[Nekad Blusukan] Sam Tung Uk: Hong Kong Tempo Doeloe

"Sam Tung Uk Museum, komplek perumahan tempo doeloe ala Hong Kong ini merupakan salah satu situs sejarah peninggalan masa lampau yang menggambarkan kehidupan masyarakat Hong Kong, khususnya masyarakat klan Hakka (marga Chan) yang berasal dari propinsi Guang Dong, China. ," lanjutnya.

[Nekad Blusukan] Lei Yue Mun, Eksotisme Wisata Kampung Nelayan

Orang bilang: foto-foto cantik itu biasa, foto-foto ekstrem itu barulah luar biasa.

[Nekad Blusukan] Sheung Wan: Pusat Graffiti di Hong Kong

Tai Ping Shan merupakan daerah Sheung Wan bagian atas. Area ini terkenal sebagai tujuan pecinta seni dengan aneka galeri serta barang-barang antiknya. Sehingga tak salah jika Sheung Wan menjadi salah satu pusat grafiti di Hong Kong.

[Nekad Blusukan] Plesir ke Pacitan

Pantai Teleng Ria berada di teluk Pacitan. Ini adalah salah satu pantai yang menjadi jargon tanah kelahiran presiden SBY. Tanah berumput hijau terhampar luas sebelum mencapai bibir pantai. Bunga bakung ungu menyembul di antara rerumputan itu. Ada juga segerombol pohon cemara jarum dan tunas kelapa yang mesih rendah. Wow, indah bukan buatan.

[Nekad Blusukan] Hong Kong Rasa Kanada

Sweet gum bukanlah mapel. Bentuk daunnya ada yang menjari 3, 4 dan 5. Ukurannya pun berbeda sesuai dengan musim di mana pada musim semi, daunnya lebih lebar.

2014-12-24

[Sekitar] Bantu Sesama dengan Donor Darah

Bantu Sesama dengan Donor Darah

Causeway Bay. Minggu, 21 Desember 2014, itu cuaca sangat cerah meski suhu udara berkisar antara 17-19 derajad Celcius. Sekelompok pekerja migran Indonesia yang juga tercatat sebagai mahasiswa Mandiri Universitas Terbuka Hong Kong (UTHK) mengadakan kegiatan sosial, donor darah. Selain untuk mahasiswa, kegiatan ini juga terbuka untuk BMI umum.

Penanggung Jawab kegiatan sekaligus mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi semester 2, Darwati, mengungkapkan kegembiraannya bisa membantu sesama melalui Donor Center (Red Cross). Baginya, ini adalah pengalaman pertama yang tidak terlupakan. Ia berharap agar kedepannya bisa rutin mendonorkan darah.

"Walaupun ada ras takut, hahaha" lanjutnya.

Peserta donor darah ini datang ke Causeway Bay Donor Center seusai makan siang. Setelah mengisi formulir dan mengambil nomor antrian, mereka melakukan cek kandungan hemoglobin dalam darah dilanjutkan interview kelayakan kesehatan di ruang terpisah. Setelah lolos, barulah mereka diambil darahnya.

Untuk tiap pendonor, jumlah darah yang diambil tidak sama menyesuaikan kondisi tubuh masing-masing. Bahkan salah seorang mahasiswa prodi Manajemen semester 2, Erna Rahayu, harus dihentikan proses pengambilan darahnya karena detak jantung terlalu cepat. Petugas medis mengatakan tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada pendonor. Oleh karenanya, jika sudah siap, pendonor bisa datang lagi seminggu kemudian sebagaimana yang tertera dalam leaflet yang dibubuhkan oleh petugas medis. (Risna)






















2014-12-21

[Curcol] Kasihan, Itu Anjing Yatim Piatu

Kasihan, Itu Anjing Yatim Piatu

Andilau, antara dilema dan galau. Itulah yang memenuhi perasaan sabahat seperjuangan kita satu ini. Sebut saja dia Ami, sebagaimana lopan memanggilnya. Dia telah 10 kali lebaran 10 kali puasa di Hong Kong tak pulang-pulang (eh, kebalik ya, seharusnya puasa dulu baru lebaran). Dia yang memiliki perawakan bongsor alias XXXL tapi tidak selaras dengan nyalinya yang kecil nan ciut alias XXXS.

Pangkal masalahnya adalah; anjing. Secara gitu loh, terlahir sebagai muslimah dan tumbuh berkembang di lingkungan islam di kampung Indonesianya di Cilacap sana, Ami tak pernah bersentuhan dengan anjing. Maka ketika lopan yang dulu tak punya hewan peliharaan dan sekarang berencana memelihara anjing, dia sudah kalang kabut duluan. Bahkan dia mengancam break kontrak segala_meski mengancamnya dalam hati. Tapi, setelah dipikir-pikir, dia lebih berat dengan majikannya karena mereka baik dan dengan porsi kerja yang masih bisa ditolerir. Namun, sisi hatinya yang lain berbisik; apa jadinya jika di rumah itu akan segera ada binatang kaki empat berbulu... eh berambut pirang layaknya bule 'Eropah'. Duh... duh... benar-benar bikin galau tingkat Jayawijaya.

Berbagai pertimbangan dia ambil dengan berdiskusi bersama bolo nggedusbusnya, woro-woro di FB, cicit cuit di twitternya, hingga berkonsultasi dengan ustadz yang dia temui ketika datang ke pengajian. Beberapa teman menyarankan untuk mencari majikan baru, lalu teman yang lain memintanya bertahan hingga finis kontrak barulah mencari majikan baru. Sedangkan hasil konsultasi dengan ustadz membolehkan karena memang kondisi kerja di negara non muslim memang begini resikonya jika tak beruntung. Akhirnya, Ami memilih menjalani dulu sembari melihat perkembangan.

Ketika ketakutan akan si kaki empat benar-benar hadir di tempat kerjanya dan menjadi nyata, keajaiban pun terjadi. Ami seperti terhipnotis keimutan dan keunyuan si anjing, chong shu kau, jenis anjing pemorian yang mungil seperti marmut. Bahkan lopan mengatakan kalau si Chong Shu Kau dulunya adalah anjing korengan nan penyakitan dan yatim piatu pula, maka lopan mengadopsinya dari pusat penyelamatan hewan peliharaan di daerah Wan Chai. Lopan juga menggaris bawahi kalau si anjing sudah bebas rabies.

"Anjing itu yatim piatu. Dulunya korengan dan penyakitan. Tapi sekarang sudah sehat sentosa dan bebas rabies, aku jadi tergaru" jelas Ami kepada teman-temannya termasuk pada penulis.

Dikatakannya pula, dalam hatinya mulai tumbuh benih-benih rasa. Dan dengan suka rela, dia merawat anjing sebagaimana kewajibannya ngungyan di kampung keduanya, di Hong Kong tercinta.
Ah, Ami benar-benar jatuh cinta (kepada anjing piaraan lopannya).

Sinna Hermanto.

2014-12-19

[Sekitar] Galang Dana Untuk Banjarnegara

Sebagai bentuk kepedulian terhadap bencana tanah longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah, Kelompok Belajar (Pokjar) Mahasiswa Mandiri Universitas Terbuka Hong Kong (UTHK) Non-Sipas mengadakan penggalangan dana di daerah Causeway Bay (17/12/2014). Acara yang dimulai pukul 12 hingga 2:30 siang itu berhasil mengumpulkan bantuan sebesar HKD 750 dan langsung disalurkan melalui lembaga sosial Dompet Dhuafa Hong Kong (DDHK). Pihak financial DDHK, Fajri, menerima langsung bantuan tersebut di kantor yang beralamat di Man Man Mansion, Causeway Bay.

Mahasiswa Sastra Inggris semeser 4 sekaligus penanggung jawab kegiatan, Eni, menyatakan terimakasih atas kepedulian teman-teman pekerja migran di Hong Kong khususnya mahasiswa UTHK. Meski ia datang terlambat karena ada urusan di agensi, ia mengajak tantenya, Salmini, untuk menggantikan keberadaannya di awal acara.

"Tanteku mau gabung," ucapnya melalui whatsapp.

Ia juga mengatakan bahwa keluarga dari pihak suaminya juga tertimpa musibah ini. Namun tidak sampai jatuh korban jiwa. Sampai berita ini ditulis, setidaknya ada 86 orang meninggal dan puluhan lainnya belum ditemukan. (Risna)








2014-12-14

[Curcol] Pengobatan Alternativ untuk Hengpun

Pengobatan Alternativ untuk Hengpun


Kabar gembira, kabar gembira. Gadget merek "nanas" ada ekstraknya.
Ya .. mungkin sebagian kita bakal terheran-heran dengan gaya hidup bangsa kita sendiri, bangsa manusia - bukan bangsa lelembut, yang entah keracunan kecubung atau salah minum obat, kok bisa-bisanya antri berhari-hari demi sebuah gadget. Itu loh, hengpun (HP) merek "nanas" yang mengeluarkan seri baru. Harian berbahasa Inggris "De Stand-Art" pun mengulasnya pada pertengahan September lalu.

Entah karena prestis atau alasan bisnis, setiap barang keluaran baru memang sangat memikat hati, baik si empunya maupun tetangga. Pasalnya, bila tetangga ikut kepincut dengan barang milik kita dan dia ingin membelinya, terutama barang limited edition - one and the only, tentu kita bisa semena-mena menaikkan harga. Apabila dalam keadaan ceteris paribus (stabil), hukum ekonomi pun langsung bekerja. Di mana, jika barang sedikit dan permintaan banyak maka harga akan naik.

Sayangnya, masa-masa seperti itu bukanlah masa yang tidak terbatas. Lantaran, jika hengpun itu sudah 'munggah mesin' seperti hengpun milik saya yang keluaran Kroya, maka dikasih gratis pun jarang ada yang melirik (kecuali kalo kepepet). Yaaa gimana lagi, itu satu-satunya harta berharga saya yang meski sudah keluar masuk rumah reparasi, hidup saya sangat bergantung padanya. Kalo tidak ada dia, gimana saya uka-uka, gimana saya gingkai-gingai ria atau pun bergaya?

Sebenarnya saya sudah mati bosan dengan harapan palsu yang diberikan hengpun saya. Dia, si hengpon, kondisinya sudah lola (loading lama), kadang nyambung, selebihnya error. Mau beli baru, eee ... masih tersandung urusan fulus. Terpaksa deh dompet kosong yang dielus-elus.

Secercah harapan muncul ketika berbincang dengan teman saya saat menunggui anak asuh les Mandarin. Teman saya bilang, saya terlalu ceroboh ngrumat hengpun. Bahwasanya batrei bisa "bunting" alias melendung jika di-charge­ sambil digunakan, baik digunakan untuk menelefon, berselancar internet atau nge-game. Tidak hanya membuat batrei cepat drop, bisa-bisa hengpun pun ikut meledak, tegasnya.

Ia lalu menunjukkan sebuah tautan di tembok jejaring sosial, fesbuk. Berita itu menceritakan tentang ledakan Aiyfon yang mengakibatkan pemiliknya ikut meninggal dunia saat si pemilik menggunakan Aiyfonnya sambil di-charge. Ia juga berpendapat, apabila kita cerdas ngrumat hengpun, maka kecelakaan semacam itu bisa dihindari asalkan meng-off-kan hengpun saat batrei diisi.

Saya membenarkan ucapannya karena saya pun memiliki masalah yang sama, batrei mudah drop lantaran kebiasaan buruk saya yang sama persis apa yang diungkapkan teman saya. Rupanya, masalah ini berimbas pada aplikasi gratisan yang saya unduh dari play store. Aplikasi itu sering error dan layarnya ikutan heng. Hengpun minta diistirahatkan beberapa hari agar bisa sedikit normal.

Berbagai usaha sudah saya lakukan termasuk cara yang berbau klenik dengan memasukkan hengpun ke dalam gentong beras (eh busetttt). Hahaha ... Benar, nalar memang sering rusak karena kepepet - apalagi kepelet.

Teman saya yang sudah terpingkal-pingkal dengan dengan kisah klenik tadi, kini menyarankan untuk mencoba cara klenik lainnya. Sebenarnya ia hanya berbicara iseng. Tapi saya yang kelewat serius menanggapi ucapannya. Itung-itung sambil nunggu celengan jago saya penuh buat melamar hengpun baru, tidak ada salahnya kan dicoba, batin saya. Caranya: batrei disimpan dalam freezer selama dua hari dua malam.

Ajaib, setelah didinginkan (atau dibekukan ya?) dalam freezer, hengpun saya kembali normal. Beberapa aplikasi tak terselamatkan dan harus dibuang tetapi aplikasi lainnya masih berjalan normal. Hanya saja, saya harus rutin mendinginkan batrei bila tak ingin error-nya kumat lagi. Terimakasih Tong Kosong karena telah memberikan kabar gembira bahwa hengpun merek buah nanas ada ekstraknya dan bisa diaplikasikan untuk hengpun keluaran Kroya.

Sinna Hermanto.

2014-12-07

[Curcol] Bau Bacin Bikin Kapok Nikus

Dalam kamus uka-uka di antara teman-teman saya, nikus adalah istilah yang digunakan untuk menyebut tingkah kita yang suka ngemil secara sembunyi-sembunyi, di dalam kamar bahkan di bawah selimut. Hal ini terinspirasi dari ulah tikus yang memiliki ulah serupa, yakni makan sambil sembunyi-sembunyi.

Tetangga saya di apartemen sebelah juga memiliki kebiasaan ini. Vivi, begitu nama panggilannya. Ia adalah pengikut setia golongan orang-orang yang hobi nikus. Suatu waktu, di malam-malam mendekati pergantian hari, sebuah SMS masuk handphone saya yang berbunyi tentang keluhan sakit perut. Tiada lain dan tiada bukan adalah SMS dari Vivi.

Saya segera membalas dengan isi SMS yang berisi agar Vivi segera mengoleskan balsem ke bagian perut yang sakit. Tidak perlu menunggu lama, ia pun membalasnya.

"Aku sakit perut karena lapar, balsem gak bisa dimakan. Kamu kira aku mumi yang diolesi balsem gitu?"

Eh, bukannya mumi itu dibalsam, bukan dibalsem? Sambil mikir antara balsam dan balsem, saya pun menyarankan agar ia segera ke dapur untuk searching dan browsing kue kering atau apalah stok makanan yang ada di sana. Setidaknya ngremuk mie instan dan dimakan mentah-mentah bisa menenangkan cacing kremi yang ngendon di perutnya agar tidak menggelinjang minta jatah konsumsi. FYI (For Your Information), ngremuk mie ini adalah trade-mark dan tagline anak kos generasi 90-an. Bahkan saat ngampus di PT (Perseroan Terbatas-Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia, bukan Perguruan Tinggi), mie instan diseduh dengan air kran mentah adalah sedikit hal ekstrem yang pernah saya lalui di daerah pinggiran Jekardah.

Tak berapa lama SMS Vivi muncul lagi. Nggak berani, begitu jawabnya. Bu bos sedang nonton serial drama Korea. Harus melewati ruang tamu dulu (sebelum mencapai dapur), lanjutnya. Akhirnya saya berpesan, sekiranya esok hari ke pasar, ia kudu nimbun stok logistik untuk mengantisipasi 'paceklik' di malam buta.

Lama tidak ada kontak dengannya, sebuah pesan masuk di wosap saya.

"Aku kapok nikus." Oiii, kabar dari Vivi.

Apa pasal? Rupanya saran saya dulu ia jabanin. Vivi suka nyetok makanan dalam kamar dengan alasan fong pin tik dan mudah dijangkau. Ia tidak menyimpannya di dapur. Namun, hal itu menjadi petaka ketika ia suatu hari ia membawa seporsi soto ayam sepulang libur. Ia batal memakan sotonya di dapur lantaran bu bos sekeluarga belum selesai makan malam. Soalnya aturan tidak tertulis di tempat kerjanya adalah ia harus sampai rumah dalam keadaan perut kenyang.

Begitu masuk kamar, Vivi segera menghabisi sotonya. Selesai makan, ia lanjutkan dengan beberes diri alias mandi sembari nunggu penghuni rumah lain menyelesaikan dinner. Ia musti bantu-bantu 'nyupir' alias korah-korah perkakas dapur. Ia tidak tega melihat dapurnya berantakan. Memang, rumah majikan di Hong Kong sebelas dua belas dengan kapal pecah saat ditinggal cece-nya libur. Vivi tergerak hatinya untuk mengumpulkan pecahan-pecahan itu karena bisa disulap menjadi lembaran dolar setiap awal bulan.

Entah saking capeknya atau terkena virus pikun selektiv, begitu acara beberes selesai, Vivi masuk kamar dan langsung merebahkan badannya. Hanya dalam hitungan menit, ia pun terlelap.

Selang beberapa hari, aroma busuk mulai tercium dari pojokan kamar. Ia pun teringat dengan sampah liburan Minggu kemarin yang entah ia taruh di mana. Tiba-tiba, tanpa signal tertentu, bu bos melakukan sidak ke kamarnya. Aroma busuk pun ikut-ikutan pecicilan ngunceki hidung bu bos. Vivi ngeles bahwa kemungkinan bebauan itu berasal dari luar yang dibawa masuk oleh hembusan angin. Bu bosnya hanya menjawab 'haimeh?' kemudian menitahkan agar merazia seluruh isi rumah untuk dibersihkan hingga meling-meling.

Betapa kagetnya Vivi ketika ia mengenduskan hidungnya, aroma itu berasal dari dalam tasnya. Ketika dibuka, ia menemukan bekas bungkus nasi soto yang aromanya bacin banget. Ia pun membuang langsung sampahnya ke lap sap fong sambil mengendap-endap keluar rumah agar bu bossnya yang memelototi komputer di ruang sebelah tidak memergokonya.

"Bener-bener bikin senam jantung," tulisnya dalam wosap.

Dasar jore, jorok cekaleee!

***

2014-11-30

[Curcol] Ngantuk? Cuci Muka Pakai Kopi, Dooooong.

Ngantuk? Cuci Muka Pakai Kopi, Dooooong.

Tersebutlah Bunga, bukan nama sebenarnya, hanya nama di jejaring sosial saja. Ia sahabatku sejak pindah ke daerah pucuk MTR line ungu. Kami biasa bertemu saat libur atau saat antri suttle bus ketika pergi belanja. Maklum, di daerah sini tidak ada pasar, hanya dua supermarket yang kata juragan, apa-apanya mahal banget. Jadi, kami harus belanja ke 'desa' sebelah, di Tseung Kwan O sana, yang berjarak 10 menit dari rumah.

Papasan tanpa sengaja itu terjadi lagi ketika antri suttle bus. Terka saja apa yang terjadi jika dua orang yannei cece bersua. Mereka selalunya membuat polusi suara lantaran nggedubus tanpa sela tanpa jeda. Terlebih volume maksimal dipasang pada pita suara. Seolah-olah dunia milik berdua, yang lain tidak dihiraukannya. Pun mereka suka ngakak-ngakak kalau tertawa. Dan itu pulalah yang terjadi pada diriku dan Bunga.

Tidak seperti pagi-pagi sebelumnya, kata Bunga, ia mencoba sarapan dengan menu baru. Ia sengaja menyeduh kopi instan kopi sachetan dengan alasan kurang tidur karena ada lemburan. Ah, apalagi kalau bukan ngreyen hape baru dengan nglembur video-chat semalaman. Buktinya, di tangannya kedapatan memeluk hape baru, yang katanya hape gratisan hasil kiriman dari kekasih idaman, yang tinggal di negeri sebelah, yang terpisah daratan dan lautan!

Huwaow... Mendengar kata 'hape gratisan', daku sedikit iri dan sedikit dengki. Dipikir-pikir, kok nggak ada yang kirim buatku, gitu! Walau dikasih hape sebiji pun pasti akan daku terima dengan lapang dada dengan tangan terbuka. Daku kan termasuk golongan fii sabiilillah, yang sedang berjuang di perantauan dan layak mendapat hape gratisan. Kenapa cuma TKI formal G to G saja yang disangoni hape oleh pemerintah? Lah TKI non formal ini jangan dianak tirikan dong. Ah, embuhlah, karep-karepmu.

Kembali ke Bunga, ritual ngopi pagi yang tidak biasa ini memberi efek luar biasa padanya. Maklum, ia adalah peminum kopi pemula, kopi lover amatir, yang apabila cairan kopi itu berdiam di dalam lambung, ia akan merasakan sensasi derita tiada tara. Perut menjadi mulas dan kembung disertai degup jantung yang lebih cepat dari keadaan normal. Dada pun berdebar-debar. Eh, malah dikiranya itu efek jatuh cinta. Owalah, Bunga, Bunga ...

Bunga sadar akan efek tak mengenakkan itu bakal menimpanya. Yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana mengusir kantuk yang ogak minggat dari matanya. Bahkan, ketika sedang menyeduh kopi tersebut, matanya setengah tertutup setengah terbuka. Ia mengambil sendok teh lalu mulai mengaduk kopi-gula-krimer itu menjadi larutan hitam kecoklatan. Entah karena masih kriyip-kriyip atau separuh jiwanya pergi dan bermigrasi ke hati sang kekasih, ia lupa mengontrol kecepatan adukan tangannya.

Lhadalah, biyungalah! Cairan itu muncrat sampai sudut mata kiri Bunga. Dengan sebelah mata yang masih terpicing, ia meraba-raba tisu dapur kemudian mengeringkan cairan itu dari matanya. Dan ajaib, kantuknya sirna seketika sebelum cairan kopi masuk dalam tubuhnya.

Akhirnya daku percaya bahwasanya cairan kopi itu adalah penawar kantuk, terlebih jika diperlakukan selayaknya cairan pencuci muka. Silakan dicoba.

Sinna Hermanto

2014-11-21

[Curcol] Sagu yang Mirip Sagon

Sagu yang Mirip Sagon

Orang bilang, putus cinta atau patah hati  itu sakitnya setengah mati. Tetapi, pernyataan itu tidak berlaku untuk teman saya, Adeka Sari. Kata Sari, sakit paling sakit itu adalah sakit gigi. Maklum, si Sari ini adalah remaja yang menginjak dewasa yang ditandai dengan tumbuhnya gigi. Itu loh, empat gigi geraham paling belakang. Konon, apabila tulang rahang tidak cukup tempat untuk gigi baru, maka gigi baru itu akan mendesak gigi geraham sebelahnya sehingga terasa sakit luar biasa. Nah kan, nah kan, menjadi dewasa itu menyakitkan!

Bagaimana tidak, jika sakit gigi (terlebih ditambah membengkaknya gusi) maka ketika kita mengkonsumsi makanan apapun, rasanya tidak enak. Mau makan kering tempe, makan sate, makan rempeyek, makan rengginang hingga makan nasi pun bagai jauh di mata dekat di hati. Yang bisa dilakukan hanya makan bubur, agar-agar atau jeli.

Tetapi, perempuan asal Malang ini mengobati rasa bosan dan menuruti naluri kulinernya dengan pergi ke toko "Februari-Maret" yang menjual aneka produk Indonesia. Niatnya hanya melihat-lihat. Namun, saat matanya menangkap jajaran sagu berbentuk batangan, ia langsung membayangkan sepotong sagon yang ketika masuk mulut, serpihan-serpihan sagon itu langsung mabyur awur-awur, lumer di lidah. Lalu, ia mengambil sebungkus sagu dan menanyakan pada kasir, apakah sagu tersebut bisa langsung di makan?

Si kasir pun menjawab iya. Maka, sesampainya di rumah, segera setelah membereskan barang belanjaan dan mencuci tangan, sagu itu segera digigit dengan gigi serinya. Namun, apa yang terjadi, Saudara-Saudara?

Sagu yang mirip sagon itu ternyata keras sekali seperti cuwilan kuwali. Sudah gigi geraham sakit, gigi seri pun menambah penderitaannya. Duh Gusti ...

Ah, bukan Sari namanya kalo gampang nyerah. Dengan gigi senut-senut, ia mengambil ponsel pintarnya, bertanya resep dan cara menaklukkan sagu itu pada mbah gukgel. Dan benar, ia sukses membuat bubur sagu bersantan manis gurih semacam papeda untuk bekal libur mingguan yang telah direncanakan mbolang di salah satu sudut liar Hong Kong keesokan harinya.

Ternyata sakit giginya makin parah ketika mengkonsumsi papeda buatannya sendiri. Ia menyerah kemudian dada-dada dan melambai ke kamera. Hari Minggi itu ia putuskan untuk pulang cepat lalu wadul kepada sang lopan tentang gigi-giginya.

Selang dua hari, ia mewek-mewek hampir nangis darah di hadapan dokter gigi agar giginya dicabut paksa. Semula si dokter menolak lantaran gusinya masih bengkak. Tapi airmata perempuan hitam manis ini mampu meluluhkan pendirian dokter. Dan hingga kisah ini selesai ditulis, si Sari harus menerima kenyataan bahwa seusai cabut gigi, pipi kirinya melembung seperti ngemut es loli.

Cepet sembuh, ya, Sari.

2014-11-15

[Even Surat Menyurat Fiksiana Community] Siluet Senja

Tanah Bauhinia, Oct 28th 2014


Hai, senja.

Aba kareba? Aku harap kamu senantiasa cerah ceria. Di sini sedang musim gugur. Kabut tipis menyelusup. Langitku pun berbingkai redup. Hangatku hampir lenyap, Senja. Tatkala kamu kembali ke cakrawala, siluet daun gugur pun meraja.

Bila kangen kamu, aku akan pulang kerja lebih awal. Kemudian keluar stasiun kereta dengan langkah tergesa menuju balkon rumah. Waktu-waktu seperti inilah yang menyatukan kebersamaan kita. Masih ingat ceritamu waktu itu?

“Nenek bilang, senja itu waktu yang ajaib. Waktu dimana para malaikat melesat ke langit. Malaikat membawa buku amalan. Malaikan membuat laporan kepada Tuhan.”

“Kakek bilang senja itu anugrah. Bias-bias cahaya bermain-main di petala raya. Ada melodi keheningan yang samar-samar menghapus lelah. Dalam hitungan singkat, jubah malam dibentangkan hingga fajar tiba.”

“Apa makna senja bagimu?” tanyamu waktu itu.

“Menurutku, senja itu kamu. Iya, kamu.” Lalu kamu mengerling nakal. Sorot matamu malu-malu selayaknya matari yang bermain petak umpet di antara gerombolan awan. Gemasku ingin mencubitmu, mencubit Senjaku yang genit.

Kemarin malam aku bermimpi tentangmu. Kita berdiri di pinggir dermaga, menatap lekat tergelincirnya matahari di garis horizon. Kita berjarak sedepa. Namun, kulihat dengan jelas tatap matamu. Di sana tersimpan rindu yang beku. Ada keluh yang lupa terseduh. Ada getir yang enggan terlincir. Ada airmata yang mulai mengalir.

“Ada apa?” tanyaku.

“Aku bosan dengan keadaan seperti ini, membiarkan waktu  hilang sia-sia hingga cahaya sirna?”
Ketahuilah, Senja. Aku telah lupa dengan rasa bosan. Bosan telah bosan membuatku bosan. Karena aku memilih setia. Setia dengan suasana senja.

“Ayo pulang bersama,” ajakmu. Aku menggeleng lalu memunggungimu, memainkan harmoni kelu. Dengan diam, kamu melangkah pergi hingga matahari tenggelam di ujung samudra. Hingga hari ini aku hanya punya alamat rumahmu. Harapku kamu belum pindahan sehingga kamu bisa menerima suratku ini.

Benar, saat itu aku sedang jatuh. Aku merutuki diri sendiri. Percayalah, aku tidak pernah menyalahkan keputusanmu. Cepat atau lambat, kita akan berada di jalan masing-masing. Tapi satu hal yang ingin kukatakan padamu.

Hal-hal yang membuatku mampu bangkit adalah kemauanku untuk bangkit itu sendiri. Manakala sang surya hilang, bulan dan bintang akan menuntun langkahku. Toh esok masih ada fajar. Dulu kamu bilang apa?

“Setiap hari adalah keajaiban, setiap saat adalah harapan”.

Terimakasih room mateku. Terimakasih atas waktu kebersamaan kita waktu itu. Maafkanlah atas segala khilafku. Sesama generasi 90-an, kamu paham ‘kan arti 4x4=16? Keluarga di Tanah Bauhinia merindukanmu. C U.


Peluk erat, Siluet.


NB:
Masih ingat dengan topeng ini? Ini adalah pemberianmu di ultahku yang ke-20, 6 tahun lalu. Salam hangat dari Teater Bauhinia.

2014-11-09

[Curcol] Kantong Maksiat

Kantong Maksiat


Lantaran bekerja di area domestik, terutama di Hong Kong, otomatis kita ikut-ikutan ritme/pola hidup nyonya majikan. Ada tipe majikan yang super ketat memberi aturan kepada Cece kungnyan-nya. Nah, Cece ini harus mematuhi tata tertib alias term of condition yang berlaku di rumah itu. Mulai dari bangun pagi hari ini hingga bangun pagi esok hari, semua pekerjaan harus beres. Debu sebesar tengu pun dilarang nempel pada perkakas rumah.
Namun, ada juga nyonya majikan yang memberi kelonggaran kepada Cecenya. Urusan rumah dan segala tetek bengeknya, termasuk mengasuh dan mendidik anak, diserahkan sepenuhnya kepada si Cece. Entah di tengah-tengah hari si Cece jungkril balik, koprol atau salto, entah si Cece bekerja 3 jam tapi online 7 jam, si majikan tidak peduli. Yang nyonya majikan tahu hanya menransfer gaji Cece tiap tanggal 1 atau berangkat pagi-pagi sudah ada sarapan dan ketika pulang kerja sudah ada makanan di atas meja.
Kalo sudah begini, yang kepedean tentulah si cece. Bagaimana tidak, rumah berbentuk villa di sekitar Taipo itu sudah mirip rumah miliknya sendiri, nyonya juragan dan suami hanya mengontrak. Asyiknya, tiap bulan cece pun dibayar sebesar HKD 4100,- sebagaimana kenaikan gaji buruh di Hong Kong untuk kontrak kerja per 1 Oktober 2014, versi aturan baru tentunya.
Inilah gambaran job desk Ani. Dia mengurus keluarga ‘cemara’, campuran antara bule Amerika dan Republik China plus Jawa (Jawa ini maksudnya si Ani tadi). Meski tiap hari selalu keminggris, tetapi Ngapakers medok ini tidak melupakan bahasa ibu/mother language-nya. Kata dia: nyong ora ngapak ora kepenak (ucapkan dengen menambah intonasi/penekanan pada huruf ‘k’).
Sepulang libur Minggu itu, dia mampir ke supermarket ‘Parkir & Belanja’. Kebiasaannya sejak dulu adalah membeli oleh-oleh untuk si anak asuh. Dengan disogok alias disuap dengan jajanan, si anak bakal nurut. Toh dengan adanya anak itulah ia dikontrak selama dua tahun ke depan. Ibaratnya, si anak inilah ‘ATM’ selama satu kontrak mendatang.
Nah, di tengah-tengahnya antri kasir, sepasang muda-mudi usia belasan tahun, bermata sipit, bergandengan sembari mendorong kereta belanja berisi kentang goreng dan air soda, memamerkan kemesraan di depan Ani. Ada rasa dongkol bercokol di hati Ani lantaran mereka mengingatkan Ani kepada lokung tercintanya di Endonesya sana. Sebongkah rindu berdegup kencang di dadanya. Ia sempat berujar dalam hati bahwa sekeluarnya dari supermarket itu, ia akan segera menelefon gandholane ati.
Saat si pemudi menyerahkan semua belanjaannya di depan kasir dan terdengar suara ‘tuut’, si pemuda mengambil kemasan karton berwarna dasar biru yang dilapisi plastik transparan dengan ukuran sebesar telapak tangan, lalu meletakkannya diantara belanjaan. Sialnya, uang untuk membayar seluruh belanjaan kurang! Akhirnya ia membatalkan pembelian kemasan karton tadi dan meletakkan kembali ke tempat semula yang berjajar dengan aneka kemasan permen karet, agar uangnya cukup untuk membayar belanjaan.
Ani memperhatikan bagaimana pemuda itu cengar-cengir nggak keruan sambil tengak-tengok ke arah antrian pembeli. Bahkan, mata Ani pun bersirobok dengan mereka sebelum akhirnya mereka melenggah jauh keluar.
“Syukurlah mereka gagal membeli kantong maksiat,” begitu tulis Ani saat berbincang dengan penulis. Tentu saja penggunaan kata kias seperti itu membuat tanda tanya besar yang muncul dalam kepala.
Menurut analisa Ani, ia hafal bagaimana gerak gerik pasangan yang ‘halal’ atau tidak. Ia manyatakan rasa kekinya tatkala muda mudi itu tidak jadi membeli sekotak k*nd*m. Whuatttt???
Oalah, Ni … Ani, sekotak kantong maksiat itu ternyata kantong maksiut toh. Eh!

***

2014-10-27

[Curcol] Mukjizat Sendawa

Mukjizat Sendawa

Apa yang Anda pikirkan jika dalam keadaan takut?

Misalnya saat kita lewat kuburan kuno nan serem, yang dikonon-kononkan ada lelembut atau penunggu tak kasat mata, kita biasa baca-baca doa. Entah itu doa mohon keselamatan, doa sapu jagat atau jika kepepet, doa sebelum dan sesudah makan pun dilafalkan. Namanya juga lagi kalut dan blank akut.

Tapi, jika bertemu lelembut abal-abal bin palsu, bukan lafal ayat kursi yang bisa membuatnya menjauh pergi. Diperlukan sebuah kursi beneran yang melayang tepat di kepalanya adalah jawaban paling jitu untuk mengusirnya. Tapi jika lelembut itu adalah tuan dan nyonya juragan, njuk pigimana? Tidak mungkin kan melempari kursi ke arah juragan?

Itulah yang terjadi pada Yuli. Hari itu kedua juragannya terkena tau tong dan to tong bebarengan, ndilalah bayi momongannya kok ikut-ikutan gumoh alias muntah-muntah. Dengan tampang geram dan sok-sokan ala preman, sang jurangan mendatangi Yuli. Biyuh, ngalamat kena semprot nih, batin Yuli. Biasanya memang begitu. Bila ada hal-hal tak beres, Yuli langsung kena tau so (protes). Entah masalah kebersihan, masalah momongan atau masalah pekerjaan lainnya.

Menurut Yuli, juragannya ini tergolong orang-orang yang sangat memperhitungkan pengeluaran (mau bilang pelit bin medhit susah nulisnya). Mereka biasa belanja gila-gilaan satu kali dalam satu minggu. Menu sarapan dan makan malam sudah dijadwalkan sedemikian rupa sehingga bila ada jadwal makan di luar, maka menu hari itu di-skip dan dikosongkan. Stok sayuran pun ditiadakan.

Keadaan seperti ini tentu membuat hati Yuli dongkol setengah mati. Bukankah jatah makan pekerja migran itu tanggung jawab juragan? Padahal, menurut hasil konsultasi dengan organisasi advokasi di Hong Kong, jika juragan tidak memberi makan pekerjanya maka juragan harus mengganti uang sebesar HKD 950/ bulan. Dan semisal pada hari-hari tertentu tidak dijatah makan, maka pekerja boleh minta jatah HKD 100 / hari. Dalam prakteknya, hanya kadal-kadalan.

Nyatanya Yuli tidak mendapat fasilitas ganti uang itu. Dalam keadaan kalap dan khilaf, stok 5 butir telur yang seyogyanya menjadi menu sarapan juragan esok hari menjadi sasaran kegeraman Yuli. Sekali ceplok, 5 butir terlampaui. Taraaa... jadilah menu dinner spesial pakai telur plus cabe-cabean penggugah selera ala chef Yuli yang Indonesia banget.

Benar saja, keesokan harinya, ketika juragan menanyakan sandwich spesial pakai telur tidak tersedia di meja, dengan wajah polos tanpa dosa, Yuli mengatakan kalau stok telur sudah habis. Nyonya ngeyel bahwa semalam masih ada 5 butir telur dalam kulkas. Ia melihat sendiri dengan 5 biji matanya (dua mata kaki, dua mata di kepala dan satu mata hati). Ia meyakinkan ingatannya dengan mencari dukungan dari suaminya. Tentu si suami mendukung si istri.

Cuek, Yuli meneruskan aktivitas bebersihnya. Dalam hati ia tertawa ngablak sampai telinga diiringi eyel-eyelan pasutri yang berada tak jauh darinya. Nyonya menduga bahwa Yuli menghabiskan stok telur tetapi tuan meragukan alibi itu lantaran selama ini Yuli hanya berani menyikat satu butir saja tiap kali makan.

Dan ketika seluruh keluarga sakit berjamaah kemudian sang juragan sudah pasang aksi untuk menginterogasi, peristiwa 5 butir telur itu memenuhi ingatan Yuli. Peristiwa 5 butir itu saja bisa diatasi, masa kali ini tidak? pikirnya. Entah kekuatan dari mana, tiba-tiba Yuli mengeluarkan sendawa. Sendawa ini ternyata bukan sendawa biasa. Sendawa ini adalah sendawa mukjizat untuk hambaNya yang teraniaya. Ajaib, amarah juragan pun reda. Juragan malah menanyakan keadaan (kesehatan) Yuli dengan nada sedikit khawatir.

"Ngo yau to tong, yau wan, yau siong au (aku ada sakit perut, sakit kepala, ingin muntah)." Padahal, penyakit yang disebutkan itu adalah ketiga penyakit yang diderita ketiga juragannya.

"Hou lah, cou di yau sik a (Baiklah, cepat istirahat ya)". Juragan pun melangkah pergi. Dalam hati Yuli jingkrak-jingkrak kegirangan seperti cacing masuk penggorengan. Sungguh, ini sendawa spesial yang telah berlumur mukjizat.

2014-10-20

[Curcol] Nastar Ekstrem

Nastar Ekstrem

Kue lebaran yang sering kita temui ketika silaturrahmi keliling salah satunya adalah kue nastar. Kue isi selai nanas dengan aroma cengkeh dan kayu manis ini juga menjadi sajian khas di rumah nyonyah majikan ketika imlek tiba, yang diletakkan berdampingan dengan tong guo hap. Hal ini dikarenakan mertua nyonyah majikan (yeye) adalah yan nei wah kui alias orang China yang lahir dan tumbuh berkembang di Indonesia.

Nah, yeye ini baru kembali ke Hainan-China sekitar tahun '64 setelah pemerintahan era Soekarno berakhir. Meski telah meninggalkan Hainan dan menetap di Hong Kong, yeye masih memegang rasa 'keindonesiannya'. Hal ini tercermin dari pola makannya yang tidak aci kalau tidak makan nasi. Juga selera pedasnya ketika ia makan. Bisa dikatakan, ia tidak bisa makan kalo tidak ada cabe.

Selain itu, masakan ba tung ngau yuk, ka le kai, ku lu puk, ka le tok, ka to ka to maupun sambal ta la si bukanlah makanan aneh dari planet antah berantah ketika makan bersama di rumah yeye. Yeye memang pintar masak. Dan kecintaan dengan menu Indonesia ditularkan kepada anak-anaknya beserta para menatunya. Maka tak heran apabila nyonya kepincut dengan nastar yang rasanya sebelas dua belas dengan bo lo so, oleh-oleh khas Taiwan. Yang membedakan hanyalah tampilan nastar yang nampak lebih imut.

Idul fitri kemarin saya juga bereksperimen membuat nastar. Tak ada niat lain di hati saya selain memanfaatkan fasilitas/peralatan membuat kue yang lumayan lengkap di rumah nyonyah. Toh nyonyah siap menjadi kelinci percobaan untuk mencicipi hasil karya saya yang sering kali trial dan error.

Kebetulan, nastar pertama saya sukses (tepuk tangan dong, penggemar. Plok plok plok ... Tengkyu). Rencananya, kue itu akan saya bawa ketika libur Minggu tiba. Naas, satu toples hampir ludes ketika saya tinggal antar les sehari sebelum libur tiba. Yasud, saya hanya nyengir kuda dan berkata 'aku ora papa' meski sejatinya 'aku radak papa'.

Beberapa waktu kemudian, nyonyah rikues untuk membuat nastar lagi. Kata nyonyah, nastar ini akan dijadikan hantaran untuk Mbokdhe di blok sebelah. Padahal, beberapa hari sebelumnya Mbokdhe sudah saya gorengin krupuk udang satu pak. Sebagai kungyan yang tunduk pada mandat nyonyah majikan, semangat 86 pun membalut seluruh badan. Nggak apa-apa deh kerja rodi asal free listrik dan free Wi-Fi, batin saya.

Saya pun berangkat ke supermarket di lantai 3 bawah apartemen, membeli nanas glondongan, utuh. Menurut resep yang disajikan oleh mbah gukgel, nanas itu diparut dan dimasak untuk selai. Sambil ngelamun (iya ... ngelamunin kamu), tangan kiri saya mengaduk wajan anti lengket dan tangan kanan saya menakar butiran-butiran pasir putih nan lembut yang nantinya akan dimasukkan ke dalam wajan. Tidak tanggung-tanggung, timbangan digital itu menunjukkan angka 150 gram.

Blebeb, blebeb, isi wajan itu bergolak. Aroma kayu manis merebak. Saya ambil sendok untuk mencicipi sambil membayangkan betapa harum dan legitnya selai itu jika sudah matang nanti. Hanya dalam hitungan sepersekian detik setelah mencicipinya, lidah saya langsung terjulur paksa. Rasanya ... wow, bener-bener cetarrr menggelegar.

Rasa nanas yang manis, asem, wangi dan gurihn yang menjadi isi nastar itu sih mainstrem. Tapi bila rasa nanasnya asin selayaknya air lautan, barulah itu nastar ekstrem!

Begitulah, pembaca Nekad Naked tercinta, butir-butir pasir tadi ternyata bukan gula tetapi garam iodium yang membuat acara masak-memasak saya gagal total. Dengan berurai air mata dan mengurut dada, saya hanya melambai dadadada ketika akhirnya nanas itu berakhir di tempat sampah. Saya pun bergegas turun ke supermarket untuk menggantinya. Sibbb, munasib.

***

2014-10-16

[Curcol] Gembreng Seng

Gembreng Seng

Minggu pertama bulan Juni ini, pengguna jejaring sosial di kalangan teman-teman di Hong Kong dihebohkan dengan tulisan sebuah akun yang merendahkan status pekerjaan sebagai TKW (Tenaga Kerja Wanita). Tak ayal, teman-teman di Hong Kong langsung meradang. Kemarahan mereka segera tersulut. Screen shoot tulisan beberapa baris itu segera tersebar dari beranda satu ke beranda lainnya. Adu komentar pun terjadi. Grup-grup obrolan online yang biasa diunduh dari HP Android juga menjadi lahan penyebaran.

Beberapa pekerja migran asal Indonesia di negara penempatan lainnya pun turut geram. Seandainya mau sedikit membuka mata, tentu penilaian miring itu tidak digeneralisir untuk seluruh TKW. Toh semua itu tergantung dari pribadi masing-masing, bukan?

Marilah kita tengok lebih dekat bagaimana kondisi sebenarnya dari TKW Hong Kong itu sendiri. Mereka adalah wanita-wanita hebat, tangguh dan kreativ. Banyak diantara mereka yang memanfaatkan satu hari liburnya tiap minggu untuk sekolah, kuliah, kursus, berkreasi di dunia fesyen dan modelling, menyanyi, olahgara, advokasi dan banyak lainnya termasuk di dunia fotografi. Kemudahan menyalurkan bakat dan hobi khususnya di dunia fotografi ini kemunginan besar disebabkan oleh banjirnya gadget, yang didukung dengan gaji bulanan yang lumayan besar. Maka jangan heran jika di seputaran lapangan victoria, kita akan menemukan mbak-mbak cantik berkalung kamera.

Saya sempat berfikir, jika mbak-mbak fotografer berkalung kamera, apakah mbak-mbak penulis juga berkalung lappy? Secara lappy adalah salah satu pendukung dunia literasi. Hohoho, stop, stop! Fikiran itu segera saya tepis, toh itu hanya sekedar imajinasi kebablasan seorang TKW Hong Kong yang mencoba peruntungan mendapat gaji tambahan dari sebuah tulisan untuk menambah biaya hidup dan dana pendidikan (pengakuan jujur sambil nunjuk hidung sendiri, eh!).

Demikian juga dengan teman saya, Nanik. Ia adalah salah satu pecinta dunia foto, bukan sebagai sosok di belakang kameranya tetapi sebagai objek jepretnya. Setiap ada kesempatan, ia akan bergaya paling ehem-ehem, jos gandos, top markotop dan sip markusip. Memang, ia memiliki latar belakang sebagai seorang "pewarta foto" selfie, yakni sosok yang selalu mewartakan segala aktivitas pribadinya dengan potret lalu mengunggahnya di jejaring sosial. Entah itu makan, minum, masak, belanja, berangkat mandi, maupun tidur. Cita-citanya sungguh mulia. Yaitu: menjadi model yang cukup disegani. Dalam bahasa Jawa, disegani berarti diwenehi sega (dikasih nasi)!

Maka ketika mimpi ke arah sana mulai kelihatan jalannya, aktivitas sebagai "pewarta foto" selfie pun dikurangi. Kini ia lebih sering beraksi di depan kamera fotografer. Dalam menjalani aktivitas barunya ini, selain make-up, ia pun harus ganti-ganti kostum. Penampilannya disulap lebih jling. Wajahnya yang eksotis khas Melanesia didempul dengan bedak yang lumayan tebal. Pipinya dimerah-merah, kelopak matanya dibiru-biru, tapi saya memohon kepada Anda untuk tidak membayangkan wajahnya seperti habis kena jotos, ya. Meskipun saya mendeskripsikannya 11 12 dengan luka memar.

Menurut Nanik, ia sangat menikmati kegiatan itu. Adiktif yang positif, katanya. Ia makin familiar dengan asesoris fotografi seiring dengan seringnya bersinggungan dengan benda-benda itu. Hari Minggu itu, ketika ia sedang on duty, seorang teman memegang benda pipih nan lebar, masing-masing dua sisinya berwarna emas dan perak dengan pinggiran hitam. Benda itu senantiasa diarahkan ke muka Nanik. Sampai-sampai mata Nanik ikut tersiksa karena silau.

Oleh karenanya, kegiatan pun dipause, break, istirahat atau apapun kata sepadan yang memiliki makna serupa. Selain untuk melemaskan otot-otot yang kaku, ngobrol dengan sesama tim ternyata bisa mendekatkan dan mengeratkan hubungan pertemenan. Sesekali bercanda, minum atau ngemil makanan ringan. Bahkan obrolan tidak penting pun menjadi bumbu pemanis suasana hari itu.

"Itu apa sih kok kayak gembreng seng?" tanya Nanik tiba-tiba.

Haaahhh? Gembreng? Sekelompok wanita pekerja migran yang sedang belajar fotografi itu tertawa serempak tanpa aba-aba. Mata mereka langsung tertuju pada reflector yang disandarkan pada tembok. E... lhae.

2014-10-11

[Curcol] Bahasa Inggis Jongkok

Bahasa Inggis Jongkok

Pentingnya penguasaan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, di era serba canggih seperti sekarang ini adalah hal mutlak. Bahasa komunikasi internasional satu ini memang menjadi momok bagi saya yang kemampuan berbahasa Inggris sangat rendah. Oleh karenanya, saya terpaksa ikut les gratisan pada suatu lembaga non-profit milik pemerintah Hong Kong untuk mengup-grade diri.

Tak hanya itu, saat menyebut kosakata bahasa Inggris yang grathul-grathul, seringkali saya menjadi perhatian teman-teman. Termasuk salah menyebut eyebrow untuk alis. Untunglah teman-teman saya pada jago Inggris. Sehingga mereka mengoreksi pembenaran saat itu juga. Kekurangan saya ini tidak hanya membuat keprihatinan tapi juga guyonan ketika menikmati waktu liburan. Sudahlah, paling tidak saya menginspirasi teman-teman saya agar tetap ceria meski dengan segala kekurangan yang ada.

Kesadaran akan minimnya berbahasa Inggris ini sebenarnya terdeteksi saat berada di bandara Adi Sutjipto, ketika hendak kembali ke Hong Kong beberapa waktu lalu. Saat itu, saya membaca flight time 01:15 sebagai waktu penerbangan, bukan lamanya penerbangan. Alhasil, saya sudah standby di bandara sejak pukul 12 siang meski pada penerbangan domestik menuju Jakarta tertera pukul 19:40.

Ketika kertas tersebut saya tunjukkan kepada petugas yang gagah perkasa memesona seluruh wanita di bandara Yogyakarta itu beliau meluruskan pemahaman saya yang ternyata bengkok sebengkok-bengkoknya. Ya ampun! Artis Hong Kong kok bahasa Inggrisnya jongkok, sepertinya begitu makna dari tawa renyah yang dilemparkan kepada saya dan rombongan.

Tak perlu mungkir, sobat Nekad Naked. Saya ini memang artis yang berperan menjadi pembantu. Akting saya bisa dilihat sebuah TV yang bernama CCTV dan disiarkan secara live di lift apartemen.
Akhirnya, dengan lagak sok cuek, saya mengucapkan terimakasih kepada bapak tadi dan segera menitipkan koper di loker bandara. Maksud saya sih untuk menutupi rasa malu dan berharap bapak tadi tidak mengenali saya ketika masuk gate malam nanti.

Untuk menghabiskan waktu hampir setengah hari itu, saya dan saudara yang mengantar saya muter-muter Yogyakarta dengan Trans Jogjanya. Kami hunting oleh-oleh di Taman Pintar dengan jejeran toko dan koleksi bukunya yang bikin ngiler, menikmati pempek di Ambarukmo barulah kembali ke bandara.

Ah, ada untungnya juga kejadian waktu itu. Dengan begitu, saya jadi lebih greget untuk belajar bahasanya si David Beckamp meski harus mengalami kejadian memalukan.

***

2014-10-03

[Curcol] Terkunci di Kuburan

Terkunci di Kuburan

Hari yang paling dinanti para pekerja migran sentero tlathah Bauhinia selain hari gajian adalah hari libur. Memang, hukum perburuhan di Hong Kong memberi waktu istirahat 1 hari dalam seminggu bagi pekerjanya. Bila beruntung, libur ini akan didapatkan tiap hari Minggu dan hari libur nasional lainnya yang berjumlah 12 hari setahun. Dalam kenyataannya, banyak pekerja migran yang hanya mendapatkan libur 2x sebulan atau malah 1x sebulan.

Banyak faktor yang menyebabkan adanya kasus semacam ini. Entah karena perjanjian di awal kontrak kerja, ketidaktahuan hukum perburuhan, atau memang sebentuk pembodohan berjamaah antara segitiga maut antara lopan, agen dan PeTe. Bahkan pekerja itu sendiri yang hooh-hooh saja menerima keputusan tersebut demi pengiritan karena berfikir libur itu habis-habisin uang transport dan uang makan. Belum lagi sepulang libur capeknya angudubillah dan kondisi tempat kerja yang mirip kapal pecah ketika ditinggal kungyan menikmati istirahat seharian. Ketika jelas-jelas hak liburnya disunat habis-habisan, sebagian mereka banyak yang mengeluh dengan sesamanya ketika berpapasan di pasar, di MTR, di jalan, atau paling keren ... curhat di fesbuk. Kalo penulis curhatnya di blog, eh ...

Bagi pekerja yang beruntung, mereka bisa memanfaatkan hari liburnya dengan mengikuti pengajian, seminar/ workshop, kursus-kursus hingga sekolah atau kuliah. Segelintir pekerja yang beruntung itu adalah Asti yang saat ini menginjak tahun pertama di rumah majikan barunya di Sheung Wan.

Asti ini termasuk pekerja nekad - bukan naked (seperti nama blog ini ya). Hehehe, kalo naked kan syerem banget! Sosok anggun (anak Nggunung) yang hobi mendaki puncak-puncak tertingggi di Hong Kong dan kalungan kamera segede ember ini memang suka dengan foto-foto. Berbagai aliran fotografi ia coba. Namun yang paing sering dilakukannya adalah s-e-l-f-i-e, selfie, memotret diri sendiri (termasuk penulis hihihi).

Dalam perjalanan dari lapangan Piktori menuju salah satu makam/ kuburan di Hong Kong, bersama teman-temannya, ia membahas tema "generasi menunduk" yang menjangkiti manusia-manusia modern hari ini. Mereka menunduk bukan karena menaruh hormat atau takzim dan tunduk, tetapi ini adalah gambaran generasi yang terhipnotis dunia maya yang disediakan gratis oleh gadget canggih yang saat ini menjamur di mana-mana. Dalam kondisi apapun, mereka akan fokus menunduk guna memelototi barang elektronik pipih nan slim itu. Meski ada teman di dekat, generasi ini lebih peduli dengan gadget canggihnya itu.

Kembali ke Asti, begitu sampai di kuburan, Asti segera melancarkan aksinya. Ia dan teman-temannya belajar memotret model bertema "beauty of spooky". Hehehe, keren kan temanya? Padahal beberapa waktu sebelumnya, Asti sudah ditakut-takuti bakal kena usir juru kunci alias penjaga makam. Bukan Asti namanya kalo gampang menyerah. Dengan aksi berpura-pura cuek berikut ransel segede gaban yang nangkring di punggungnya, ia dan temannya memasuki makam. Mereka terus ke bagian dalam hingga mentok ke tempat yang agak tersembunyi guna menghindari petugas yang sewaktu-waktu bisa mengusir penyelundup asing ini dengan paksa.

Saking asyiknya jepret-jepret, jarum jam pada arloji Asri telah menunjukkan angka 6 dan 2. Wah, gawat, itu tandanya sudah jam 6 lebih sepuluh menit! Dari pojok kiri makam menuju pintu gerbang, mereka pun berjalan dengan tergesa. Ada rasa was-was. Susah payah teman Asti menyembunyikan kamera di balik baju kebesarannya (baju yang ukurannya terlalu besar dari postur tubuh). Bahkan, sempat keluar ide melompat pagar kuburan jika pintu gerbang dikunci.

Dan benar! Pintu gerbang telah digembok. Waduh, nggak lucu kan kalau para tukang foto dan modelnya bermalam di kuburan? Cilaka dua belas nih!

Untunglah kantor/ ruang penjaga yang berhadapan langsung dengan pintu gerbang yang berjarak sekitar 3 meter di bagian dalam makam itu belum kosong. Seorang penjaga keluar. Hati Asti yang semula ketar ketir terkiwir-kiwir menjadi sedikit lega. Sebelum disemprot penjaga, Asti pasang wajah innocent dan tersenyum paling manis sejagad raya. Ia pun mengucap maaf berkali-kali.

Pak penjaga akhirnya membuka gembok dan memersilakan asti dan teman-temannya keluar. Tak lupa Asti diperingatkan bahwa makam itu tutup pukul 6. Sambil mengucapkan maaf dan tersenyum sekali lagi, Asti dan teman-teman pun pergi. Suasana seram tetap membuntuti ketika gelap mulai menggerayangi terlebih masih harus melewati makam katolik dan makam muslim yang terletak berjajar. Membayangkan terkunci semalaman di dalam makam benar-benar membuat ngeri. Hiii.

***

2014-09-17

[Fiks-isme] Bun Yan Bun Maow


Foto doc.pri


Oleh: Sinna Hermanto (44)

“Kamu ke sini sekarang, ya. Ada yang mau interview.”

“Sekarang? Boss yang kemarin kita obrolin itu ya, Bu?”

“Bukan. Boss ini lain lagi. Anak-anak shelter lagi partime, cuma kamu tok yang available, buruan ke sini, Er.”

*

Erlina bergegas ke kamar mandi, beberes diri. Ia memilih kostum dengan atasan warna kuning. Bagi orang Hongkong, kuning yang dalam bahasa Kantonis ‘wong’ memiliki pelafalan yang sama dengan membawa keberuntungan. Sebenarnya Erlina tak begitu percaya dengan klenik atau semacamnya. Tapi ia hanya bertukar peran seandainya ia berada pada posisi orang Hongkong memandang budayanya.

Terlebih, Erlima telah berpesan kepada staf agen yang mencarikannya kerja, bahwa ia hanya bersedia interview kerja merawat lansia, bukan balita. Dan kebanyakan, lansia sangat teguh dengan karakteristik budayanya. Itulah mengapa ia memilih warna kuning.

Erlina baru setahun di Hongkong. Ia kena PHK lantaran majikannya yang dulu pindah kewarganegaraan ke Kanada. Satu setengah dasawarsa kembalinya Hongkong ke China ternyata banyak membuat warga Hongkong kurang puas dengan kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah. Demo gelombang besar sering terjadi meski dalam aksi demo itu ada indikasi permainan uang.

Yang paling utama adalah sistem pendidikan. Pada masa ‘jajahan’ Inggris dulu semua sekolah di Hongkong menjadikan bahasa Inggris aktiv-pasif sebagai bahasa utama dalam belajar mengajar, kini sekolah di Hongkong membaginya menjadi sekolah ‘Inggris’ dan sekolah ‘Kantonis’. Hasilnya, sekolah ‘Kantonis’ memiliki penguasaan bahasa Inggris yang buruk ketimbang sekolah ‘Inggris’. Hal ini sangat berpengaruh dalam persaingan pencari kerja. Itu pulalah salah satu penyebab majikan Erlina memecat dengan hormat pembantunya itu.

*

Shelter milik agen terletak di lantai 3 dan 5 bangunan lawas di seberang gedung kantor. Sebuah jalan raya memisahkannya. Meski begitu, Erlina harus memutar jalan di jembatan bundar khusus pejalan kaki lantaran tidak ada lampu lalu lintas di jalan utama.

Begitu sampai di kantor agen, mata Erlina disuguhi senyum tipis oleh seorang perempuan paruh baya yang duduk di depan Vanessa, staf kantor yang menelefonnya tadi. Keduanya saling mengangguk hormat. Vanessa mengajak kedua perempuan itu duduk di sofa bludru warna biru tua di pojok kantor.

Nei sik em sik kong kwong dong wa? (2)”

“Bisa, dikit-dikit,” jawab Erlina ketika Vanessa meninggalkan keduanya karena telefon kantor berdering.
Perempuan itu memperkenalkan dirinya bernama Sally. Ia menjelaskan bahwa ia membutuhkan pembantu hanya untuk bersih-bersih rumah dan ngurus kucing sebanyak 9 ekor. Iya, 9 ekor.

“Kamu punya kamar sendiri, bukan tidur bersama kucing-kucing itu. Aku jarang pulang makan, mungkin agak repot saat anakku yang sekolah di USA pulang liburan ke Hongkong. Pokoknya jobmu urus kucing-kucing itu. Gimana?”

“E … e … Lam ha sin aa, (3)” entah ini hanya taktik Erlina atau jual mahal saja.

“Kenapa? Kamu takut kucing?”

“Enggak.”

“Aku tau kamu bakal capek ngurus banyak kucing. Gimana kalo gajimu aku bulatkan jadi 5000?” Mata Erlina sedikit terbelalak, mulutnya sedikit menganga, jantungnya sedikit berdegup lebih kencang. “Tapi dalam kontrak kerja tetap tertulis seperti undang-undang. Ini hanya kamu, aku dan agen yang tau. OK?”

*

Memasuki apartemen Sally, Erlina langsung disambut meongan kucing. Apartemen ini terdiri dari 1 kamar utama, 2 kamar kecil, 1 kamar mandi serta dapur bersih yang menyatu dengan ruang makan dan ruang tamu.

“Kucing-kucing ini tidur di ranjangnya masing-masing, ada di kamarku. Aku tak peduli gimana kamu rawat rumah ini. Anggap saja rumah sendiri. Yang penting, kalo ada apa-apa, kamu laporan atau tanya dulu ke aku. Oh ya, kamar kamar kecil yang berhadapan dengan kamarmu itu jangan kamu diutak-atik. Biar aku yang urus. Mengerti?”

Erlina mengangguk. Sesekali matanya mencuri-curi pandang pada kucing-kucing yang menatapnya. Ketika kedua matanya bersirobok, ia seperti melihat kilatan cahaya di mata kucing-kucing itu.

“Kenalin, ini Mo Mo, peranakan Turkis Anggora. Kedua matanya warnanya tidak sama, satunya kuning, satunya biru. Anak pertamanya 2, Suet Fa dan Siu Pak. Yang masih kecil ini Candy dan Ku Ku,” dua nama terakhir yang disebut Sally nampak masih lucu. Mereka berebut puting Mo Mo untuk menyusu.

“Yang ini triplet : Mori, Kara dan Nala. Nah, yang ini Tai Wong. Dia lagi sakit,” Melihat Triplet, fikiran Erlina melayang pada kucing telon peliharaannya di kampung. Benar-benar mirip dengan totol-totol tiga warna, abu-abu-kuning dan putih. Sedangkan Tai Wong mirip Garfield. Kepala Tai Wong memakai corong besar dari plastik. Kaki kanan-belakangnya diperban, jalannya agak pincang.

Lalu Sally menjelaskan bahwa kucing-kucing ini adalah binatang peliharaan suaminya. Ia dan suaminya sengaja mengadopsi kucing-kucing yang ditinggalkan atau dibuang pemiliknya dari SPCA (Society for Prefention of Cruelty to Animal). Tak jarang, binatang di SPCA banyak yang cacat karena mengalami penganiayaan. Tai Wong contohnya.

Anehnya, Sally sama sekali tak mengenalkan suaminya.

*

Hari ini Erlina sedikit bermalas-malasan lantaran Sally tak hanya tidak pulang makan tetapi tidak pulang ke rumah. Sally ada urusan bisnis di Macau. Terlebih, info BMKG-nya Hongkong mengabarkan datangnya bak ho fung gao (4) bernama Khalmaeni. Tiap bulan September, Hongkong selalu mendapatkan kiriman badai dari Filipina selayaknya Jakarta yang menerima kiriman banjir bila musim penghujan tiba.

Berita di TV juga menyatakan bahwa badai ini akan menyapu dataran Hongkong selepas jam 24 malam. Sebelum berangkat tadi, Sally berpesan agar menimbun stok logistik untuk dua hari. Kemudian memasukkan pot-pot bunga yang berada di balkon, mengikat kuat-kuat barang-barang di balkon dan melakban seluruh jendela kaca.

Saat malam semakin pekat, mendung yang memayungi tanah Bauhinia ini  mulai terlihat pekat. Gulungannya makin tebal. Lajunya makin cepat bercampur dengan titik-titik air yang semakin lama semakin deras. Hujan datang. Gelombang laut berakhir di bibir dermaga dengan buih putih. Dermaga itu nampak dari jendela kaca kamar Erlina di lantai 28. Ia mematung di sana.

Kemudian ia ingat bahwa jendela di kamar kecil yang berhadapan dengan kamarnya belum dilakban. Ia bergegas mengambil lakban dan gunting. Tai Wong dan triplet menunggu  di depan kamar kecil itu. Mo Mo, candy dan Ku Ku beriringan mengikuti langkah Erlina. Suet Fa dan Siu Pak berkelahi di bawah meja makan.

Ketika hendak membuka kamar itu, meongan ke-7 kucing-kucing itu bersahutan tiada henti. Suet fa dan Siu Pak berlarian mengelilingi kaki Erlina. Klik … Oi, kamar ini bisa dibuka? batin Erlina. Biasanya, Sally tak pernah sekalipun lupa mengunci pintu itu.

Pelan, tangan Erlina mendorong pintu. Kucing-kucing itu berebut masuk, saling mendahului. Erlina tertarik sebuah hembusan angin. Pintu tertutup kembali dengan paksa. Brakkk. Meongan berhenti.
Dalam gelap, sepasang mata nampak seperti bersinar, dua warna, toska dan emas. Mirip dengan mata Suet Fa. Hanya saja, mata ini berukuran lebih besar.

“Suet Fa … Suet Fa nurut ya. Ini aku, Erlina. Suet Fa …” tubuh Erlina gemetar.

“Whuaaarrrr … Wuarrr Wuarrr,” ribut sekali suara kucing-kucing itu. Entah seperti kucing mau kawin atau berkelahi. Erlina mencoba meraba dinding. Tangannya menemukan saklar. Klik.

Mata Erlina terbelalak manakala menemukan majikan perempuannya berada di kamar itu. Badannya berupa kucing dan kepalanya berupa manusia seukuran macan. Ia tak sendiri. Ia ditemani seekor kucing berkepala seorang lelaki dikelilingi 9 kucing-kucing kecil yang selama ini diurus Erlina. Sepasang bun yan bun maow itu menerkam Erlina.

Whuaaarrr …

*

Hari berganti, bulan berlalu, nampak seorang perempuan menikmati sarapan. Ia duduk di sofa sambil menikmati berita Selamat Pagi Hongkong. Ia begitu lahap menghabiskan makanannya itu. Sebungkus pelet kucing dan sekotak susu segar menjadi makanan favoritnya.

“Hmmm, ibu hebat. Sarapannya dihabiskan. Habis itu dimakan obatnya ya, Bu,” seorang berjubah putih mulai meracik butir wara warni.

Di luar kamar itu, tepat menempel di tembok pagar, tertulis “San King Peng Yuen(5)”.

***

1. Manusia setengah kucing
2. Kamu bisa bicara Kantonis?
3. Aku pikir dulu ya
4. Taifung nomor delapan (T8)
5. Rumah sakit jiwa

2014-09-13

[Gallery] I'm Flying Without Wings

I'm Flying Without Wings


Kamu pecinta fotografi? Penikmat karya foto? Atau sekedar hobi gila-gilaan di depan lensa? Ahay, kamu tentu tau dong salah satu karya yang rame diperbincangkan diantara temen-temen sewaktu bikin foto bareng/ hunbar gitu? Itu tuh, foto levitasi.

Ini pakai bangkupod dan timer. Masih shake tapi udah kecapekan loncat.

Apa sih levitasi? Secara gampangnya, levitasi adalah pose dari objek yang kita foto dalam keadaan melawan arah grafitasi bumi. Karya levitasi ini bukan hasil manipulasi atau olah digital.

Misal kita motret model (orang). Nah, modelnya ini terlihat seolah-olah mengambang. Tapi inget, mengambang loh bukan meloncat. Kalo meloncat namanya jump shoot dong, hehehe.

Selain levitasi, ada juga semi-levitasi. Semi-levitasi ini pada prinsipnya sama seperti levitasi. Hanya saja, modelnya tetap menginjak tanah tapi posisi badan bukan tegak lurus garis horizontal tetapi miring sekian derajad, getchuuu.

Ini nih sedikit tips membuat foto levitasi:
1. Usahakan ekspresi model terlihat natural.
2. Manfaatkan continuous shooting, trus pilih gambar yang paling pas 'melayang'nya.
3. Bila s-e-l-f-i-e sambil ngambang, manfaatkan tripod dan timer pada kamera. Bila tidak ada tripod, boleh minta tolong orang lain untuk memegang kamera (orangpod), pagarpod, sepatupod, treepod, dll.
4. Gunakan peniti/jarum pentul untuk mengurangi gelembung pada baju. Boleh menggunakan hair spray/ jell rambut agar rambut lebih rapi.
5. Teknik shootnya: pakai hi-speed dan low-angle.
6. Cari tempat yang aman dan tidak mengganggu orang lain

Berikut hasil trial dan errornya.

Ini pakai orangpod dan timer. Kangen Jogja, hiks.

Ini pakai orangpod. Sttt ... the power of shadow.

Ini pakai orangpod. Nggak mau kalah narsis dari mbak model.

Nge-lev yuk. Yeahh, finally, I'm flying without wings coz I'm LOVE-VITATION. (Risna)

Teks & photos: by me.
***

2014-09-07

[Curcol] Mendadak Salon

Mendadak Salon

Teman-teman sejawat yang sama-sama ngawula alit di Hong Kong tentu sangat mahfum bahwa menjelang hari Imlek, rumah majikan harus dielus-elus hingga kinclong. Lantai rumah harus digosok hingga putih bersih. Bila perlu direndam dengan bleach atau pemutih. Semua laci dikeluarkan isinya lalu ditata ulang biar rapi. Minyak-minyak yang menempel pada perabot dapur harus 'say: hai, goodbye' sebelum hari raya China tiba. Pokoknya semua dibersihkan kalau perlu diganti yang baru. Bahkan seluruh benda dari kaca harus nampak bling-bling sparkling.

Sama halnya dengan saya. Saya pun mengelus-elus perabot tempat kerja saya. Ceritanya, hari itu saya membersihkan dapur. Karena kurang berhati-hati, saya malah memecahkan vas beling bening milik ndoro juragan. Vas itu baru saya bersihkan yang nantinya digunakan untuk menaruh bunga segar. Begitu selesai saya cuci, vas tersebut saya taruh di lantai agar tidak tersenggol tangan atau tidak jatuh lantaran masih ada beberapa perabot lagi yang menunggu giliran dibersihkan. Ah, memang sudah nasib vas beling nan malang itu harus tersenggol kaki. Dan pranggg, pecah!

Dengan memasang wajah tanpa dosa dan menenteng vas bunga yang pecah bagian atasnya, saya pun segera laporan kepada juragan. Kalau marah ya marahlah, toh saya salah, begitu suara batin saya. Rupanya, hari itu juragan harus berangkat ngantor lebih awal di hari terakhir kerja sebelum liburan hari raya tiba. Bahkan ia berpesan bahwa ia tidak pulang makan karena ia akan menghadiri pesta bersama teman kerjanya. Karena ia buru-buru berangkat ngantor, kesalahan saya memecah vas bunga diabaikannya.

Ndilalah, ketidak beresan kerja saya hari itu belum berakhir meski pagi tadi saya telah memecahkan vas bunga. Ketika saya membuat nasi tim, saya menggosongkan panci secara permanen. Artinya, dicuci dengan apapun, digosok dengan cairan apapun, diusek-usek dengan spon apapun, gosongnya tidak bisa dihilangkan.

Barulah keesokan harinya, saya membuat laporan bahwa saya menggosongkan panci. Selain pasang wajah innocent, saya bertanya trik membersihkan panci kepada ndoro juragan. Akhirnya YBS (Yang BerSangkutan bukan SBY, catet!) ... Akhirnya YBS meminta saya menggodog air dengan panci gosong tadi agar keraknya lepas. Sayangnya cara ini tidak sukses. Malahan, saya mendapat pujian yang memesona

"Kalau nggak ada aku di rumah, jangan-jangan kamu em co ye. Lihat tuh tuh, pas kamu co ye kamu malah ta lan ye". Duh, Gusti, paringana sabar, batin saya berbisik.

Teringat wejangan eyang ketika saya akan ke Hong Kong dulu, jika ndoro marah, rayu dia dengan memasak makanan kesukaannya. Tak kurang akal, malamnya saya membuat menu kesukaannya dalam porsi yang lumayan banyak. Sambal terasi pakai teri. Biasanya sambal ini dicocol ketika dia makan mie.

Syukurlah, berkat sambal tadi amarah ndoro juragan mulai padam. Malahan, ia meminta saya menjadi tukang salon dadakan. Ilmu mandadak salon ini saya peroleh secara otodidak ketika beberapa waktu yang lalu ia meminta saya membantunya mengerjakan PR sekolah/ les hair stylishnya. Ia merekomendasikan saya untuk ikut les itu karena biayanya gratis. Sedangkan obat-obat kimia dan peralatan penunjang belajar termasuk media peraga harus beli sendiri. Bahkan ia mengatakan bahwa banyak pekerja asal Indonesia dan Filipina yang ikut les di hari Sabtu atau Minggu.

Dengan halus saya menolak ajakan itu. Selain kurang berminat, saat ini saya sedang les bahasa Kanton. Untuk membuatnya tidak kecewa karena gagal 'menghasut' saya dengan kata gratis tadi, saya hooh-hooh saja ketika ia meminta saya memasang rol pengriting rambut sekaligus menuangkan cairan 'amat sangat bau banget' itu pada kepala manekin/ kepala boneka peraga. Saat itu saya merasa enjoy melakukannya atas dasar rela serela-relanya.

Khusus hari penyiksaan yang dibungkus dalam program acara 'mendadak salon' tadi, ndoro juragan menyiarkannya secara langsung di CCTV, yang dipasang di salah satu sudut ruangan. Kepada pambaca SUARA yang budiman, saya mengimbau: agar sekiranya jangan macam-macam dengan saya. Saya ini artis, loh. Serius, saya bukan masuk kardus TV tapi masuk TV beneran. Nama TVnya ya ... CCTV itu tadi!

Demi sebuah peran kecil-kecilan 'mendadak salon' tadi, saya tidak lagi nyalon memakai kepala manekin tetapi kepala asli ndoro juragan. Padahal, tugas mbabu saya masih banyak, bekas makan malam juga masih berantakan di atas meja. Tapi demi mandat YBS, saya siap melaksanakannya dan membereskan mangkok-mangkok kotor itu setelah acara nyalon itu selesai.

Mendadak salon seri dua ternyata masih menunggu. Buktinya, seusai sarapan di hari esoknya, ndoro juragan memanggil-manggil saya. Saya kira YBS akan memberi mandat membersihkan ini itu yang kemarin terlewat dielus-elus. Saya segera menganalisa sumber suara yang ternyata bersumber dari dalam toilet. Saya segera mendatangi sumber suara.

Dengan memakai baju tidur lengkap, ndoro juragan memanfaatkan toilet yang tertutup itu sebagai tempat duduk. Saya bertanya kalau-kalau ada yang bisa saya banting, eh maksudnya, kalau-kalau ada yang bisa saya bantu. Lalu mengalunlah sabda pandita ratu.

"Ce, tolong bantu saya ngecat rambut, ya" pintanya. Owalah, tadi saya telanjur suudon.

Pesan moral yang saya petik dalam program acara spektakuler awal tahun 2013 ini adalah: cara kerja saya yang trial dan error mendekati imlek tahun ular air ternyat bisa dihapus dengan mendadak salon seri 1 dan 2. Mulai hari itu, saya merasa seperti bermetafora menjadi pekerja salon beneran. Tiba-tiba saya ingin menirukan gaya banci kaleng di Taman Lawang.

"Kemon, cyin. Eike colourin rambut yey, ya?" Eh.