2014-11-30

[Curcol] Ngantuk? Cuci Muka Pakai Kopi, Dooooong.

Ngantuk? Cuci Muka Pakai Kopi, Dooooong.

Tersebutlah Bunga, bukan nama sebenarnya, hanya nama di jejaring sosial saja. Ia sahabatku sejak pindah ke daerah pucuk MTR line ungu. Kami biasa bertemu saat libur atau saat antri suttle bus ketika pergi belanja. Maklum, di daerah sini tidak ada pasar, hanya dua supermarket yang kata juragan, apa-apanya mahal banget. Jadi, kami harus belanja ke 'desa' sebelah, di Tseung Kwan O sana, yang berjarak 10 menit dari rumah.

Papasan tanpa sengaja itu terjadi lagi ketika antri suttle bus. Terka saja apa yang terjadi jika dua orang yannei cece bersua. Mereka selalunya membuat polusi suara lantaran nggedubus tanpa sela tanpa jeda. Terlebih volume maksimal dipasang pada pita suara. Seolah-olah dunia milik berdua, yang lain tidak dihiraukannya. Pun mereka suka ngakak-ngakak kalau tertawa. Dan itu pulalah yang terjadi pada diriku dan Bunga.

Tidak seperti pagi-pagi sebelumnya, kata Bunga, ia mencoba sarapan dengan menu baru. Ia sengaja menyeduh kopi instan kopi sachetan dengan alasan kurang tidur karena ada lemburan. Ah, apalagi kalau bukan ngreyen hape baru dengan nglembur video-chat semalaman. Buktinya, di tangannya kedapatan memeluk hape baru, yang katanya hape gratisan hasil kiriman dari kekasih idaman, yang tinggal di negeri sebelah, yang terpisah daratan dan lautan!

Huwaow... Mendengar kata 'hape gratisan', daku sedikit iri dan sedikit dengki. Dipikir-pikir, kok nggak ada yang kirim buatku, gitu! Walau dikasih hape sebiji pun pasti akan daku terima dengan lapang dada dengan tangan terbuka. Daku kan termasuk golongan fii sabiilillah, yang sedang berjuang di perantauan dan layak mendapat hape gratisan. Kenapa cuma TKI formal G to G saja yang disangoni hape oleh pemerintah? Lah TKI non formal ini jangan dianak tirikan dong. Ah, embuhlah, karep-karepmu.

Kembali ke Bunga, ritual ngopi pagi yang tidak biasa ini memberi efek luar biasa padanya. Maklum, ia adalah peminum kopi pemula, kopi lover amatir, yang apabila cairan kopi itu berdiam di dalam lambung, ia akan merasakan sensasi derita tiada tara. Perut menjadi mulas dan kembung disertai degup jantung yang lebih cepat dari keadaan normal. Dada pun berdebar-debar. Eh, malah dikiranya itu efek jatuh cinta. Owalah, Bunga, Bunga ...

Bunga sadar akan efek tak mengenakkan itu bakal menimpanya. Yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana mengusir kantuk yang ogak minggat dari matanya. Bahkan, ketika sedang menyeduh kopi tersebut, matanya setengah tertutup setengah terbuka. Ia mengambil sendok teh lalu mulai mengaduk kopi-gula-krimer itu menjadi larutan hitam kecoklatan. Entah karena masih kriyip-kriyip atau separuh jiwanya pergi dan bermigrasi ke hati sang kekasih, ia lupa mengontrol kecepatan adukan tangannya.

Lhadalah, biyungalah! Cairan itu muncrat sampai sudut mata kiri Bunga. Dengan sebelah mata yang masih terpicing, ia meraba-raba tisu dapur kemudian mengeringkan cairan itu dari matanya. Dan ajaib, kantuknya sirna seketika sebelum cairan kopi masuk dalam tubuhnya.

Akhirnya daku percaya bahwasanya cairan kopi itu adalah penawar kantuk, terlebih jika diperlakukan selayaknya cairan pencuci muka. Silakan dicoba.

Sinna Hermanto

0 comments:

Post a Comment