[Nekad Blusukan] Sam Tung Uk: Hong Kong Tempo Doeloe

"Sam Tung Uk Museum, komplek perumahan tempo doeloe ala Hong Kong ini merupakan salah satu situs sejarah peninggalan masa lampau yang menggambarkan kehidupan masyarakat Hong Kong, khususnya masyarakat klan Hakka (marga Chan) yang berasal dari propinsi Guang Dong, China. ," lanjutnya.

[Nekad Blusukan] Lei Yue Mun, Eksotisme Wisata Kampung Nelayan

Orang bilang: foto-foto cantik itu biasa, foto-foto ekstrem itu barulah luar biasa.

[Nekad Blusukan] Sheung Wan: Pusat Graffiti di Hong Kong

Tai Ping Shan merupakan daerah Sheung Wan bagian atas. Area ini terkenal sebagai tujuan pecinta seni dengan aneka galeri serta barang-barang antiknya. Sehingga tak salah jika Sheung Wan menjadi salah satu pusat grafiti di Hong Kong.

[Nekad Blusukan] Plesir ke Pacitan

Pantai Teleng Ria berada di teluk Pacitan. Ini adalah salah satu pantai yang menjadi jargon tanah kelahiran presiden SBY. Tanah berumput hijau terhampar luas sebelum mencapai bibir pantai. Bunga bakung ungu menyembul di antara rerumputan itu. Ada juga segerombol pohon cemara jarum dan tunas kelapa yang mesih rendah. Wow, indah bukan buatan.

[Nekad Blusukan] Hong Kong Rasa Kanada

Sweet gum bukanlah mapel. Bentuk daunnya ada yang menjari 3, 4 dan 5. Ukurannya pun berbeda sesuai dengan musim di mana pada musim semi, daunnya lebih lebar.

2015-11-28

[Fiksisme] Fikber 2: kumparan Waktu


Zzzzpppp.

Aku seperti dihisap kumparan angin. Tulang-tulangku melunak. Tubuhku melayang. Di sini hangat. Aroma melati semerbak. Berganti bunga kantil. Samar-samar terdengar tawa tergelak. Itu tawa bapak.

Bola mataku mencari sumber suara itu. Tubuhku tak bisa kukendalikan, ia melayang sesukanya. Aku berteriak. Namun, aku tercekat. Mulutku ternganga tanpa suara. Terus kupanggil suara bapak. Hening terasa.

Kali ini kumparan waktu makin cepat. Aku tak mampu merasakan apa-apa hingga seberkas cahaya menyedotku semakin kuat. Aku terlempar di rerumputan, terjatuh di bawah gubug. Aku mengaduh.

"Sukma, kamu ndak apa-apa tho, Nduk?" tangan kekar itu memapah gadis kecil berkepang dua, bajunya merah muda meski agak pudar warnanya. Gadis itu bangun. Lelaki itu mengangkat dan mendudukkannya di bibir gubuk. "Sudah Bapak bilang, habis hujan begini jalanan licin. Mbokya hati-hati. Lihat, bajumu kena lumpur."

Mataku jelas-jelas melihat anak-bapak itu sama-sama terkena lumpur. Aku ingin mendekat ke arah mereka. Namun segera kuurungkan tatkala kakiku seperti terpatri di bumi. Aku seperti arca yang tiada bisa berpindah raga, mampuku hanya menghela udara.

"Bapak, lihat tangan Sukma," suaranya parau, hendak menangis. Wajah dan bibirnya pucat, sebagian rambutnya basah. Matanya meminta belas kasihan.

Kulihat seekor lintah menempel di jempol kiri gadis kecil itu. Bentuknya menggembung, gendut, kemerahan. Darah.

"Sukma jangan takut ya, Nduk. Sini Bapak obati."

Aku terus mengamati mereka. Nampak lelaki itu merogoh saku celana hitamnya, mengambil sebungkus rokok. Ia mengambil sebatang dan memenggal sekitar satu senti. Selanjutnya, ia meremas potongan rokok itu hingga tembakau kering berjatuhan ke dalam cawan. Air kendi dituangkannya kemudian.

"Ini air sakti,"senyumnya pun mengembang. "Perhatikan, Sukma."
Iya, Bapak, aku juga memperhatikannya. Tiba-tiba sesak memenuhi rongga dada, naik hingga ke tenggorokan. Mataku panas, pedih menahan sesuatu di sana agar tak menuruni pipi-pipiku.

Lelaki itu mengaduk-ngaduk sebentar air tembakau itu dengan telunjuk kanannya. Kemudian, disiramkannya air itu tepat di jempol Sukma yang dihisap lintah. Tak menunggu lama, lintah gendut itu jatuh di rerumputan berlumpur.

Lintah gendut tadi pecah. Derah bersimbah, melahirkan bayi-bayi lintah, merah. Satu, dua, empat, delapan, enam belas, beratus-ratus, mungkin. Mereka lebih gesit, merayap sandal jepit bapak lalu naik ke betis dengan cepat seperti ulat. Permukaan tubuh bapak dipenuhi lintah. Aku sempat mendengar tangis dan jeritan Sukma. Telingaku masih merekam teriakan bapak. Dan mataku menemukan mbok Minah berdiri di ujung pematang sawah dengan tatapan dingin. Tangannya menggendong lintah sebesar labu di dadanya, mengelus-ngelus tubuhnya yang licin dan gendut berwana hitam kemerahan.

"Bapakkk, Bapakkk," teriakanku beradu dengan suara-suara dua sosok di gubuk itu. Tanganku menggapai-gapai.

Lagi, kumparan waktu menyedotku. Semua di depan mataku mengabur.

Semilir angin yang bisu, tataplah mataku biar noda tak bercela, ikatlah sukmaku
Semilir angin yang bisu, tataplah mataku biar noda tak bercela, ikatlah sukmaku
Semilir angin yang bisu, tataplah mataku biar noda tak bercela, ikatlah sukmaku[*]

*
Zzzpppp.

Aku merasakan udara hangat. Lorong ini terang. Tak ada aroma. Kelopak mawar merah bertaburan. Satu dua menempel di bibirku. Aku menjilatnya. Rasanya seperti gula-gula kapas. Manis.

Gelegak tawa bersahutan. Suara muda mudi. Aku terlempar di jajaran pohon cemara. Aku mengatur napas, mencari-cari di mana aku berada. Seorang perempuan muda seusiaku mendekat. Aku kerjap-kerjapkan mata. Aku didatangi diriku sendiri. Kebaya kutu baru warna putih polos begitu pas di badannya. Tubuhnya padat. Ia tersenyum. Bibirnya merekah, terlihat gigi-giginya serupa biji mentimun, rapi. Aku membalas senyuman itu dan bersiap-siap untuk bertanya. Agak tergesa, tubuhnya menabrak tubuhku. Dan hey, ia menembusku.

Tiba-tiba langkah terhenti tepat tiga langkah di depanku. Ia membelakangiku. Sanggulnya berhias tusuk konde, sepertinya terbuat dari kuningan. Ada ukiran bunga di sana.

Kuikuti arah pandangnya. Dua muda mudi berdiri di ujung jajaran cemara. Itu bapak. Satunya lagi mbok Minah. Mereka seusiaku.

"Weton kita ndak cocok, Minah. Arah rumah kita juga, kalo ditarik garis lurus, arahnya ke barat laut. Kedua orang tua kita bilang ndak elok. Nanti bisa menarik bala." Kalimat itu terdengar dengan jelas
dari tempatku berdiri.

Bapak meninggalkan perempuan itu. Mendung jatuh di kedua wajah muda-mudi itu. Seketika dedaun cemara berubah kecoklatan, berjatuhan. Cemara meranggas.

Diujung sana terdengar isak. Di kedua matanya tumpah airmata berwarna merah, darah, deras, makin mengucur serupa air bah, mengejar bapak yang menjauh darinya. Aku ingin menjauh dari air itu. Namun, kakiku kembali terpaku.

Perempuan yang wajahnya mirip aku segera menyongsong bapak, menggandeng tangannya erat. Air mata merah darah menerjang, menggulung keduanya hingga aku ikut terseret ke dalamnya.

Semilir angin yang bisu, tataplah mataku biar noda tak bercela, ikatlah sukmaku
Semilir angin yang bisu, tataplah mataku biar noda tak bercela, ikatlah sukmaku
Semilir angin yang bisu, tataplah mataku biar noda tak bercela, ikatlah sukmaku[*]


*

Zzzppp.

Hitam. Gelap. Hangat. Aku memeluk tubuhku sendiri, menghalau kelam yang mencekam.

Aku meraba-raba udara. Null. Mataku mencari-cari cahaya. Ah, di sana, kecil sekali. Aku bergegas. Cahaya itu membesar seperti obor,melayang sepertiku dan lalu menggerakkanku mengikutinya.

Nampak kepala-kepala tanpa raga. Rupa-rupa seringainya. Kami bertabrakan, saling terpental. Lalu bertabrakan lagi dengan tubuh-tubuh lainnya yang tanpa kepala. Aroma anyir menguar bercampur bau busuk. Bulu kuduku meremang.

Cahaya serupa obor itu bertambah satu, bertambah satu lagi, bertambah lagi hingga gelap malam menjadi benderang. Teriakan penduduk bersahutan. Tangan mereka mengepal, tangan lainnya mengangkat obor tinggi-tinggi.

Suara kentongan dipukul dua ketuk, bersahutan. Penanda sedang ada pencurian di desa itu. Mereka berhenti di depan pagar bambu bercat putih. Rumah Kades Sadikin. Awasku memerhatikan mereka.

Lelaki tambun itu keluar. Ia bersarung kotak-kotak dan kaos oblong hijau. Keramaian hilang keriuhannya. Hanya suara jangkrik yang lantang menantang cahaya obor itu.

Benar, seseorang melaporkan bahwa Temon, kucing kampung berambut hitam, telah hilang. Bulan lalu si Heli, anjing Labrador hitam, juga tiba-iba menghilang. Beberapa waktu sebelumnya, 3 ekor ayam kampong hilang, semua berwarna hitam, berturut-turut tiga purnama.

"Mungkin hewan peliharaan kalian itu kabur. Nanti juga kembali lagi."

"Yang jadi masalah adalah kenapa semua yang berwarna hitam, Pak Kades?"

"Iya, Pak Kades. Semua itu terjadi sejak kebakaran di rumah Pak Danang."

"Baiklah, besok pagi kita kumpul di halaman kantor desa."

Suara keributan itu pelan-pelan menghilang. Satu persatu obor pun padam.

Semilir angin yang bisu, tataplah mataku biar noda tak bercela, ikatlah sukmaku
Semilir angin yang bisu, tataplah mataku biar noda tak bercela, ikatlah sukmaku
Semilir angin yang bisu, tataplah mataku biar noda tak bercela, ikatlah sukmaku[*]


*

Zzzzpppp.

Kembali aku diselimuti gelap. Lebih pekat. Dingin menusuk. Aku terduduk, meringkuk. Sungguh, aku tak kuat menahan hawa seperti ini. Aku biarkan udara menerbangkanku ke mana ia mau. Aku lelah.

Sebuah tangan menarik lenganku. Tangan itu terasa kekar. Kasar. Aku tak mampu melihat wajahnya dalam gulita. Dalam hitungan detik, lorong ini benderang. Entah ini cahaya apa.

Wajah itu nampak asing. Ada aroma akar dan rempah menyeruak, berganti dengan wewangian bunga, beraneka. Ia menatap ke depan, terus menarikku tanpa satu pun kata terucap.

"Jangan menoleh,"ucapnya ketika di hatiku terbersit keinginan menengok lorong di belakangku. Bersamaan dengan itu, wajahku telanjut menoleh. Tangan sosok itu tiba-tiba berubah transparan dan hilang dalam kabut hitam.

Zzzzppp

*

“Semilir angin yang bisu, tataplah mataku biar noda tak bercela, ikatlah sukmaku
Semilir angin yang bisu, tataplah mataku biar noda tak bercela, ikatlah sukmaku
Semilir angin yang bisu, tataplah mataku biar noda tak bercela, ikatlah sukmaku[*]”

Tubuhku seperti digoyang-goyangkan seseorang. Pelan, mataku mulai terbuka.

“Bangun, Nak. Kamu sering mengigau. Bangun.”

Mataku menemukan wajah sepertiku, tepat di depan hidungku.


***
[*]

2015-11-22

[Fiksisme] Dear Mahasiswa UGM di Hong Kong: Semua Akan Cie-Cie Pada Waktunya

Dear Mahasiswa UGM di Hong Kong: Semua Akan Cie-Cie Pada Waktunya


Hai, kakak-kakak mahasiswa UGM (Usia Gawat menikah). 

Kabar baikkah di sana? Semoga tetap istiqomah menjadi pejuang fii sabilillah, ya. Selalu menggunakan mata untuk mengamati, telinga untuk mendengar, tangan untuk mencatat, dan hati untuk menahan godaan om-om genit, mas-mas ganjen dan dedek-dedek labil. Kakak-kakak akan senantiasa menghadapi sterotip jomblo penyebab jalanan macet gara-gara senderan di bahu jalan. Tapi ndak usah khawatir, toh sebentar lagi kakak akan senderan di bahu kendaraan yang bisa mengantar kakak ke mana kakak mau. Entah ke sudut metropolis, ke puncak gunung, ke pantai kemudian ngambang lalu lari ke hutan #melawanasap. Oh iya, jangan lupa pecahkan saja gelasnya, biar ramai.

Sepertinya ada sebuah benda milik anak teknik yang kakak butuhkan. Obeng. Iya, obeng. Itu untuk membuka hati kakak yang karatan gara-gara kakak terlalu lama menutup hati. Pemilik password yang kakak percayai dulu telah hilang ditelan jaman. Sebentar, jangan baper dulu, kak. Hati kakak emang karatan tapi 24 karat, loh. Kilaunya itu menggoda, menggoda mas-mas yang bisa ngasih emas-emas. #eaaa.

Haaa? Diintipin Mas-mas yang bisa ngasih emas via CCTV.

Bila kakak telah selesai menjalankan peran sebagai mahasiswa UGM di Hong Kong dan kakak kembali ke kampung halaman, mungkin kakak akan kangen ngemie genthong, kangen suasana 'di dalam ujian, di luar prasamanan', kangan ngopi-ngopi di warung Pasific sambil ngecengin orang yang antri toilet. Bahkan, mungkin kakak akan kangen ngitungin papa-papa prenagen yang lewat di gate MTR sambil menggendong bayi di dada dan tangan kiri menggandeng cecenya.

Nggak usah iri, dengki, hasut, fitnah, apalagi menebarkan hate speech hanya karena berstatus mahasiswa UGM tadi. Nggak usah jiper sama dedek-dedek gemesh, pasti mas-mas mapan lebih memilih kakak yang lebih gemeshin. Percayalah, meski dedek-dedek itu mempesona tapi mahasiswa 'UGM' itu lebih menggoda.

Masih inget materi ilmu komunikasi? Beughhh, gimana lupa. Itu kan salah satu senjata kakak dalam melawan sterotip ituKan anak komunikasi itu dambaan anak mertua. Bayangkan aja, bila dalam suatu hubungan ndak ada komunikasi verbal atau non verbal di dalamnya, alamat gugur bunga. Kakak bisa 'mempengaruhi' mertua (dan anaknya) dengan Komunikasi Persuasif. Ya, gimana lagi, cinta itu tak ada Logika. Kakak jadi ngerti bagaimana metode yang pas saat berKomunikasi Antar Pribadi terutama saat menjalin Humas (Hubungan Sama Mas-Mas).

Kakak bakal menjadi pengatur keluarga kecil dengan baik sesuai Asas-Asas Manajemen. Apalagi ditopang Ilmu Ekonomi yang sempurnaKakak akan tetap santun dan berEtika dalam Komuniksi sehingga mampu mengAnalisis kemungkinan-kemungkinan di bidang berbagai termasuk Politik, Sossial Budaya, Bisnis, Inovasi, Pemasaran, Produksi Media, dll. Percayalah, kak, kakak bakal sangat peka dengan aneka stimulasi berkat secercah ilmu sosiologi. Kepo sedikit ndak apa-apa. Kan ada teknik mengupas informasi agar mendapatkan fakta aktual dari narasumber tanpa mengindahkan norma-norma.


UGM kece.

Tak apalah bila kemarin 
kakak berstatus mahasiswa (lauk) tempe a.k.a pasukan nasi bungkus (25 dolaran). Siapa tahu kita setelah jadi sarjana, kakak dikontrak menjadi pasukan Cyber Media, minimal pasukan CJ (Citizen Journalist) yang berpegang teguh pada Sitem Hukum Indonesia dan Hukum Media Massa sehingga kakak bisa eksis dalam Komunikasi Internasional (apalagi yang lokal dan nasional).

Jangan ada baper di antara mahasiswa meski para dosen selalu ngasih per-soal-an dan mahasiswalah yang harus men-jawab. Selamat jalan, bon vogaye, bon apetite, bonjour, bon jovi, bon Juni Juli Agustus September Oktober November. Semoga sakinah, mawaddah, rahmah, berkah, sejahteralah.


Makasih yang atas jawaban 'Kapan Nikah?'nya. Sebagai mahasiswa 'UGM' tentu kakak mengerti bagaimana rasanya digituin. Setidaknya, ada lima senjata yang ada di sana. Masih mending bila yang bertanya adalah kelima sosok yang kemarin kakak jabarkan. Lah ini, yo owoh, dikata-katain sama dedek-dedek durhaka yang kumisnya aja belum numbuh, mana dia jomblo juga. Tau gitu tak suruh jawab pake senjata nomor satu trus cium bibirnya pake kulit duren. Biar nanti dedek itu bisa naik mobil gratis. Tapi, dia harus milih antara mobil ambulan atau mobil jenazah, gitu.

Cukup berhati-hati saja bila mendaratkan kaki di tanah pertiwi. Banyak begal yang merazia cewek cantik, iya, membegal hati Kakak trus dibawa ke rumah mertua. #ciee

Kangen momen ini?

Karena, semua itu akan cie-cie pada waktunya.

***

*Abaikan gaya TSM (tersturktur sistematis dan massiv) saya.