2014-09-07

[Curcol] Mendadak Salon

Mendadak Salon

Teman-teman sejawat yang sama-sama ngawula alit di Hong Kong tentu sangat mahfum bahwa menjelang hari Imlek, rumah majikan harus dielus-elus hingga kinclong. Lantai rumah harus digosok hingga putih bersih. Bila perlu direndam dengan bleach atau pemutih. Semua laci dikeluarkan isinya lalu ditata ulang biar rapi. Minyak-minyak yang menempel pada perabot dapur harus 'say: hai, goodbye' sebelum hari raya China tiba. Pokoknya semua dibersihkan kalau perlu diganti yang baru. Bahkan seluruh benda dari kaca harus nampak bling-bling sparkling.

Sama halnya dengan saya. Saya pun mengelus-elus perabot tempat kerja saya. Ceritanya, hari itu saya membersihkan dapur. Karena kurang berhati-hati, saya malah memecahkan vas beling bening milik ndoro juragan. Vas itu baru saya bersihkan yang nantinya digunakan untuk menaruh bunga segar. Begitu selesai saya cuci, vas tersebut saya taruh di lantai agar tidak tersenggol tangan atau tidak jatuh lantaran masih ada beberapa perabot lagi yang menunggu giliran dibersihkan. Ah, memang sudah nasib vas beling nan malang itu harus tersenggol kaki. Dan pranggg, pecah!

Dengan memasang wajah tanpa dosa dan menenteng vas bunga yang pecah bagian atasnya, saya pun segera laporan kepada juragan. Kalau marah ya marahlah, toh saya salah, begitu suara batin saya. Rupanya, hari itu juragan harus berangkat ngantor lebih awal di hari terakhir kerja sebelum liburan hari raya tiba. Bahkan ia berpesan bahwa ia tidak pulang makan karena ia akan menghadiri pesta bersama teman kerjanya. Karena ia buru-buru berangkat ngantor, kesalahan saya memecah vas bunga diabaikannya.

Ndilalah, ketidak beresan kerja saya hari itu belum berakhir meski pagi tadi saya telah memecahkan vas bunga. Ketika saya membuat nasi tim, saya menggosongkan panci secara permanen. Artinya, dicuci dengan apapun, digosok dengan cairan apapun, diusek-usek dengan spon apapun, gosongnya tidak bisa dihilangkan.

Barulah keesokan harinya, saya membuat laporan bahwa saya menggosongkan panci. Selain pasang wajah innocent, saya bertanya trik membersihkan panci kepada ndoro juragan. Akhirnya YBS (Yang BerSangkutan bukan SBY, catet!) ... Akhirnya YBS meminta saya menggodog air dengan panci gosong tadi agar keraknya lepas. Sayangnya cara ini tidak sukses. Malahan, saya mendapat pujian yang memesona

"Kalau nggak ada aku di rumah, jangan-jangan kamu em co ye. Lihat tuh tuh, pas kamu co ye kamu malah ta lan ye". Duh, Gusti, paringana sabar, batin saya berbisik.

Teringat wejangan eyang ketika saya akan ke Hong Kong dulu, jika ndoro marah, rayu dia dengan memasak makanan kesukaannya. Tak kurang akal, malamnya saya membuat menu kesukaannya dalam porsi yang lumayan banyak. Sambal terasi pakai teri. Biasanya sambal ini dicocol ketika dia makan mie.

Syukurlah, berkat sambal tadi amarah ndoro juragan mulai padam. Malahan, ia meminta saya menjadi tukang salon dadakan. Ilmu mandadak salon ini saya peroleh secara otodidak ketika beberapa waktu yang lalu ia meminta saya membantunya mengerjakan PR sekolah/ les hair stylishnya. Ia merekomendasikan saya untuk ikut les itu karena biayanya gratis. Sedangkan obat-obat kimia dan peralatan penunjang belajar termasuk media peraga harus beli sendiri. Bahkan ia mengatakan bahwa banyak pekerja asal Indonesia dan Filipina yang ikut les di hari Sabtu atau Minggu.

Dengan halus saya menolak ajakan itu. Selain kurang berminat, saat ini saya sedang les bahasa Kanton. Untuk membuatnya tidak kecewa karena gagal 'menghasut' saya dengan kata gratis tadi, saya hooh-hooh saja ketika ia meminta saya memasang rol pengriting rambut sekaligus menuangkan cairan 'amat sangat bau banget' itu pada kepala manekin/ kepala boneka peraga. Saat itu saya merasa enjoy melakukannya atas dasar rela serela-relanya.

Khusus hari penyiksaan yang dibungkus dalam program acara 'mendadak salon' tadi, ndoro juragan menyiarkannya secara langsung di CCTV, yang dipasang di salah satu sudut ruangan. Kepada pambaca SUARA yang budiman, saya mengimbau: agar sekiranya jangan macam-macam dengan saya. Saya ini artis, loh. Serius, saya bukan masuk kardus TV tapi masuk TV beneran. Nama TVnya ya ... CCTV itu tadi!

Demi sebuah peran kecil-kecilan 'mendadak salon' tadi, saya tidak lagi nyalon memakai kepala manekin tetapi kepala asli ndoro juragan. Padahal, tugas mbabu saya masih banyak, bekas makan malam juga masih berantakan di atas meja. Tapi demi mandat YBS, saya siap melaksanakannya dan membereskan mangkok-mangkok kotor itu setelah acara nyalon itu selesai.

Mendadak salon seri dua ternyata masih menunggu. Buktinya, seusai sarapan di hari esoknya, ndoro juragan memanggil-manggil saya. Saya kira YBS akan memberi mandat membersihkan ini itu yang kemarin terlewat dielus-elus. Saya segera menganalisa sumber suara yang ternyata bersumber dari dalam toilet. Saya segera mendatangi sumber suara.

Dengan memakai baju tidur lengkap, ndoro juragan memanfaatkan toilet yang tertutup itu sebagai tempat duduk. Saya bertanya kalau-kalau ada yang bisa saya banting, eh maksudnya, kalau-kalau ada yang bisa saya bantu. Lalu mengalunlah sabda pandita ratu.

"Ce, tolong bantu saya ngecat rambut, ya" pintanya. Owalah, tadi saya telanjur suudon.

Pesan moral yang saya petik dalam program acara spektakuler awal tahun 2013 ini adalah: cara kerja saya yang trial dan error mendekati imlek tahun ular air ternyat bisa dihapus dengan mendadak salon seri 1 dan 2. Mulai hari itu, saya merasa seperti bermetafora menjadi pekerja salon beneran. Tiba-tiba saya ingin menirukan gaya banci kaleng di Taman Lawang.

"Kemon, cyin. Eike colourin rambut yey, ya?" Eh.

0 comments:

Post a Comment