja asing yang nongkrong di pos-pos pekerjaan berkelas di negeri sendiri lalu kitanya cuman jadi kacung, gedibal, babu atau bawahan. Apa? Nerima ing pandum? Iya, paham, kita ini manungso mung sak dherma ngelakoni. Etapi seenggaknya sudah usaha maksimal dan doa yang kenceng kan, ya. Percayalah, usaha tidak menghianati hasil. Kalau usahamu mbribik tidak berhasil, berarti itu takdir.

3. Menjadi Relawan.


Doc pri: dedicated for my besties.
Kalau aku sih suka tantangannya. Eit, jangan salah. Menjadi relawan itu kudu kaffah, harus total. Bayaran secara materi sih belum tentu. Tapi, ketika sebuah senyuman, ucapan terimakasih, nambah ilmu di lapangan, semua itu serasa terbayar tunai atas segala peluh kita. Asal … kita melakukannya secara ikhlas.

Entah itu relawan saat ada bencana alam, mengajar di pelosok, bakti sosial, dll. Ada tuh program volunteer(s) buat ditempatkan di luar negeri. Tentang bagaimana, syarat dan ketentuannya, silakan nanya-nanya di mesin pencari.

4. Mengasah kreativitas.


Belajar langsung dari fotografer dan jurnalis keycey, Arbain Rambey.
Well, kemampuan berkreasi dan berseni, itu juga perlu dipelajari. Kata si jenius "Energi sama dengan berat beda dikalikan kecepatan kuadrat", eyang Einstein;

"Beda halnya dengan pengetahuan, kreativitas itu tanpa batas." (Quote belio yang diartikan secara bebas versi saya.)

Saya kayaknya masih bakal berada di seputaran seni melukis cahaya (fotografi). Kalau pengen variasi, nambah deh ngulik video curcolan gak jelas. Tapi yang pasti, targetnya sih bikin dua video dulu: stop motion dan video dokumenter. Kalau video perjalanan atau daily life a la vlogger … hm, boleh juga.

5. Me-Time.



Doc. Pri: Ngakses apaan sih, kok ekspresinya gitu amat?

Ini adalah saatnya saya memanjakan diri. Saya bakal ngopi-ngopi cantik bareng kakak-kakak cantik, yamcha di restoran yang menyediakan halal timsum, kota-kota/ ngemall/ windows shopping atau pun meringkuk di dalam selimut ditemani mie gelas.


Lalu, dunia menjadi sempit ketika destinasi hanya terbagi menjadi dua: kamar mandi dan kamar tidur. Ahhh, betapa kangennya saya sama mas Teddy(bear), mbak Sri(gala), kak Baim (Bantal Imut) dan my beb(ek), para penghuni pulau kapuk.

6. Diet.




Doc. Pri: Tomato apple smoothie …… yummy.
Penumpukan lemak bakal jadi momok tersendiri bagi kita kan, girls? Saking takutnya, lihat cermin yang menunjukkan pipi cubby kita (loe doang aja keles), pengen tuh ngebejeg-bejeg cermin. Horornya udah ngalah-ngalahin valak. 

Secara sebagian perempuan bikin iri sekumpulan perempuan lain. Di mana, metabolisme tubuh tiap orang berbeda-beda. Ada tuh orang yang makannya kayak kena busung lapar trus masuk tempat prasmanan. Tapi segitu-gitu aja tubuhnya, nggak melar. Tapi, ada loh orang yang minum air bening (bukan air putih alias susu), langsung deh, timbangan melonjak. Bayangkan, bayangkan. Sakitnya di mana kalau air putih aja jadi lemak? Pfffftttt-able kan?


7. Olahraga.



Doc. Pri: Nunchaku, martial art.
Bebas dari tugas-tugas dosen di minggu ke-3, 5 dan 7 dan keharusan baca modul tiap hari, seenggaknya waktunya bisa kita alokasikan untuk kegiatan yang bermanfaat. Saya pilih buat olahraga saja.

Saya akan ikut kelas renang. Sebodo kulit ini tambah eksotik (ekstra gosong sithik). Udah biasa sih, 'kan hidup saya di kampung yang kalau mandinya saja nggak repot-repot nimba air, tinggal byur … langsung deh nyangkut di Bengawan Solo. Tapi biar berkelas dikit, nggak papa dong ke kolam renang. Biar mata ini ikutan seger lihat … air beninglah. Kamu pikir lihat apa? Otak ngeres kamu perlu disapu, tuh.


Selain renang, kayaknya asik tuh meditasi ala yoga. Juga masuk ke grup aerobik buat pembentukan tubuh biar depan-belakang nggak rata macam papan setrikaan gini. Apalagi ada full musik. Hmmm, ajib.


Ada juga olahraga yang asyik dilakukan bareng-bareng. Bersepeda. Tapi, pastikan dulu jalur sepedanya aman, ya. Jangan masuk jalur bus. Keselamatan diutamakan. Mentang-mentang onthel touring, kamu-kamu malah melawan arus. Kalau mau melawan, lawan tuh kebodohan yang sudah berkerak di dahi masing-masing.


Atau … belajar seni beladiri ala Bruce Lee bersama teman-teman Nunchaku? Hayuk ajalah. Tapi etapi … Ada satu olahraga yang nggak bakal saya lakukan. Apa itu? Lari. Apalagi lari dari kenyataan.


8. Main Pokemon Go.





Pokémon Go.
Iyesss. Secara di tempat saya, game online berbasis augmented reality ini sudah rilis sejak Senin (25/7) lalu. Udah bisa diunduh di playstore (bagi pengguna android), nggak perlu pakai apk lagi kayak kamu, mblo.

Latah ya main ginian, atau… biar kekinian?


Kalau saya sih buat seru-seruan aja. Hidup akan tambah seru kalau berbagi, berbagi kebahagiaan. Dan tulisan ini pun salah satu cara saya berbagi loh, berbagi kisah tentang permainan yang dulunya hanya bisa dimainkan sambil duduk manis di Nintendo. Pokemon Go mengajak kita jelajah di tempat-tempat yang dulu hanya kita anggap biasa atau sangat biasa, yang kini semua seakan menjadi bermakna dengan tujuan absurd karena hanya ingin menangkap monster atau menetaskan telur. Dan ini hanya dipahami oleh generasi menunduk, cuy.


9. Kawin.



Doc. Pri: Baper, Kak, baper.

Waiki hasyik, khususnya buat kakak-kakak yang galau dan memeti pingin kawin, terutama single-single yang NIKAHable. Tapi maaf ya, referensi saya untuk poin ke-9 ini masih minim. Soalnya di sekitar saya pada ramai dengan obrolan cicilan KPR, cicilan panci, susu bubuk, bawang, cabe, pashmina, hijab syar'i, calon mama (dan papa) mertua, atau pun tagihan-tagihan bill listrik, telefon, internet, MK, TBO yang sudah lebih heboh ketimbang hebohnya perhelatan menjadi raja dan ratu sehari di acara walimatul ursy, yang membuat jadwal menghadiri kondangan makin meningkat. Yang tabah ya, Mblo, kalau ada yang nanya: "kapan nyusul?", "datang sendiri ke kondangan?", "tahun depan giliran kamu yang nyebar undangan, ya."

Well… percaya aja ya. Nikah itu bikin kamu tambah kaya, kaya masalah salah satunya.

Kalau saya sih bakal setia dengan komitmen saya. Sudah, ya. Jangan kepo, saya tidak akan menjembreng-jembreng komitmen itu. Dikutuk kepo secara terstruktur, sistematis dan massif loh. Penak? Rumangsamu.

10. Ulangi dari nomor 1. Atau... mau nambahi?

***

2016-07-25

[Fiksisme] Dee #9: Aku, Kamu dan Pokemon Go

D

Aku, Kamu dan Pokemon Go

Dee … akhirnya game online yang setengah tahun lalu pernah kita bahas, hari ini rilis di tempatku. Ingat bahasan kita tentang futsal vs basket? Ingat bahasan kita tentang feromon vs pokemon?

Virus ngegame satu itu pun merasuk dalam nadi lalu menyebar dengan sangat cepat serupa sel-sel kanker yang mendapat asupan cokelat atau susu. Iya sih, dulu aku masih blank dengan segala kisah petualanganmu di permainan online, terutama pokemon. Yang aku paham, pokemon adalah salah satu serial filem kartun yang biasa aku pantengin tiap Minggu, yang berjajar dengan kartun lain seperti: Dragon Ball, Crayon Shinchan, Sailor Moon, Inuyasa, Sakura Card Capture, dll. Duh, Dee, jadi ketahuan deh kita lahir di dekade berapa.

Kali ini, kamu selangkah lebih dulu dalam mencicipi Pokemon Go. Tapi jangan salah, kamu donlot game ini masik pakai 'apk' kan? Aku udah di playstore loh. Tadi pagi aja, aku selalu gagal ngedonlot Pokemon Go. Kemungkinan sih semua orang pada donlot game itu via aplikasi resmi. Tapi aku sempat berpikir kalau wi-fi di rumah kurang kenceng. Maklum, sejak ganti kata sandi, wi-fi agak susah disambungkan ke netbook/ lappy. Bahkan wi-fi ikut-ikutan ulahmu yang sering 'hilang dari radar' dan harus ngeset ulang. Untungnya masih ramah di kompy atau HP.

Seharian tadi, aku hanya main sesempatnya aja, masih level cupu, nggak kayak kamu yang walaupun main tipis-tipis di alun-alun kota beberapa jam, malah sudah level 3. 

"Ada lima pokestop di alun-alun," katamu.

Di apartemen sini sempat terdeteksi sih, di club house, lantai basement. Tapi aku lihat udah mulai banyak 'bunga-bunga', yang kata temenku itu penanda stok di pokestopnya mulai habis. Masa sih bisa habis, pikirku.

Entahlah, aku belum nemu serunya main ini. Tapi yang bikin penasaran, tadi aku nyoba melakukan sa'i, berlari-lari kecil antara kamar tidur dan toilet, aku dapet Bulbasaur. Rencananya, besok aku mau main-main ke daerah MK - Prince Edward. Selesai beli barang, kayaknya aku bakal berburu Pokemon. Dari info yang tersebar acak di jejaring sosial, banyak pokestop di sana. Hiks, aku tak bisa membayangkan daerah ini bakal kayak apa. Atau … tiba-tiba populasi generasi menunduk jadi meningkat lalu menguasai planet bumi? Dan sepertinya, hal itu akan segera terjadi. Tunggu saja di sekilas berita.

"Kamu tim apa? Aku tim biru. Nanti kalo main ke sini, kita ke Gym, bareng-bareng berkelahi menguasai dunia."

Ah, Dee. Sudah kubilang aku masih level cupu. Ih, kamu. Apa itu Pokemon Go aja aku nggak paham. Iya, aku hanya ngerti kalo ini adalah game yang dulu kamu mainin di nintendo bareng Adek. Nah, sama Niantic dikembangkan dengan memadukan antara dunia game dengan dunia nyata. Apa kamu bilang? AR? Apa itu?

"Augmented Reality, realitas tambahan di HP. Sebenarnya di dunia nyata nggak ada tapi seolah-olah ada tapi dilihat dari HPmu. Kalo yang biasa aku mainin kan cuma duduk manis. Kalo yang ini, aku harus keluar rumah. Nyari pokemonnya pakai GPS. Jadi, selain ga ramah di baterai juga bikin boros di kuota internet."

Lalu kamu menjelaskan gambaran singkat tentang game ini, mulai dari Pokemon (pocket monster/ monster saku), pokestop (tempat penting), pokeball (bola yang dilempar ke pokemon lalu pokemon 'terhisap' di bola itu), gym (tempat bertanding pokemon), dan tentu saja icon Pikachu. Lalu kamu menyebutkan pembagian tim Pokemon Go ada tiga: merah, biru dan kuning. Tim paling banyak sih biru tapi hal ini bakal susah berebut Pokemon unik soalnya banyak saingannya. Lalu ada candy buat makanan pokemon biar upgrade power dan telur buat ditetaskan, yang siapa tahu itu adalah pokemon unik. Ah, belum lagi nama-nama monster yang aneh dan susah diinget. Tambah berdenyut nih kepalaku.

"Pentium dua sih, kamu."

Duh, meski aku pentium dua tapi nggak lebih dudul daripada kelakuan ngetes kesaktian anti setrum kayak kamu. Iya, kamu, orang yang nancepin testpen ke socket. Jempolnya mateng, kan? Gosong 'kan? Tapi lumayan sih bisa naik mobil gratis, mobil ambulan tapi. 

Tau nggak, Dee, aku sebenarnya bukan belum nemu serunya tapi belum nemu kamu yang ngajarin aku main. Hikz. Ntar ya, kita pasti beradu (di Gym).

**
My Pokemon Go: Day 1, level cupu

2016-07-07

Lebaran: Kampungku, Kampung yang Kekota-kotaan


Kampungku, Kampung yang Kekota-kotaan

Ini cerita tentang kampungku, sebuah kampung yang ada halamannya, halaman yang masih berupa rumput maupun halaman yang telah dibeton biar kuat dan kokoh kayak hati jomblo yang dibombandir pertanyaan wajib tiap mudik: "kapan nikah?", "gandengannya mana?", atau … "masih sendiri?". Kampungku ini bukanlah kampung di pelosok. Tetapi, ini kampung modern, sebuah kampung yang tidak ndeso, yang bisa juga disebut kampung yang kekota-kotaan. Bila kamu sempat mampir di kampungku, barangkali kamu bakal menemukan horang-horang kampungan. Ya … gimana nggak kampungan, di saat cuaca sedang hot potato-potato (panas ngenthang-ngenthang) atau pun tung-bing-bing (dingin menggigit) tetapi ada yang memakai jaket kulit dan boot setinggi lutut plus celana gemes. Kadang-kadang di punggung ada tato alami bergambar tulang ikan (bekas kerokan). Kalau beneran ketemu, tolong disapa. Itu aku. Biasalah, prinsipku 'kan: biar menderita asal memesona!

Dulu, bertahun-tahun lalu, sholat idul fitri selalu dilaksanakan di halaman yang luasnya seperti lapangan bola yang berumput. Jamaahnya selalu membludak. Berbanding terbalik dengan jamaah sholat wajib di mushola yang jaraknya hanya lima menit jalan kaki dari tanah berumput itu. Sekarang sih sholat id-nya lebih tersebar di beberapa tempat dan tidak terkonsentrasi di tanah berumput saja. Alhamdulillah ya, sesuatu. Semua berjalan lancar berkat panitia yang sigap dan pak polisi yang siap sedia mengawal kelancaran ibadah.

Usai sholat idul fitri, kami akan antri bersalaman, halal bihalal, dengan 'Bapak dan Ibu'. 'Bapak dan Ibu' punya 'anak' buuuanyak. Makanya, negara kami sedikit terbantukan. 'Kan banyak anak banyak rejeki. Semakin banyak anak-anak yang bermigrasi, semakin banyak pula devisa yang mengalir ke kantong-kantong pendapatan non migas di dalam negeri. Kembali berbicara banyak 'anak' ini, kami perlu membuat antrian yang mengular (gak pakai tangga) demi sebuah silaturrahmi dan berjabat tangan bonus nasi kotak dan sebotol air mineral. Gini amat, yak?

Nah selanjutnya, 'pesta Hari Raya' sesunggguhnya baru akan dilaksanakan pada hari Minggu pertama di bulan Syawal. Kami bakalan memakai baju terbaik (bahkan termahal, terbranded, terkini, ter- ter- dan ter- lainnya)_tentu aku  termasuk di dalamnya, kan horang kayah. Makanannya pun angujubile banyaknya, bejibun banget macamnya. Seolah-olah, rayakan hari kemenangan ini karena esok harus kerja rodi lagi. Saking kemaruknya, ketika lambung sudah tidak muat dengan aneka kue kering dan basah, aneka minuman instan atau racikan dan beraneka menu lebaran lainnya, sisa-sisa makanan akan terbuang percuma di tong sampah, khususnya masakan bersantan yang tidak kuat melawan pengapnya cuaca terik di musim panas. Cepat basi, sih. Itu tuh, opor ayam yang sedianya diguyurkan di atas potongan ketupat … eh … lontong. Kadangkala, untuk makan 10-20 orang tapi porsi masaknya untuk kondangan orang satu RT. Puo-puo, gitu tetangga sebelah menyebutnya. Kalau dinalar, berapa piring sih lambung kita mampu menampung makanan dan minuman (plus udara)? Takut kurang, mumpung kumpul sama keluarga, mumpung ada rizki… gitu?

Sebenarnya, kampungku adalah kampung yang paling komplit di planet bumi. Mulai dari jenis makanannya, agamanya, rasnya, sukunya, bahasanya, kelakuan horang-horangnya, termasuk alat pertukaran yang biasa disebut mata uang. Semua ada. Bahkan kami bisa menciptakan percampuran-percampuran dikarenakan kebhinekaan tersebut. Banyak pula yang keminggris dan gembritish tapi pakai cengkok acha-acha are-are, pakai logat ngapak, bahkan f--k (faik) yang dipadu pisuhan janukc. Kalau kamu denger orang ngomong begitu, cubit saja. Itu aku, aku gak akan melaporkan ke polisi. Beneran.

Jangan mengira kampungku seburuk yang aku kisahkan. Itu sebenarnya kisah keburukanku saja. Banyak banget kegiatan positif yang terkonsentrasi di halaman berumput maupun halaman beton ini yang berdurasi sekian jam, seharian, dua mingguan atau kegiatan rutin lainnya. Entah itu pameran, lokakarya, yoga, pentas seni, pengajian, peragaan busana, latihan beladiri, demonstrasi, dan masih banyak lagi. Soalnya, kalau ditulis semua, sehari semalam pun belum tentu selesai.

Oh ya, kampungku itu bernama Kampung Jawa, yang terletak di taman Victoria (HK), kampung keduaku setelah tanah kelahiran. Sebuah kampung yang fenomenal, yang gaungnya sudah kedengaran bahkan ketika kakiku belum menjejak tanah asing di negeri asing ini. Kalau ditanya lebaran ini mau mudik ke kampung mana? Aku pilih mudik ke hatimu.

Tsah!
***

2016-07-06

[Fiksisme] Dee #8 : Aku Cemburu

D

Aku Cemburu 

Hai, Dee. Semalam saya mimpiin kamu. Hahaha. Pasti kamu ketawa sampek tersedak remahan rengginang. Yaa, gapapa sih. Kan DL_derita loe.

Secara gitu loh. Tiba-tiba ada WA dari kamu. Mana PP WA kamu bikin saya cemburu. Lama gak nyapa tiba-tiba pamer foto berdua. Kamu bilang dia adalah sepupu. Yakin sepupu? Atau … 'sepupu'? Lagian, hey … sejak kapan kamu hobi foto mesra sama sepupu? E cie … sepupu atau sesusu? Paha atau dada? Eh, jadi kayak pesen makan di KeeFCi. Duh, cemburu ini jadi menggebu. Tau nggak, kesayangan orang, yang kamu lakukan ke saya itu … jahat. Sooo jahad!

Lagipula, saya ini sudah jadi anak baik-baik, rajin menabung, nurut sama orangtua, gak pacaran! Tapi tiyang seperti saya malah fotonya sama tiang listrik. Kan kampret.

Tak ada tiyang asli, tiang listrik pun jadi.

Kamu katakan ke saya kalok kamu udah keren. Kalok boleh tau, sudah level berapa kerenmu? Level lokalan, tingkat kotamadya atau ibukota propinsi? Trus, trus, udah bisa buat apa, sama siapa dan ke mana aja? Berarti abis UAS nanti kita (ehem …) bisa halan-halan ke mana gitu kan, ya? Dan kayaknya, ini deh sumber mimpi itu. Saya lihat kamu melakukan sa'i, berlari-lari kecil dari jalan ini menyeberang jalan menuju ke sana dengan latar belakang lampu bangjo yang udah kedip-kedip. Tapi saya cuma lihatin kamu aja, gak pake nyapa. Toh kamu sudah mulai sehat dan dalam keadaan baik-baik saja. Masa kritismu sudah terlewati bersama saya. Tinggal masa pemulihan saja. Dan … tambah ada 'sepupu' yang bisa diajak selfie. Yaaa, saya jadi tahu diri … asudahlah. Saya paham maksudnya.

Lalu, dalam mimpi saya selanjutnya, saya melihat kamu datang ke rumah saya, menemui ibu. Duh, apa maksudnya cobak? Mau silaturahmi memohon maaf lahir batin atau menafkahi lahir batin?

Oh ya, bagaimana dengan rencana ke Spore buat ngetes jengglish (jawa-english)? Ayolah! Sekali seumur hidup kamu harus menjejakkan kaki di tanah asing, minimal satu negara. Yang low budget gapapa, backpackeran/ ngegembel gitu. Biar kebuka pandangan kita (cie kita…). Beneran, sodaraku yang pernah ke Thailand, Msia dan Spore (pas jaman kuliah) pikirannya lebih terbuka ketimbang yang baru jelajah lokalan, apalagi yang cuman diem di rumah. 

Kan tadi kamu sudah keren. Hawong dulu kamu packing ke semeru aja langsung cuzzz gitu kok. Ajak 'sepupu' yang cantik itu juga boleh. Asal mandiri, gak cengeng dan gak alay. Tolong tanyain, lipennya itu merek apa? Harganya berapa? Belinya grosiran atau ketengan? Saya kepingin.

Eh.
***