[Nekad Blusukan] Sam Tung Uk: Hong Kong Tempo Doeloe

"Sam Tung Uk Museum, komplek perumahan tempo doeloe ala Hong Kong ini merupakan salah satu situs sejarah peninggalan masa lampau yang menggambarkan kehidupan masyarakat Hong Kong, khususnya masyarakat klan Hakka (marga Chan) yang berasal dari propinsi Guang Dong, China. ," lanjutnya.

[Nekad Blusukan] Lei Yue Mun, Eksotisme Wisata Kampung Nelayan

Orang bilang: foto-foto cantik itu biasa, foto-foto ekstrem itu barulah luar biasa.

[Nekad Blusukan] Sheung Wan: Pusat Graffiti di Hong Kong

Tai Ping Shan merupakan daerah Sheung Wan bagian atas. Area ini terkenal sebagai tujuan pecinta seni dengan aneka galeri serta barang-barang antiknya. Sehingga tak salah jika Sheung Wan menjadi salah satu pusat grafiti di Hong Kong.

[Nekad Blusukan] Plesir ke Pacitan

Pantai Teleng Ria berada di teluk Pacitan. Ini adalah salah satu pantai yang menjadi jargon tanah kelahiran presiden SBY. Tanah berumput hijau terhampar luas sebelum mencapai bibir pantai. Bunga bakung ungu menyembul di antara rerumputan itu. Ada juga segerombol pohon cemara jarum dan tunas kelapa yang mesih rendah. Wow, indah bukan buatan.

[Nekad Blusukan] Hong Kong Rasa Kanada

Sweet gum bukanlah mapel. Bentuk daunnya ada yang menjari 3, 4 dan 5. Ukurannya pun berbeda sesuai dengan musim di mana pada musim semi, daunnya lebih lebar.

2014-09-17

[Fiks-isme] Bun Yan Bun Maow


Foto doc.pri


Oleh: Sinna Hermanto (44)

“Kamu ke sini sekarang, ya. Ada yang mau interview.”

“Sekarang? Boss yang kemarin kita obrolin itu ya, Bu?”

“Bukan. Boss ini lain lagi. Anak-anak shelter lagi partime, cuma kamu tok yang available, buruan ke sini, Er.”

*

Erlina bergegas ke kamar mandi, beberes diri. Ia memilih kostum dengan atasan warna kuning. Bagi orang Hongkong, kuning yang dalam bahasa Kantonis ‘wong’ memiliki pelafalan yang sama dengan membawa keberuntungan. Sebenarnya Erlina tak begitu percaya dengan klenik atau semacamnya. Tapi ia hanya bertukar peran seandainya ia berada pada posisi orang Hongkong memandang budayanya.

Terlebih, Erlima telah berpesan kepada staf agen yang mencarikannya kerja, bahwa ia hanya bersedia interview kerja merawat lansia, bukan balita. Dan kebanyakan, lansia sangat teguh dengan karakteristik budayanya. Itulah mengapa ia memilih warna kuning.

Erlina baru setahun di Hongkong. Ia kena PHK lantaran majikannya yang dulu pindah kewarganegaraan ke Kanada. Satu setengah dasawarsa kembalinya Hongkong ke China ternyata banyak membuat warga Hongkong kurang puas dengan kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah. Demo gelombang besar sering terjadi meski dalam aksi demo itu ada indikasi permainan uang.

Yang paling utama adalah sistem pendidikan. Pada masa ‘jajahan’ Inggris dulu semua sekolah di Hongkong menjadikan bahasa Inggris aktiv-pasif sebagai bahasa utama dalam belajar mengajar, kini sekolah di Hongkong membaginya menjadi sekolah ‘Inggris’ dan sekolah ‘Kantonis’. Hasilnya, sekolah ‘Kantonis’ memiliki penguasaan bahasa Inggris yang buruk ketimbang sekolah ‘Inggris’. Hal ini sangat berpengaruh dalam persaingan pencari kerja. Itu pulalah salah satu penyebab majikan Erlina memecat dengan hormat pembantunya itu.

*

Shelter milik agen terletak di lantai 3 dan 5 bangunan lawas di seberang gedung kantor. Sebuah jalan raya memisahkannya. Meski begitu, Erlina harus memutar jalan di jembatan bundar khusus pejalan kaki lantaran tidak ada lampu lalu lintas di jalan utama.

Begitu sampai di kantor agen, mata Erlina disuguhi senyum tipis oleh seorang perempuan paruh baya yang duduk di depan Vanessa, staf kantor yang menelefonnya tadi. Keduanya saling mengangguk hormat. Vanessa mengajak kedua perempuan itu duduk di sofa bludru warna biru tua di pojok kantor.

Nei sik em sik kong kwong dong wa? (2)”

“Bisa, dikit-dikit,” jawab Erlina ketika Vanessa meninggalkan keduanya karena telefon kantor berdering.
Perempuan itu memperkenalkan dirinya bernama Sally. Ia menjelaskan bahwa ia membutuhkan pembantu hanya untuk bersih-bersih rumah dan ngurus kucing sebanyak 9 ekor. Iya, 9 ekor.

“Kamu punya kamar sendiri, bukan tidur bersama kucing-kucing itu. Aku jarang pulang makan, mungkin agak repot saat anakku yang sekolah di USA pulang liburan ke Hongkong. Pokoknya jobmu urus kucing-kucing itu. Gimana?”

“E … e … Lam ha sin aa, (3)” entah ini hanya taktik Erlina atau jual mahal saja.

“Kenapa? Kamu takut kucing?”

“Enggak.”

“Aku tau kamu bakal capek ngurus banyak kucing. Gimana kalo gajimu aku bulatkan jadi 5000?” Mata Erlina sedikit terbelalak, mulutnya sedikit menganga, jantungnya sedikit berdegup lebih kencang. “Tapi dalam kontrak kerja tetap tertulis seperti undang-undang. Ini hanya kamu, aku dan agen yang tau. OK?”

*

Memasuki apartemen Sally, Erlina langsung disambut meongan kucing. Apartemen ini terdiri dari 1 kamar utama, 2 kamar kecil, 1 kamar mandi serta dapur bersih yang menyatu dengan ruang makan dan ruang tamu.

“Kucing-kucing ini tidur di ranjangnya masing-masing, ada di kamarku. Aku tak peduli gimana kamu rawat rumah ini. Anggap saja rumah sendiri. Yang penting, kalo ada apa-apa, kamu laporan atau tanya dulu ke aku. Oh ya, kamar kamar kecil yang berhadapan dengan kamarmu itu jangan kamu diutak-atik. Biar aku yang urus. Mengerti?”

Erlina mengangguk. Sesekali matanya mencuri-curi pandang pada kucing-kucing yang menatapnya. Ketika kedua matanya bersirobok, ia seperti melihat kilatan cahaya di mata kucing-kucing itu.

“Kenalin, ini Mo Mo, peranakan Turkis Anggora. Kedua matanya warnanya tidak sama, satunya kuning, satunya biru. Anak pertamanya 2, Suet Fa dan Siu Pak. Yang masih kecil ini Candy dan Ku Ku,” dua nama terakhir yang disebut Sally nampak masih lucu. Mereka berebut puting Mo Mo untuk menyusu.

“Yang ini triplet : Mori, Kara dan Nala. Nah, yang ini Tai Wong. Dia lagi sakit,” Melihat Triplet, fikiran Erlina melayang pada kucing telon peliharaannya di kampung. Benar-benar mirip dengan totol-totol tiga warna, abu-abu-kuning dan putih. Sedangkan Tai Wong mirip Garfield. Kepala Tai Wong memakai corong besar dari plastik. Kaki kanan-belakangnya diperban, jalannya agak pincang.

Lalu Sally menjelaskan bahwa kucing-kucing ini adalah binatang peliharaan suaminya. Ia dan suaminya sengaja mengadopsi kucing-kucing yang ditinggalkan atau dibuang pemiliknya dari SPCA (Society for Prefention of Cruelty to Animal). Tak jarang, binatang di SPCA banyak yang cacat karena mengalami penganiayaan. Tai Wong contohnya.

Anehnya, Sally sama sekali tak mengenalkan suaminya.

*

Hari ini Erlina sedikit bermalas-malasan lantaran Sally tak hanya tidak pulang makan tetapi tidak pulang ke rumah. Sally ada urusan bisnis di Macau. Terlebih, info BMKG-nya Hongkong mengabarkan datangnya bak ho fung gao (4) bernama Khalmaeni. Tiap bulan September, Hongkong selalu mendapatkan kiriman badai dari Filipina selayaknya Jakarta yang menerima kiriman banjir bila musim penghujan tiba.

Berita di TV juga menyatakan bahwa badai ini akan menyapu dataran Hongkong selepas jam 24 malam. Sebelum berangkat tadi, Sally berpesan agar menimbun stok logistik untuk dua hari. Kemudian memasukkan pot-pot bunga yang berada di balkon, mengikat kuat-kuat barang-barang di balkon dan melakban seluruh jendela kaca.

Saat malam semakin pekat, mendung yang memayungi tanah Bauhinia ini  mulai terlihat pekat. Gulungannya makin tebal. Lajunya makin cepat bercampur dengan titik-titik air yang semakin lama semakin deras. Hujan datang. Gelombang laut berakhir di bibir dermaga dengan buih putih. Dermaga itu nampak dari jendela kaca kamar Erlina di lantai 28. Ia mematung di sana.

Kemudian ia ingat bahwa jendela di kamar kecil yang berhadapan dengan kamarnya belum dilakban. Ia bergegas mengambil lakban dan gunting. Tai Wong dan triplet menunggu  di depan kamar kecil itu. Mo Mo, candy dan Ku Ku beriringan mengikuti langkah Erlina. Suet Fa dan Siu Pak berkelahi di bawah meja makan.

Ketika hendak membuka kamar itu, meongan ke-7 kucing-kucing itu bersahutan tiada henti. Suet fa dan Siu Pak berlarian mengelilingi kaki Erlina. Klik … Oi, kamar ini bisa dibuka? batin Erlina. Biasanya, Sally tak pernah sekalipun lupa mengunci pintu itu.

Pelan, tangan Erlina mendorong pintu. Kucing-kucing itu berebut masuk, saling mendahului. Erlina tertarik sebuah hembusan angin. Pintu tertutup kembali dengan paksa. Brakkk. Meongan berhenti.
Dalam gelap, sepasang mata nampak seperti bersinar, dua warna, toska dan emas. Mirip dengan mata Suet Fa. Hanya saja, mata ini berukuran lebih besar.

“Suet Fa … Suet Fa nurut ya. Ini aku, Erlina. Suet Fa …” tubuh Erlina gemetar.

“Whuaaarrrr … Wuarrr Wuarrr,” ribut sekali suara kucing-kucing itu. Entah seperti kucing mau kawin atau berkelahi. Erlina mencoba meraba dinding. Tangannya menemukan saklar. Klik.

Mata Erlina terbelalak manakala menemukan majikan perempuannya berada di kamar itu. Badannya berupa kucing dan kepalanya berupa manusia seukuran macan. Ia tak sendiri. Ia ditemani seekor kucing berkepala seorang lelaki dikelilingi 9 kucing-kucing kecil yang selama ini diurus Erlina. Sepasang bun yan bun maow itu menerkam Erlina.

Whuaaarrr …

*

Hari berganti, bulan berlalu, nampak seorang perempuan menikmati sarapan. Ia duduk di sofa sambil menikmati berita Selamat Pagi Hongkong. Ia begitu lahap menghabiskan makanannya itu. Sebungkus pelet kucing dan sekotak susu segar menjadi makanan favoritnya.

“Hmmm, ibu hebat. Sarapannya dihabiskan. Habis itu dimakan obatnya ya, Bu,” seorang berjubah putih mulai meracik butir wara warni.

Di luar kamar itu, tepat menempel di tembok pagar, tertulis “San King Peng Yuen(5)”.

***

1. Manusia setengah kucing
2. Kamu bisa bicara Kantonis?
3. Aku pikir dulu ya
4. Taifung nomor delapan (T8)
5. Rumah sakit jiwa

2014-09-13

[Gallery] I'm Flying Without Wings

I'm Flying Without Wings


Kamu pecinta fotografi? Penikmat karya foto? Atau sekedar hobi gila-gilaan di depan lensa? Ahay, kamu tentu tau dong salah satu karya yang rame diperbincangkan diantara temen-temen sewaktu bikin foto bareng/ hunbar gitu? Itu tuh, foto levitasi.

Ini pakai bangkupod dan timer. Masih shake tapi udah kecapekan loncat.

Apa sih levitasi? Secara gampangnya, levitasi adalah pose dari objek yang kita foto dalam keadaan melawan arah grafitasi bumi. Karya levitasi ini bukan hasil manipulasi atau olah digital.

Misal kita motret model (orang). Nah, modelnya ini terlihat seolah-olah mengambang. Tapi inget, mengambang loh bukan meloncat. Kalo meloncat namanya jump shoot dong, hehehe.

Selain levitasi, ada juga semi-levitasi. Semi-levitasi ini pada prinsipnya sama seperti levitasi. Hanya saja, modelnya tetap menginjak tanah tapi posisi badan bukan tegak lurus garis horizontal tetapi miring sekian derajad, getchuuu.

Ini nih sedikit tips membuat foto levitasi:
1. Usahakan ekspresi model terlihat natural.
2. Manfaatkan continuous shooting, trus pilih gambar yang paling pas 'melayang'nya.
3. Bila s-e-l-f-i-e sambil ngambang, manfaatkan tripod dan timer pada kamera. Bila tidak ada tripod, boleh minta tolong orang lain untuk memegang kamera (orangpod), pagarpod, sepatupod, treepod, dll.
4. Gunakan peniti/jarum pentul untuk mengurangi gelembung pada baju. Boleh menggunakan hair spray/ jell rambut agar rambut lebih rapi.
5. Teknik shootnya: pakai hi-speed dan low-angle.
6. Cari tempat yang aman dan tidak mengganggu orang lain

Berikut hasil trial dan errornya.

Ini pakai orangpod dan timer. Kangen Jogja, hiks.

Ini pakai orangpod. Sttt ... the power of shadow.

Ini pakai orangpod. Nggak mau kalah narsis dari mbak model.

Nge-lev yuk. Yeahh, finally, I'm flying without wings coz I'm LOVE-VITATION. (Risna)

Teks & photos: by me.
***

2014-09-07

[Curcol] Mendadak Salon

Mendadak Salon

Teman-teman sejawat yang sama-sama ngawula alit di Hong Kong tentu sangat mahfum bahwa menjelang hari Imlek, rumah majikan harus dielus-elus hingga kinclong. Lantai rumah harus digosok hingga putih bersih. Bila perlu direndam dengan bleach atau pemutih. Semua laci dikeluarkan isinya lalu ditata ulang biar rapi. Minyak-minyak yang menempel pada perabot dapur harus 'say: hai, goodbye' sebelum hari raya China tiba. Pokoknya semua dibersihkan kalau perlu diganti yang baru. Bahkan seluruh benda dari kaca harus nampak bling-bling sparkling.

Sama halnya dengan saya. Saya pun mengelus-elus perabot tempat kerja saya. Ceritanya, hari itu saya membersihkan dapur. Karena kurang berhati-hati, saya malah memecahkan vas beling bening milik ndoro juragan. Vas itu baru saya bersihkan yang nantinya digunakan untuk menaruh bunga segar. Begitu selesai saya cuci, vas tersebut saya taruh di lantai agar tidak tersenggol tangan atau tidak jatuh lantaran masih ada beberapa perabot lagi yang menunggu giliran dibersihkan. Ah, memang sudah nasib vas beling nan malang itu harus tersenggol kaki. Dan pranggg, pecah!

Dengan memasang wajah tanpa dosa dan menenteng vas bunga yang pecah bagian atasnya, saya pun segera laporan kepada juragan. Kalau marah ya marahlah, toh saya salah, begitu suara batin saya. Rupanya, hari itu juragan harus berangkat ngantor lebih awal di hari terakhir kerja sebelum liburan hari raya tiba. Bahkan ia berpesan bahwa ia tidak pulang makan karena ia akan menghadiri pesta bersama teman kerjanya. Karena ia buru-buru berangkat ngantor, kesalahan saya memecah vas bunga diabaikannya.

Ndilalah, ketidak beresan kerja saya hari itu belum berakhir meski pagi tadi saya telah memecahkan vas bunga. Ketika saya membuat nasi tim, saya menggosongkan panci secara permanen. Artinya, dicuci dengan apapun, digosok dengan cairan apapun, diusek-usek dengan spon apapun, gosongnya tidak bisa dihilangkan.

Barulah keesokan harinya, saya membuat laporan bahwa saya menggosongkan panci. Selain pasang wajah innocent, saya bertanya trik membersihkan panci kepada ndoro juragan. Akhirnya YBS (Yang BerSangkutan bukan SBY, catet!) ... Akhirnya YBS meminta saya menggodog air dengan panci gosong tadi agar keraknya lepas. Sayangnya cara ini tidak sukses. Malahan, saya mendapat pujian yang memesona

"Kalau nggak ada aku di rumah, jangan-jangan kamu em co ye. Lihat tuh tuh, pas kamu co ye kamu malah ta lan ye". Duh, Gusti, paringana sabar, batin saya berbisik.

Teringat wejangan eyang ketika saya akan ke Hong Kong dulu, jika ndoro marah, rayu dia dengan memasak makanan kesukaannya. Tak kurang akal, malamnya saya membuat menu kesukaannya dalam porsi yang lumayan banyak. Sambal terasi pakai teri. Biasanya sambal ini dicocol ketika dia makan mie.

Syukurlah, berkat sambal tadi amarah ndoro juragan mulai padam. Malahan, ia meminta saya menjadi tukang salon dadakan. Ilmu mandadak salon ini saya peroleh secara otodidak ketika beberapa waktu yang lalu ia meminta saya membantunya mengerjakan PR sekolah/ les hair stylishnya. Ia merekomendasikan saya untuk ikut les itu karena biayanya gratis. Sedangkan obat-obat kimia dan peralatan penunjang belajar termasuk media peraga harus beli sendiri. Bahkan ia mengatakan bahwa banyak pekerja asal Indonesia dan Filipina yang ikut les di hari Sabtu atau Minggu.

Dengan halus saya menolak ajakan itu. Selain kurang berminat, saat ini saya sedang les bahasa Kanton. Untuk membuatnya tidak kecewa karena gagal 'menghasut' saya dengan kata gratis tadi, saya hooh-hooh saja ketika ia meminta saya memasang rol pengriting rambut sekaligus menuangkan cairan 'amat sangat bau banget' itu pada kepala manekin/ kepala boneka peraga. Saat itu saya merasa enjoy melakukannya atas dasar rela serela-relanya.

Khusus hari penyiksaan yang dibungkus dalam program acara 'mendadak salon' tadi, ndoro juragan menyiarkannya secara langsung di CCTV, yang dipasang di salah satu sudut ruangan. Kepada pambaca SUARA yang budiman, saya mengimbau: agar sekiranya jangan macam-macam dengan saya. Saya ini artis, loh. Serius, saya bukan masuk kardus TV tapi masuk TV beneran. Nama TVnya ya ... CCTV itu tadi!

Demi sebuah peran kecil-kecilan 'mendadak salon' tadi, saya tidak lagi nyalon memakai kepala manekin tetapi kepala asli ndoro juragan. Padahal, tugas mbabu saya masih banyak, bekas makan malam juga masih berantakan di atas meja. Tapi demi mandat YBS, saya siap melaksanakannya dan membereskan mangkok-mangkok kotor itu setelah acara nyalon itu selesai.

Mendadak salon seri dua ternyata masih menunggu. Buktinya, seusai sarapan di hari esoknya, ndoro juragan memanggil-manggil saya. Saya kira YBS akan memberi mandat membersihkan ini itu yang kemarin terlewat dielus-elus. Saya segera menganalisa sumber suara yang ternyata bersumber dari dalam toilet. Saya segera mendatangi sumber suara.

Dengan memakai baju tidur lengkap, ndoro juragan memanfaatkan toilet yang tertutup itu sebagai tempat duduk. Saya bertanya kalau-kalau ada yang bisa saya banting, eh maksudnya, kalau-kalau ada yang bisa saya bantu. Lalu mengalunlah sabda pandita ratu.

"Ce, tolong bantu saya ngecat rambut, ya" pintanya. Owalah, tadi saya telanjur suudon.

Pesan moral yang saya petik dalam program acara spektakuler awal tahun 2013 ini adalah: cara kerja saya yang trial dan error mendekati imlek tahun ular air ternyat bisa dihapus dengan mendadak salon seri 1 dan 2. Mulai hari itu, saya merasa seperti bermetafora menjadi pekerja salon beneran. Tiba-tiba saya ingin menirukan gaya banci kaleng di Taman Lawang.

"Kemon, cyin. Eike colourin rambut yey, ya?" Eh.