[Nekad Blusukan] Sam Tung Uk: Hong Kong Tempo Doeloe

"Sam Tung Uk Museum, komplek perumahan tempo doeloe ala Hong Kong ini merupakan salah satu situs sejarah peninggalan masa lampau yang menggambarkan kehidupan masyarakat Hong Kong, khususnya masyarakat klan Hakka (marga Chan) yang berasal dari propinsi Guang Dong, China. ," lanjutnya.

[Nekad Blusukan] Lei Yue Mun, Eksotisme Wisata Kampung Nelayan

Orang bilang: foto-foto cantik itu biasa, foto-foto ekstrem itu barulah luar biasa.

[Nekad Blusukan] Sheung Wan: Pusat Graffiti di Hong Kong

Tai Ping Shan merupakan daerah Sheung Wan bagian atas. Area ini terkenal sebagai tujuan pecinta seni dengan aneka galeri serta barang-barang antiknya. Sehingga tak salah jika Sheung Wan menjadi salah satu pusat grafiti di Hong Kong.

[Nekad Blusukan] Plesir ke Pacitan

Pantai Teleng Ria berada di teluk Pacitan. Ini adalah salah satu pantai yang menjadi jargon tanah kelahiran presiden SBY. Tanah berumput hijau terhampar luas sebelum mencapai bibir pantai. Bunga bakung ungu menyembul di antara rerumputan itu. Ada juga segerombol pohon cemara jarum dan tunas kelapa yang mesih rendah. Wow, indah bukan buatan.

[Nekad Blusukan] Hong Kong Rasa Kanada

Sweet gum bukanlah mapel. Bentuk daunnya ada yang menjari 3, 4 dan 5. Ukurannya pun berbeda sesuai dengan musim di mana pada musim semi, daunnya lebih lebar.

2019-03-10

Di Bali: Gila Bersama Majelis Lucu Indonesia

Gila Bersama Majelis Lucu Indonesia



Doc: Jimmy KVB 


Sebenarnya saya baru mendengar nama Majelis Lucu Indonesia hari ini. Iya, iya, saya nggak update. Secara saya kan pekerja keras, yang mana hidup saya seutuhnya saya dedikasikan untuk kerja kerja kerja, siapapun presidennya (apa sih ini?). FYI, kalender saya tuh semua tanggalnya berwarna hitam a.k.a tidak libur. Miapah coba? Demi nabung libur yang sewaktu-waktu saya pakai buat mudik, gitchu.

Kembali ke Majelis Lucu Indonesia, saya memang belum hafal nama mereka satu-persatu. Dan lalu saya masuk ke mesin pencari, mengeklik laman mereka. Ternyata mereka ada acara di Guest Hotel, Denpasar, hari ini, 10 Maret 2019 yang dikemas dengan highlite “Dewa Komedi Indonesia”. Cuman, dari beberapa personil itu saya kenal sama Tretan Muslim dan Rigen (tapi mereka tidak kenal saya. Kan nyesek!!! Emang loe siapa?)

Rombongan mereka mampir ke tempat saya mengais rejeki, di Kurnia Village Resto, Bali. Tidak hanya dalam rangka makan siang yang kesorean tapi juga untuk menikmati sensasi berfoto ala masyarakat Bali tempo doeloe. Nah, studio foto Kurnia Village Resto ini menyediakan aneka kostum, mulai dari kebaya jadul, kebaya brukat, kemben, kamen jadi, jarit, bahkan banyak tamu restoran yang berfoto secara berpasangan dengan konstum pernikahan.  Juga tersedia delapan set latar. Pojok menenun, melukis, topeng dan tari yang berada di ruang pertama. Di ruang kedua ada pojok pementasan wayang, dapur jadul, gudang padi dan balai malas. Sedangkan di ruang ketiga ada satu set latar sembahyang. So, cucok meong lah yau buat tamu yang butuh ngeksis di sosial media ataupun tamu yang ingin menikmati sensasi the ancient Bali. Jangan takit gerah saat sesi foto berlangsung. Studio foto plus ruang ganti full AC, Air Con bukan Angin Cendela. Paragraf ini mengandung iklan.

Nah, di sesi foto tersebut, tingkah dan tolah mereka gila banget. Mereka itu seperti terlahir jebrot langsung bikin orang ngakak. Adaaa aja yang dibecandain. Saya salut loh sama orang-orang yang punya kemampuan seperti itu, terlebih mereka yang bisa menertawakan kemalangan, kesedihan, kepahitan, dan kelemahan diri sendiri. Itulah seniman (jika boleh dibilang begitu sih). Bahkan dark joke_yang bagi sebagian orang pasti bikin gerah-kuping-gerah-hati, ternyata mampu mereka bungkus menjadi sebuah hiburan (bagi orang-orang selow sih). Karena bagi saya, karya apapun yang dibuat dari hati akan sampai ke hati penerimanya. 

Tapi monmaap, jika penyambutan fans Majelis Lucu Indonesia di Kurnia Village Resto ini tidak seheboh artis/ seniman lain, Bowo tiktok misalnya, eh! Ya maklum, tamu Kurnia Village kan sebagian besar tamu mancanegara (etdah sombong), yang walaupun banyak juga tamu lokal. Toh kehadiran rombongan Majelis Lucu Indonesia bikin studio foto Kurnia Village Resto jadi heboh dengan gema tawa yang tercipta. Pun, stand demo masak untuk chef masakan India, yang memang ditempatkan di luar dapur restoran tepatnya di dekat main resto, sempat ramai juga dengan kehadiran mereka. Menurut saya itu adalah hal wajar, pan mereka butuh foto maupun video dokumentasi untuk akun sosial mereka.

Eniwe, baswe, sabwe, kepada Majelis Lucu Indonesia, saya ucapkan terimakasih atas kedatangannya di Kurnia Village Resto, wabil khususon sudah menggemparkan studio foto KVB, yang meskipun saya datangnya telat lantaran saya baru kembali dari jam istirahat (halah... Alibi). Semoga lain waktu (harus ini mah) mampir lagi ke sini, bawa pasukan Majelis Lucu Indonesia yang lebih banyak lagi, bikin acara kecil-kecilan (gede-gedean juga boleh) semacam: open mic, stand up comedy dan atau sejenisnya di Kurnia Village Resto. Biar kita selalu bersinergi. Ya kali saya ada kesempatan belajar nulis materi yang pantas dibawakan atau malah dipentaskan. Kan gokil (woy, cita-citanya ketinggian, awas-awas kesampluk pesawat, pesawat televisi). Bosen tauk bikin konten curcolan mulu kek gini. Greget sih greget tapi kurang nendang.

Saya juga mohon maaf jika ada kekurangan. Dan bila ada kelebihan, mohon segera dikembalikan. Coz I’m only an ordinary girl, not a super girl. 

***

Note: Tulisan ini mengandung bahan-bahan berbahaya. Jauhkan dari jangkauan orang-orang tersayang.

2018-11-30

[Homey Bali] Perayaan Maulud Nabi Muhammad saw di Tanah Lot

Acara Maulud Nabi Muhammad saw di Tanah Lot 

Tanggal 24 November 2018 ini, Taman Pendidikan Alquran Al Hidayah, yang berada di desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, sekitar 10 menit dari Tanah Lot - Bali, ngadain acara peringatan maulud Nabi Muhammad saw. Sebenarnya acara dimulai setelah sholat isya, tapi santri-santri cilik yang berjumlah sekitar 117 ini sejak sore sudah ramai memenuhi TKP. Gemes aja sih ngeliat antusias mereka yang sedari sore sudah kece badai memakai baju gamis atau koko. Saya bisa dengan jelas melongok tingkah mereka karena posisi saya berada tepat di arah jam 12, dengan jarak hanya sepelemparan batu.
 
Sebagaimana kegiatan mauludan lainnya yang melibatkan TPQ_berikut pengasuhnya, acara dibuka dengan unjuk kebolehan para santri. Entah itu hafalan doa-doa, asmaul husna, bacaan sholat, bahkan ada hiburan hadroh. Khusus tim hadroh ini adalah kolaborasi usia - dari remaja hingga ABG (Angkatan Babe Gue).

Gemesin kan adik-adik santrinya? 

Sedangkan acara inti yakni tausyiyah, diisi oleh Ketua GP Ansor Tabanan sekaligus salah satu imam Masjid Kediri - Tabanan, ustadz Antoni. Dalam kesempatan itu, beliau mengajak para jamaah agar senantiasa bersyukur atas segala fasilitas yang Allah sediakan di dunia ini, semuanya untuk kemudahan terselenggaranya kehidupan manusia itu sendiri. Termasuk surga yang diciptakan sebagai apresiasi atas amal baik selama di dunia dan neraka untuk membersihkan amal buruk manusia sehingga bisa menikmati surga setelah proses "pembersihan" itu.

Meski kondisi ustadz sedang tidak fit tetapi totalitas dan profesionalisme beliau patut diacungi jempol.

Ustadz sedang bertausyiyah. 

Beberapa pernak pernik hiasan /dekorasi, terbuat dari bunga-bunga kertas yang ditancapkan pada pohon pisang, sebagiannya berisi door prize telur rebus & uang dua ribuan. Begitu acara selesai, para santri berebut hadiah itu. Lucu sekaligus geregetan dengan tingkah mereka, khas anak-anak banget.

Saya datang sudah sangat terlambat. Begitu "turun", saya balik ke mes dan melakukan "ritual", lalu ambil kamera & monopod, kemudian cuzzz ke TKP. Mendokumentasikan acara seperti ini membuat saya kembali ke masa-masa menjadi relawan... tuh kan jadi baper. Sayangnya ketika hendak membuat video hadroh, ada beberapa masalah yang membuat saya harus menunda. Insya Allah, next event, yessss.

Sebenarnya pengen bantuin be bersih sampai selesai tapi sudah telanjur kena doktrin "biar mas-mas saja yang membersihkan", ya sudah lah. Begitu pulang, saya langsung dibawain bontrot (nasi berkat), hahaha. Saya menerima tetapi saya letakkan kembali di meja agar dimakan oleh jamaah lain yang lebih membutuhkan. Biasanya, jam segitu saya usahakan tidak makan malam, takut gemuk perutnya doang ngokkk. Lagian, habis makan trus tidur itu bisa bikin asam lambung naik. Kalo besok sakit perut, kan saya sendiri yang repot. Begitu sih TEORI-nya.

Nyatanya, yang namanya rejeki, meski ditolak, bakal datang juga. Nasi berkat dari acara mauludan yang tidak saya bawa pulang, begitu sampai di halaman tempat kerja, yang kebetulan saat itu teman-teman shift malam tinggal nunggu scan sidik jari, saya malah dikasih Pak GM nasi berkat. Kata beliau, itu nasi miliknya dari acara mauludan yang tidak dimakan, beliau sudah kenyang. Busyet, dah. Nyatanya, ketika saya meninggalkan nasi saya di TKP, saya dapat nasi dari Pak GM.

BTW, saya sangat salut dengan kegiatan di TPQ tersebut.

FYI, itu bukan sekolahan atau bangunan yang bisa disebut sebuah madrasah tapi sebuah bengkel yang ketika sore/petang, "disulap" menjadi arena belajar agama. Jadi, komunitas muslim minoritas di sini masih punya "wadah" buat meningkatkan ilmu agama, khususnya anak-anak. Jangan tanya sama saya siapa pengasuhnya utamanya. Foto beliau yang sempat saya ambil pun blur. Saya hanya mengenal salah satunya, yang merupakan rekan kerja saya di sini, yang juga calon menantu dari pengasuh TPQ. Eaaakkk, fahimtiiiiii?

Tim hadroh. 

Saya merasa,  ketika bersinggungan dengan hal-hal begini, saya tidak merasa sedang merantau. Boleh saya bilang, di sinilah sebagai homey Bali.

***

2018-11-29

[Puisi] Bukan Pura-Pura Pergi


Bukan Pura-Pura Pergi 

Dari punggungmu aku mencari arti rasa yang tetiba ada 
Dari candamu aku temukan kembali hati yang tak lagi sepi 
Dari dirimu aku rasakan getar yang semakin berbinar 
Sentuh hangatmu meluruhkan segala keegoanku 

Nyatanya hanya aku sendiri dalam lingkar rasa ini 
Kau tak pernah peduli akan hadirku di sisi 
Hatiku gerimis 
Hujan pun turun di pipi 
Membuat genangan 
Sebagiannya menjadi kenangan 

(Reff :) 
Bila esuk tak kau temukanku di sini 
Bukan kupura-pura pergi agar bisa Kau cari 
Bila esuk tak kau temukanku di sini 
Berarti rasaku telah mati 

Tabanan, Tanah lot, Nov 2018 


2018-03-15

Aktivitas di Pasar Pon Ponorogo Lesu


Dia telah berjualan di Pasar Pon Ponorogo lebih dari 40 tahun, menggantikan lapak orangtuanya. Bersama istrinya, ia menjual bahan-bahan kebutuhan sehari-hari. Mulai dari sayur, bawang merah/putih, sebagian empon-empon (traditional herbs), dll. 

Pasar Pon sendiri merupakan area penting dalam babad berdirinya Ponorogo. Karena, pasar ini berada di kota lama yang mana, di area inilah pusat pemerintah berada sebelum pusat pemerintahan pindah ke kota tengah seperti saat ini. 

Pasar ini sempat dipugar dan dibangun ulang dengan wajah yang lebih segar, sekitar dua tahun lalu. Namun, pemugaran ini tidak sebanding dengan aktivitas di dalamnya. Aktivitas di Pasar Pon Ponorogo lesu. 

Hal ini dikarenakan letak Pasar Pon sangat dekat dengan pasar induk Songgolangit (Pasar Legi)_kurang lebih 2km, sehingga masyarakat lebih memilih berbelanja di sana dengan alasan harga. Terlebih jalan-jalan desa yang mulus membuat stok barang tidak perlu dibawa turun gunung oleh petani. Cukup para tengkulak / pengepul yang mengambil barang dari produsennya. Hal ini berkebalikan dengan kondisi pada jaman emas Pasar Pon di era 80-90an. 

Kelesuan ini ditambah dengan penjual sayur keliling yang memanjakan pembeli tanpa harus repot-repot berjalan jauh, cukup di depan rumah, mereka bisa mendapatkan sayur segar atau kebutuhan sehari-hari.

Ia terpaksa pasrah dengan keadaan ini karena IA sadar, inilah lika-liku pedagang, yang menurutnya selalu ada pasang surut.
***

2017-04-30

(Resep) Bolu Jadul

Doc.pri 

Bolu Jadul

Bahan :
150gr tepung terigu (segitiga biru)
1/2sdt baking powder
1sdm maizena
1bks kecil vanili
3 btr telur
125gr gula pasir
1/2sdt sp
100gr margarin
Keju part (optional, boleh diskip)

Cara buat :
- Cairkan margarin.
- Campur semua bahan kering, ayak.
- Mixer dengan kecepatan tinggi telur, gula, sp hingga tekstur putih berjejak.
- Masukkan bahan kering dengan spatula bergantian dengan margarin cair.
- Masukkan adonan dalam cetakan yg telah dioles margarin dan ditaburi tepung terigu. Taburi adonan dengan keju parut.
- Panggang dalam oven yg telah dipanaskan 180°, kurleb 30 menit.

Happy Baking.

#bolu
#bolu_jadul
#bolu_panggang
#bolu_keju

2017-02-05

Biaya e-KTP dan Akta Kelahiran TKI Sebesar Tiga Juta

Penampakan, bukan bagian dari relief Reyog Ponorogo, loh.

Saya pernah membaca sebuah postingan di sebuah grup pesbuk, bahwa biaya proses e-KTP dan akta kelahiran bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sebesar tiga juga rupiah. Saya pura-pura kaget, karena saya baru saja melengkapi surat/ dokumen diri. Yakni: e-KTP dan akta kelahiran. Dan... biayanya nggak segitu.

Edyaaan, kan? Rp 3.000.000,00 itu duit semua loh ya, nggak dicampur kertas koran atau lembar jawaban ujian. Tapi beneran, saya menemukan kasus ini, bukan tiga juta tetapi empat juta. Kasusnya terjadi sekitar 3-4 tahun lalu (ini korbannya narsumnya juga sudah agak-agak lupa tahunnya. Saya  kok jadi curigesyen, jangan-jangan dicaloin?). Pertanyaannya, apakah sekarang biayanya masih berjuta-juta? 

Hehehe, saya mahfum kalau sebagian besar temen-temen dan saya pribadi belum punya e-KTP. Soalnya kami berada di luar negeri, di luar area_kena roaming pula. Dan setahu saya, setidaknya sampai saat nulis ini (mohon dikoreksi bila ada perubahan), di Hong Kong belum ada kantor perwakilan pemerintah Indonesia yang bisa merekam dan atau mencetak e-KTP, kecuali membuat/ renew paspor.

Btw... aneh nggak sih, saya sudah segini tua gede belum punya akta kelahiran? Pasalnya, selama ini saya hanya mengandalkan ijazah S3 (SD, SMP, SMA). Makanya, sebelum menerima ijazah S7 (yang udah keduluan sama S7-nya Samsung__menyebut merek bukan promo loh ya), saya rela merepotkan diri demi kelengkapan dokumen pribadi ini.

Akhirnya, di hari Senin pagi yang cerah, utuk... utuk... utuk... saya pergi ke rumah pak RT, minta surat pengantar (bahwa saya benar-benar warga situ__ya kan siapa tahu saya telah dihapus dari data penduduk sana karena selama seribu tahun terakhir, saya meninggalkan kampung halaman). Agak siang dikit, usai bantu-bantu simbok plus brunch_etdah, diksinya Jawa-English, kelihatan kan kalo saya itu orang kampung yang kekota-kotaan walaupun aslinya malah orang kampung yang kampungan), saya ke kantor desa. Di sana, saya disarankan langsung ke kantor kecamatan untuk bikin e-KTP.

Kantor kecamatan. 

Nah, di kantor kecamatan ini, saya melengkapi beberapa persyaratan. Antara lain:

  • Fotokopi kartu keluarga, 1 lembar. 
  • KTP lama, asli_bukan kopian. (bila tidak punya KTP lama juga nggak apa-apa). 
  • Surat pengantar dari RT (yang ternyata tidak dipakai dan langsung dikembalikan kepada saya). 

Lalu, saya melakukan perekaman (begitu penyebutannya) di kantor bagian dalam.

Kantor Dukcapil Ponorogo.
Dedek-dedek ini antri ambil e-KTP

Usai dari kecamatan, saya langsung ke kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). Jangan dieaaa-eaaa. Ini mau bikin akta kelahiran_siapa tahu menjadi salah satu syarat ke KUA nanti. Saya pun melengkapi persyaratannya. Antara lain :

  • Fotokopi e-KTP kedua orangtua, masing-masing 1 lembar. 
  • Fotokopi e-KTP dua orang saksi, masing-masing 1 lembar. 
  • Fotokopi e-KTP (bagi yang udah punya), 1 lembar (berhubungan saya baru perekaman hari itu, maka saya minta barcode e-KTP saya di kantor kecamatan tempat saya bikin e-KTP tadi. Bisa bilang kepada patugasnya bahwa barcode digunakan untuk bikin akta kelahiran. Gratis). 
  • Fotokopi kartu keluarga, 1 lembar. 
  • Fotokopi akta nikah orangtua yang telah dilegalisir, 1 lembar
  • Mengisi form dari Dukcapil (berhubung surat kelahiran saya hilang, saya juga minta form pengganti surat kelahiran). 

Tidak usah tanya kenapa surat kelahiran sampai hilang. Sembrono banget kan, ya. Hahaha maklum, pikun selektiv. Kalo fisik saya pribadi sih bukan hilang tapi pura-pura hilang biar dicariin kamu, iya... kamu! Aimisyu. #eh.

Oh ya, bikin akta kelahiran langsung ke Dukcapil.
Dukcapil Ponorogo. 

Saya kasih info. Masalah beginian, di kampung kita, semua serba terbuka, gampang dan cepat (bila seluruh persyaratan dipenuhi). Kalau patugasnya melakukan pelanggaran, bisa langsung dilaporkan. Di seragam mereka ada name tag. Ada nomor aduan, nomor SMS/ WhatsApp, yang dipajang di papan pengumuman di dekat pintu masuk Dukcapil. Misal mau konsultasi, ada loket khusus, kok.

Kelihatan kan nomor WA--nya?
081 235 027 555 

Untuk e-KTP, dari perekaman menuju cetak, diperlukan waktu kurleb sebulan. Harus yang bersangkutan yang mengambil e-KTP baru dengan membawa KTP lama (bagi yang punya, bila tidak punya bisa membawa kartu pengenal lainnya, paspor, kartu pelajar, SIM, dll). Soalnya kudu nge-match-in sama sidik jari. Kan kesepuluh jari kita discan, kayak kita bikin paspor biometrik di KJRI. Sedangkan akta kelahiran, prosesnya kurleb dua minggu. Dan untuk pengambilan, bisa diwakilkan.

Ini buat ambil akta.
Untuk pembuatan e-KTP dan akta kelahiran, biayanya: G R A T I S... GRATIS. Suer. Berani deh diajak halan-halan ke Sapporo sambil guling-guling di atas penderitaan orang lain salju.

Makanya, Kak, kalo rumahnya jauh dari kantor kecamatan atau Dukcapil, lengkapi semua persyaratannya, biar nggak wira-wiri. Udah jauh, capek, butuh waktu ekstra kan?

Stttt.. Nggak punya e-KTP dan akta kelahiran nggak bisa nikah di KUA loh. Kakak mau jomblo terus? #kidding

***

2017-01-29

Kampung Saya Kampung yang Tidak Ada Halamannya

Tiny me on tiny planet. 

Jadi gini ya, saya itu sebenarnya rada nggak pede nulis memakai tema kampung halaman. Karena, pengetahuan saya akan kampung halaman saya sendiri, nggak ada seujung kuku Bima TL (loh? 🙃). Lagipula, saya ini bisa dibilang, ngeblog sak kober e_kalo kober ya ngeblog, kalo nggak kober ya nggak ngeblog. Tapi ya gitu, pecah telur di tahun 2017 ini, pada tulisan paling pertama pada minggu pertama di bulan pertama (#1minggu1cerita), saya mau ferotez kepada jajaran dewan admin. Bahwasanya, tema yang diberikan mengandung sebuah ketidakadilan.

Kenapa?

Karena saya harus mengumpulkan data-data yang tak hanya kuat tetapi juga akurat. Bahwasanya, saya harus memastikan bahwa saya punya kampung halaman dulu. Bahwasanya, saya juga harus memastikan bahwa kampung saya ada halamannya. Hal-hal njelimet seperti ini butuh penelitian yang istiqomah dan kaffah. Kata teman saya, menulis non-fiksi, terutama yang berhubungan dengan kampung halaman tidak semudah memanjangkan kisah cinta sejati, 'Cinta Fitri'. Akhirnya saya mahfum, sehingga lahir statement (halah... ðŸ™ƒ) Maha penting di paragraf paling awal, yang bergaris bawah itchuh. 

Begini, dewan admin yang terhormat. Saya perlu waktu menelaah selama 7 hari 7 malam berturut-turut, plus mandi keramas memakai 7 macam kembang yang punya 7 warna, yang telah direndam air dari 7 sumber dari 7 samudera dan 7 benua (???). Kini... saya telah memastikan bahwa saya punya kampung halaman tetapi tidak ada halamannya.

Ya gimana mau ada halamannya kalau hunian didesain secara vertikal. Tapi seru juga, sih (tuh, kan, kampung saya juga__memakai kata dan tanda__ seru)! Apalagi bisa menikmati keindahan panorama dari ketinggian di atas penderitaan orang lain. Belum pernah nyoba kan? 

Kalo belum, sini, merapettt ke mari. Saya akan menceritakannya. Hmmm... mungkin butuh waktu agak lama. Jadi, siapkan secangkir kopi_sachetan juga tak apa, plus satu blek biskuit khong guan isi rengginang. Buat apa? Buat sajen sayalah, buka buat situ! #Eh! 

Memandang kampung halaman dari ketinggian  di atas penderitaan orang lain. 

Memandang kampung halaman dari ketinggian  di atas penderitaan orang lain. 

Kemarin, tepatnya tanggal 28 Januari 2017, di kampung halaman saya yang tidak ada halamannya, ada perayaan lebaran. Bukan bagian lebaran idul fitri atau idul adha, tetapi lebaran imlek. Secara mayoritas penduduknya adalah China (ya emang di negara China, gimana sih). Tapi tau nggak... riweuhnya sudah dimulai sejak akhir Desember 2016, usai perayaan natal.

Saya? Ehmmm, ketiban sampur. Ngusek-ngusek jumbleng sampai kinclong, ngelus lantai sampai mulus, pokoknya semua-mua kudu meling-meling, deh. Ibarat kalo debu bisa ngomong, tentu dia tak akan bohong. Si debu itu kudu ijin dulu bila ingin nemplok di tiap sudut rumah. Otomatis ga dibolehin lahyau. Udah gitu, bikin makanan khas lebaran. Orang sini nyebutnya kue lobak, kue talas, kue keranjang, mata keranjang, sampai-sampai... nyetok ayam sampai 5 ekor, utuhan, bukan ekornya doang. Belum yang olahan daging kambing, bebek, babi (kan daging ini halal bagi yang menghalalkan). Hingga yang menu vegetarian. 

Jangan mikir saya yang masak semua itu, ya. Saya cuman bagian preparing dan washing. Yang masak tetep the best cooker chef of the world, my juragan jengkol a.k.a mama dan papa mertua. Resep-resep a la mama dan papa mertua juga saya share di sini, di blog ini. 

Adat lokal kalo lebaran tiba adalah makan bersama tutup tahun. Biasanya tanggal 30 bulan 12 tahun lunar, bukan 30 Desember tahun Masehi. Nah, tanggal 1 Lunar, pas lebarannya, makan bersama buka tahun. Gila nggak sih, makan dari tahun ini sampai tahun depan. Karena sudah menikah, maka acara makan tutup tahun dan buka tahun ini dilakukan di dua keluarga, dari pihak istri dan pihak suami, di mana tanggalnya menyesuaikan/ nego yang win-win solution-lah istilah di negerinya Paman Sam. Jadi, makan tutup tahun bisa dilakukan pada hari-hari sebelum tanggal 30 bulan 12 dan makan buka tahun bisa di tanggal 2 tahun baru lunar. Kenapa bukan di tanggal 3 Lunar? Kepercayaan mereka, bersilaturrahami di tanggal itu cenderung membawa percekcokan/ pertengkaran. Makanya, tanggal ini dipakai untuk sembahyang atau piknik/ outing. 

Cemilan khusus juga ada, yakni sekotak makanan manis. Tapi wadahnya berbentuk bunder, bukan kotak. Bagian dalam disekat-sekat, berisi aneka permen, manisan atau coklat. Yang bermakna (kurleb): akhir yang manis (indah), semua ngumpul. Demikian juga dengan nama menu, yang diambil dari bahan makanan yang memiliki pelafalan yang bermakna 'baik, bahagia, beruntung, sukses', gitu gitu. Misal: kuaci (anak-anak penurut), selada (beruntung), udang (bahagia hahaha), dll. 

Trus... Kalo sembahyang, bagi pemeluk agama Thao_adat/ kebiasaan mendiang simbah saya dulu, ada jam dan makanan khusus juga buat sesaji. Khusus tanggal 1 lunar, kita nggak boleh nyapu dan buang sampah. Takut nyapu rejeki dan buang keberuntungan. Kalo pemeluk Agama Katolik seperti mama dan papa mertua mah nggak ngaruh hahaha. 

Dan yang utama nih, bangun pagi nyapa orang bukan dengan "selamat pagi", tapi langsung bilang: 

Gong Xi Fa Chai atau Kung Hei Fat Choi. 

Itu kata-kata / doa keberuntungan buat lawan kawan bicara kita. Selain kalimat utama di atas, ada kalimat lain yang intinya doa yang baik-baik. Tar kita nerima angpao deh. Nah, yang nyebar angpao juga ada aturannya: khusus yang sudah menikah. Kalo masih jomblo single seperti saya, itu relatif, bukan kewajiban. Ya kan misalnya pemilik perusahaan XX tapi masih single, ya boleh aja nyebar angpao buat pekerjanya. Buang sial juga kok itu angpao. THR lah kalo bahasa kita (kita? lo doang kelesss).

Nah, masalah pakaian juga diatur, loh (soalnya saya juga habis kena komplin hahaha). Usahakan tidak memakai pakaian hitam-hitam. Kalo terpaksa hitam, ada motiv emas/ silver/ merah/ kuning. Ya kan budaya sebagian besar dari kita, hitam-hitam dipakai buat berkabung. Lagian, hitam memiliki konotasi/ nada yang hampir sama dengan kata yang bermakna ketidakberuntungan. Begonoo. 

Fiuhhh__sambil lap iler. 

Kai Nin, hou to Kai cai.
Tahun ayam, banyak ide, yes ss. 

Itu semua dari pengalaman pribadi loh ya. Dan setiap keluarga memiliki kebiasaan beda-beda. Intinya... 

Kampung saya seru, apalagi pas lebaran. Bukan melulu seru angpaonya tetapi seru capeknya. Masalahnya, kampung saya yang tidak ada halamannya itu ada di halaman berapa? #nanyatembok

*sudah diedit ulang karena postingan hilang separuh.