[Nekad Blusukan] Sam Tung Uk: Hong Kong Tempo Doeloe

"Sam Tung Uk Museum, komplek perumahan tempo doeloe ala Hong Kong ini merupakan salah satu situs sejarah peninggalan masa lampau yang menggambarkan kehidupan masyarakat Hong Kong, khususnya masyarakat klan Hakka (marga Chan) yang berasal dari propinsi Guang Dong, China. ," lanjutnya.

[Nekad Blusukan] Lei Yue Mun, Eksotisme Wisata Kampung Nelayan

Orang bilang: foto-foto cantik itu biasa, foto-foto ekstrem itu barulah luar biasa.

[Nekad Blusukan] Sheung Wan: Pusat Graffiti di Hong Kong

Tai Ping Shan merupakan daerah Sheung Wan bagian atas. Area ini terkenal sebagai tujuan pecinta seni dengan aneka galeri serta barang-barang antiknya. Sehingga tak salah jika Sheung Wan menjadi salah satu pusat grafiti di Hong Kong.

[Nekad Blusukan] Plesir ke Pacitan

Pantai Teleng Ria berada di teluk Pacitan. Ini adalah salah satu pantai yang menjadi jargon tanah kelahiran presiden SBY. Tanah berumput hijau terhampar luas sebelum mencapai bibir pantai. Bunga bakung ungu menyembul di antara rerumputan itu. Ada juga segerombol pohon cemara jarum dan tunas kelapa yang mesih rendah. Wow, indah bukan buatan.

[Nekad Blusukan] Hong Kong Rasa Kanada

Sweet gum bukanlah mapel. Bentuk daunnya ada yang menjari 3, 4 dan 5. Ukurannya pun berbeda sesuai dengan musim di mana pada musim semi, daunnya lebih lebar.

2017-01-29

Kampung Saya Kampung yang Tidak Ada Halamannya

Tiny me on tiny planet. 

Jadi gini ya, saya itu sebenarnya rada nggak pede nulis memakai tema kampung halaman. Karena, pengetahuan saya akan kampung halaman saya sendiri, nggak ada seujung kuku Bima TL (loh? 🙃). Lagipula, saya ini bisa dibilang, ngeblog sak kober e_kalo kober ya ngeblog, kalo nggak kober ya nggak ngeblog. Tapi ya gitu, pecah telur di tahun 2017 ini, pada tulisan paling pertama pada minggu pertama di bulan pertama (#1minggu1cerita), saya mau ferotez kepada jajaran dewan admin. Bahwasanya, tema yang diberikan mengandung sebuah ketidakadilan.

Kenapa?

Karena saya harus mengumpulkan data-data yang tak hanya kuat tetapi juga akurat. Bahwasanya, saya harus memastikan bahwa saya punya kampung halaman dulu. Bahwasanya, saya juga harus memastikan bahwa kampung saya ada halamannya. Hal-hal njelimet seperti ini butuh penelitian yang istiqomah dan kaffah. Kata teman saya, menulis non-fiksi, terutama yang berhubungan dengan kampung halaman tidak semudah memanjangkan kisah cinta sejati, 'Cinta Fitri'. Akhirnya saya mahfum, sehingga lahir statement (halah... ðŸ™ƒ) Maha penting di paragraf paling awal, yang bergaris bawah itchuh. 

Begini, dewan admin yang terhormat. Saya perlu waktu menelaah selama 7 hari 7 malam berturut-turut, plus mandi keramas memakai 7 macam kembang yang punya 7 warna, yang telah direndam air dari 7 sumber dari 7 samudera dan 7 benua (???). Kini... saya telah memastikan bahwa saya punya kampung halaman tetapi tidak ada halamannya.

Ya gimana mau ada halamannya kalau hunian didesain secara vertikal. Tapi seru juga, sih (tuh, kan, kampung saya juga__memakai kata dan tanda__ seru)! Apalagi bisa menikmati keindahan panorama dari ketinggian di atas penderitaan orang lain. Belum pernah nyoba kan? 

Kalo belum, sini, merapettt ke mari. Saya akan menceritakannya. Hmmm... mungkin butuh waktu agak lama. Jadi, siapkan secangkir kopi_sachetan juga tak apa, plus satu blek biskuit khong guan isi rengginang. Buat apa? Buat sajen sayalah, buka buat situ! #Eh! 

Memandang kampung halaman dari ketinggian  di atas penderitaan orang lain. 

Memandang kampung halaman dari ketinggian  di atas penderitaan orang lain. 

Kemarin, tepatnya tanggal 28 Januari 2017, di kampung halaman saya yang tidak ada halamannya, ada perayaan lebaran. Bukan bagian lebaran idul fitri atau idul adha, tetapi lebaran imlek. Secara mayoritas penduduknya adalah China (ya emang di negara China, gimana sih). Tapi tau nggak... riweuhnya sudah dimulai sejak akhir Desember 2016, usai perayaan natal.

Saya? Ehmmm, ketiban sampur. Ngusek-ngusek jumbleng sampai kinclong, ngelus lantai sampai mulus, pokoknya semua-mua kudu meling-meling, deh. Ibarat kalo debu bisa ngomong, tentu dia tak akan bohong. Si debu itu kudu ijin dulu bila ingin nemplok di tiap sudut rumah. Otomatis ga dibolehin lahyau. Udah gitu, bikin makanan khas lebaran. Orang sini nyebutnya kue lobak, kue talas, kue keranjang, mata keranjang, sampai-sampai... nyetok ayam sampai 5 ekor, utuhan, bukan ekornya doang. Belum yang olahan daging kambing, bebek, babi (kan daging ini halal bagi yang menghalalkan). Hingga yang menu vegetarian. 

Jangan mikir saya yang masak semua itu, ya. Saya cuman bagian preparing dan washing. Yang masak tetep the best cooker chef of the world, my juragan jengkol a.k.a mama dan papa mertua. Resep-resep a la mama dan papa mertua juga saya share di sini, di blog ini. 

Adat lokal kalo lebaran tiba adalah makan bersama tutup tahun. Biasanya tanggal 30 bulan 12 tahun lunar, bukan 30 Desember tahun Masehi. Nah, tanggal 1 Lunar, pas lebarannya, makan bersama buka tahun. Gila nggak sih, makan dari tahun ini sampai tahun depan. Karena sudah menikah, maka acara makan tutup tahun dan buka tahun ini dilakukan di dua keluarga, dari pihak istri dan pihak suami, di mana tanggalnya menyesuaikan/ nego yang win-win solution-lah istilah di negerinya Paman Sam. Jadi, makan tutup tahun bisa dilakukan pada hari-hari sebelum tanggal 30 bulan 12 dan makan buka tahun bisa di tanggal 2 tahun baru lunar. Kenapa bukan di tanggal 3 Lunar? Kepercayaan mereka, bersilaturrahami di tanggal itu cenderung membawa percekcokan/ pertengkaran. Makanya, tanggal ini dipakai untuk sembahyang atau piknik/ outing. 

Cemilan khusus juga ada, yakni sekotak makanan manis. Tapi wadahnya berbentuk bunder, bukan kotak. Bagian dalam disekat-sekat, berisi aneka permen, manisan atau coklat. Yang bermakna (kurleb): akhir yang manis (indah), semua ngumpul. Demikian juga dengan nama menu, yang diambil dari bahan makanan yang memiliki pelafalan yang bermakna 'baik, bahagia, beruntung, sukses', gitu gitu. Misal: kuaci (anak-anak penurut), selada (beruntung), udang (bahagia hahaha), dll. 

Trus... Kalo sembahyang, bagi pemeluk agama Thao_adat/ kebiasaan mendiang simbah saya dulu, ada jam dan makanan khusus juga buat sesaji. Khusus tanggal 1 lunar, kita nggak boleh nyapu dan buang sampah. Takut nyapu rejeki dan buang keberuntungan. Kalo pemeluk Agama Katolik seperti mama dan papa mertua mah nggak ngaruh hahaha. 

Dan yang utama nih, bangun pagi nyapa orang bukan dengan "selamat pagi", tapi langsung bilang: 

Gong Xi Fa Chai atau Kung Hei Fat Choi. 

Itu kata-kata / doa keberuntungan buat lawan kawan bicara kita. Selain kalimat utama di atas, ada kalimat lain yang intinya doa yang baik-baik. Tar kita nerima angpao deh. Nah, yang nyebar angpao juga ada aturannya: khusus yang sudah menikah. Kalo masih jomblo single seperti saya, itu relatif, bukan kewajiban. Ya kan misalnya pemilik perusahaan XX tapi masih single, ya boleh aja nyebar angpao buat pekerjanya. Buang sial juga kok itu angpao. THR lah kalo bahasa kita (kita? lo doang kelesss).

Nah, masalah pakaian juga diatur, loh (soalnya saya juga habis kena komplin hahaha). Usahakan tidak memakai pakaian hitam-hitam. Kalo terpaksa hitam, ada motiv emas/ silver/ merah/ kuning. Ya kan budaya sebagian besar dari kita, hitam-hitam dipakai buat berkabung. Lagian, hitam memiliki konotasi/ nada yang hampir sama dengan kata yang bermakna ketidakberuntungan. Begonoo. 

Fiuhhh__sambil lap iler. 

Kai Nin, hou to Kai cai.
Tahun ayam, banyak ide, yes ss. 

Itu semua dari pengalaman pribadi loh ya. Dan setiap keluarga memiliki kebiasaan beda-beda. Intinya... 

Kampung saya seru, apalagi pas lebaran. Bukan melulu seru angpaonya tetapi seru capeknya. Masalahnya, kampung saya yang tidak ada halamannya itu ada di halaman berapa? #nanyatembok

*sudah diedit ulang karena postingan hilang separuh.