2019-04-03

Germo Trip Part I :  Accidentally Trip & Air Terjun Jagir Banyuwangi



* Accindentally trip

Accindentally trip. Itulah kalimat yang tepat untuk saya tekankan atas keikutsertaan saya ngetrip bareng Germo Tour ke Banyuwangi. Kenapa? Karena, saya menyatakan keikutsertaan dalam rombongan ini pada saat detik-detik terakhir persiapan, sekitar enam jam sebelum perjalanan dimulai. Mepet banget, kan?

Akhirnya, satu-satunya bekal yang saya bawa adalah bawa diri! Pssttt, jangan ditiru, ya. Segala sesuatu yang kurang persiapan, bakal ada hit & miss. Tapi e tapi, kalo kebanyakan rencana, biasanya malah mangkrak karena tidak segera dieksekusi. Lagipula, trip ini sudah ada yang memersiapkan, sudah ada yang mengatur. Aing mah tinggal duduk manis dan sendika dhawuh.


Germo Tour goes to Banyuwangi. 

Ohya, tim kami ini terdiri dari delapan pria germo dan seorang perempuan-setengah-daun-beluntas-setengah-pinggiran-upil. May I mention their names? OK, then. Mereka adalah Alvin, Brahm, Chandra, Dangan, Eddy, Hafid, Hari, dan Mugi. Germo Tour meninggalkan pulau dewata dalam rangka liburan Hari Raya Nyepi pada tanggal 6-8 maret 2019 pada pukul 4 pagi. Yup, tujuan utama kami melakukan perjalanan ke barat adalah mencari kitab suci ke Kawah Ijen. Kalo saya pribadi  sih nyari vitamin sea.

Di waktu menjelang subuh itu, kendaraan berjalan lumayan galak. Mobil yang kami tumpangi berzig-zag di atas jalan yang sedikit bergelombang, melaju kencang, beradu cepat dengan waktu dan kemacetan yang diperdiksi bakal parah di penyeberangan Gilimanuk. Sampai-sampai, mobil yang dikendarai oleh Alvin dan Dangan itu terasa mengambang. Ah, jadi ingat mobil terbangnya Ron Weasly saat ‘menculik’ Harry Potter.

Efeknya, perut seperti kena Tornado. Dalam hati berdoa, Tuhan... jangan sampai saya muntah di depan mereka. Bisa-bisa, runtuhlah kebakohan saya. Luckily, usai istirahat di SPBU, semua rasa yang pernah ada hilang musnah. Perjalanan selanjutnya Brahm mengambil alip kemudi. Jalur lumayan bersahabat, ditambah kondisi jalan sudah masuk daerah macet. Maka, tak ada yang bisa dilakukan selain menikmati kemacetan itu sendiri.

Dan benar, melewati gate penyeberangan, beuhggg, macet parah. Ya maklum, baru pertama ini saya terkena macet. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kemacetan arus mudik dan arus balik lebaran. Itulah mengapa ketika saya berada di rantau, saya memilih menikmati suasana lebaran di tanah asing ketimbang berbondong-bondong pulang ke kampung halaman. Bukan apa, saya tidak kuat menghadapi macetnya, cuy!

Sialnya, dua mobil yang menjadi bagian dari Germo trip ini harus menyeberang ke Banyuwangi dengan dua kloter berbeda. Gerimis hujan mengiringi perjalanan kami menuju tanah Jawa, tanah leluhur kami, tanah tumpah darah kami. Mobil yang saya tumpangi menjadi kloter pertama menjejak tanah Jawa. Kami harus menunggu mobil satunya di luar Ketapang sambil membuka bekal nasi plus lauk pauknya. Untuk minum, kami memesan di kedai tenda tak jauh dari parkir  mobil. Bila diperhatikan dengan teliti tepatnya dilihat dari kejauhan, mobil kami sudah mirip mobil penjual makanan di dekat danau Unesa, Surabaya.

Begitu seluruh rombongan trip sudah kenyang, kami menuju Osingdeles, pusat oleh-oleh khas Banyuwangi, yang terletak di jalan KH. Agus Salim. Semua memborong makanan dan kaos seperti orang khilaf. Itulah ciri khas orang Indonesia. Kemana pun perjalanannya, oleh-oleh adalah hal utama, yang mana budaya ini belum tentu berlaku bagi traveller bule.

Destinasi selanjutnya adalah ke Ijen Farmer Homestay. Bagi saya yang terbiasa tidur ngemper di hotel berbintang-di-langit-biru, Ijen Farmer Homestay sudah cukup memadai. Apa sih yang dibutuhkan pejalan receh seperti saya selain tempat tidur nyaman, ada kamar mandi plus bonus kompor gas buat bikin mie dan atau kopi? 

Sebagai perempuan satu-satunya dalam trip ini, saya mendapatkan keistimewaan dengan fasilitas satu kamar untuk saya tempati seorang diri. Ahikk. Hanya saja, untuk urusan mandi, si Hari sempat numpang mandi di kamar saya. Alhasil, kamar mandi banjir (yang ternyata saluran pembuangan mampet), airnya meluber ke kamar hingga kasur yang tergeletak di lantai ikutan basah. Saya sempat mikir, nih orang mandinya kek mana coba? Kan kampret!

Air Terjun Jagir


The Germos setor muka. 

Sebelumnya, tepatnya setelah gerimis mereda, kami direkomendasi oleh pemilik Homestay untuk menikmati keindahan Air Terjun Jagir yang terletak di Dusun Kampung Anyar, Desa Taman Suruh, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. Kami dikenai tiket perkepala sebesar Rp 5.000,- belum termasuk parkir kendaraan. Untuk mencapai air terjun Jagir, tidak begitu memerlukan usaha yang ngos-ngosan.

Lokasi air terjun Jagir bisa terlihat dari jalan raya. Di sini kita bisa menikmati tiga air terjun sekaligus dalam satu tempat. Begitu melihat air terjun yang jernih, tim Germo segera menceburkan diri dalam air, yang sebelumnya mereka lebih dulu melucuti pakaian dan asesoris yang menempel di badan kecuali kancut atau celana pendek. Memang, air yang jernih dipadu dengan suasana alam yang masih asri benar-benar membuat kami sedikit rileks dari rutinitas. Bahkan, ada aliran sungai yang membelah antara dua air terjun kembar dan satu air terjun sebelahnya.

Air terjun (single) plus penunggunya. 

Hanya saja ketika kami sampai di sana, akses menuju air terjun tunggal di sebelah air terjun kembar itu terhalang ranting berduri. Saya yang kadung nyeker sudah kepalang tanggung ciut nyali, takut ketusuk duri. Apalagi kondisi jalur setapak yang licin akibat hujan yang baru saja reda. Cukuplah menikmatinya dari jarak sepelemparan batu atau sambil mandi di kali dan berendam di bawah air terjun kembar.

When someone talk behind u, they talk with your ass.

Oh ya, di pinggir jalan dekat parkiran dan di area air terjun terdapat warung makanan ringan. Jadi, pengunjung bisa menghangatkan badan sembari ngopi dan ngunyah gorengan. 


Bonus spot foto (false colour) : swirl bridge.  

Yakin nggak tertarik ke sini? 


Twin Waterfall / air terjun Jagir _ bonus putra duyung mandi (zoom in mode on). 

Usai di destinasi pertama, kami kembali ke homestay, mandi, nyuci, dan makan malam sisa bekal tadi pagi. Sebelumnya, ada breafing dari pemilik homestay tentang “do & don't“ serta secuil kisah perjalanan hidupnya sebagai anak penambang belerang yang kini sukses memiliki beberapa penginapan serta keahliannya berbahasa Inggris dan Prancis. 

Oke, sekarang markiti, mari kita tidur. Soalnya, perjalanan ke Kawah Ijen akan dimulai pada dini hari.

***

0 comments:

Post a Comment