[Nekad Blusukan] Sam Tung Uk: Hong Kong Tempo Doeloe

"Sam Tung Uk Museum, komplek perumahan tempo doeloe ala Hong Kong ini merupakan salah satu situs sejarah peninggalan masa lampau yang menggambarkan kehidupan masyarakat Hong Kong, khususnya masyarakat klan Hakka (marga Chan) yang berasal dari propinsi Guang Dong, China. ," lanjutnya.

[Nekad Blusukan] Lei Yue Mun, Eksotisme Wisata Kampung Nelayan

Orang bilang: foto-foto cantik itu biasa, foto-foto ekstrem itu barulah luar biasa.

[Nekad Blusukan] Sheung Wan: Pusat Graffiti di Hong Kong

Tai Ping Shan merupakan daerah Sheung Wan bagian atas. Area ini terkenal sebagai tujuan pecinta seni dengan aneka galeri serta barang-barang antiknya. Sehingga tak salah jika Sheung Wan menjadi salah satu pusat grafiti di Hong Kong.

[Nekad Blusukan] Plesir ke Pacitan

Pantai Teleng Ria berada di teluk Pacitan. Ini adalah salah satu pantai yang menjadi jargon tanah kelahiran presiden SBY. Tanah berumput hijau terhampar luas sebelum mencapai bibir pantai. Bunga bakung ungu menyembul di antara rerumputan itu. Ada juga segerombol pohon cemara jarum dan tunas kelapa yang mesih rendah. Wow, indah bukan buatan.

[Nekad Blusukan] Hong Kong Rasa Kanada

Sweet gum bukanlah mapel. Bentuk daunnya ada yang menjari 3, 4 dan 5. Ukurannya pun berbeda sesuai dengan musim di mana pada musim semi, daunnya lebih lebar.

2015-10-31

[Nekad] Panduan Mengikuti Ujian Semester #2

University Station (Doc.pri)

Setelah membaca mukadimah yang puanjang sebelumnya, akhirnya saya putuskan memenggal tulisan menjadi dua postingan agar samang-samang ndak ngeluh macam dedek-dedek gemesh galau.

Lalu, bagaimana dengan panduan mengerjakan ujian sebagaimana yang dipakai dalam judul?

l   Pertama, pastikan samang-samang bukan mahasiswa ilegal.
Begitu juga kampusnya. Jangan sampai tempat samang-samang menuntut ilmu secara formal itu adalah kampus abal-abalPora ngeri? Wooo... rumasamu! Cara mengeceknya bisa cari panduannya sambil searching-searching di rumah embah gukgel atau search engine lainnya. Memang, penamaan mahasiswa ilegal ini rada ndak nyaman. Tapi kan tiap kasus mahasiswa ilegal ini ndak sama. Wise dikit, dong. Hambok ditelaah satu-satu, dicari klausalnya biar ketemu solusinya. Hamosok ada masalah kok ditampung? Kita ini bukan Laut China Selatan yang mampu menampung aliran bah masalah dari sungai Kunning.
Benar kita dianugerahi chip buatan Tuhan yang ditanam di dalam tempurung kepala kita. Tapi dengan seiringnya waktu, kita bisa mengalami long term memory lost.

l   Kedua, kuasai moDULL berikut latihan soalnya.
Kalo MOODul samang ndak ada soalnya, samang-samang ndak usah nyari persoalan deh. O… jadi, gitu? Samang yang membuat (per)soal(an), saya yang harus (men)jawab?

l   Ketiga, persiapkan perkakas dan hardware ujian.
Bila dalam tatib ujian tidak diperkenankan memakai sendal jepit atau kaos oblong, taati. Termasuk meletakan di depan kelas semua barang elektronik berupa teve, mesin cuci, kulkas, micro-wife, semar-phone yang bisa share wi-fe dan atau aneka tablet termasuk tablet sakit demam, flu atau malarindu. Kalo samang melanggar tatib trus dicoret dari absen, percuma loh telepon 999. Iya, sih, nyambung tapi yang datang bukan polisi tapi satu kompi mobil pemadan kebakaran. Serius! Buat memadamkan bara api di hati dan otak e samang itu loh.

l   Keempat, trik gila ala saya adalah: datang, duduk, kerjakan, pulang, lupakan.
Selebihnya kembalikan kebijakan akademika kepada kampus atau sekolah yang menaungi kita. Kalo keputusan jajaran dewan kampus sudah fix, nyinyir di jejaring sosial atau war-blog sampai keyboardjebol pun ndak akan ketemu titik temu. Sudahlah, emang wewenang ilmiah kita sebagai pelajar ini apa agar bisa mempengaruhi dan atau mengubah keputusan 'atasan'? Jangankan mencoret absen, menghujani nilai E untuk semua matkul bahkan memberedel presma saja pihak kampus itu punya kuasa, og. Terima sajalah. Kalok memang mau bersuara, silakan juga asal tetap beretika.

Biasanya, mereka yang kalem-kalem dan ndak begitu vokal di kampus itu berkecenderungan cepat lulus. Hasiapa yang meluluskan tulisan tidak baku dan ndak nggenah macam begini dalam skripsi/ karil? Pora swedih beliyo-beliyo yang bersusah payah menyusun, menyunting, menerbitkan, dan atau mengedarkan KBBI. Hormati dan apresiasi, dong, mumpung momennya pas di hari Sumpah Pemuda.

Eniwe, baswe, sabwe, selamat belajar bagi Mbak-mbak dan Mas-mas yang menjalankan. Yang tidak belajar tidak saya ucapin selamat.
Sirahku ngelu, piye sirahmu?


[Risna]

2015-10-28

[Nekad] Panduan Menghadapi Ujian Semester

大 å­¸  University Station (Doc. pri)



Panduan Menghadapi Ujian Semester


Mbak-mbak dan Mas-mas yang hendak mengikuti ujian semester bulan depan, bijimana persiapannya?

Gini, sudah sekian minggu terakhir samang-samang pada pamer foto moDULL, tugas-tugas KILLiah, dan serentetan woro-woro yang berbau caritas akademika. Demikian juga rentetan 'kasus' yang diposting secara 'public' itu akan dengan mudah kita telusuri jejaknya (kecuali kalo telah samang-samang hapus permanen). Ada seuprit (atau seupil, ya?) kata yang rada-rada nendang hati saya. "Mahasiswa ilegal".

Omaigot! Saya pora mencak-mencak ketika samang-samang mengecap saya (dan mungkin beberapa teman saya) adalah mahasiswa ilegal. Hambok disumpah Pemuda to, saya ini sama kayak samang-samang itu. Meski saya mahasiswa nganu tapi status kemahasiswaan saya bisa dicek di absensi, Kartu Tanda Peserta Ujian maupun Kartu Tanda Mahasiswa. Hamosok punya KTM kok masih disebut mahasiswa ilegal. Pora tersinggung saya.

Yaaa, saya akui, saya ini memang mahasiswa yang begitu bersemangat, iya, bersemangat rendah untuk belajar, berdiskusi ataupun setor tugas di minggu ke-3, 5 dan 7. Yang apabila berdiskusi, kadang pakai bahasa prokem atau bahasa tidak baku yang tentunya tidak mencerminkan keintelejensiaan mahasiswa. Hancen bukan mahasiswa beritelejensia, og. Padahal, mata kuliah ‘aturan pakai dan tata kelola menyusun opini’ ada dalam daftar jadwal ujian besok. Bisa-bisa dosen pengampu mencontreng saya nilai A alias "Astaghfirullah, itu nilai apa cacing antri sembako, kok penguasaan materi kurang dari 30%".

Bukan tanpa alasan. Bayangkan, dalam setiap matkul, bapak/ibu dosen pengampu ini mengurus beberapa kelas. Dalam satu kelas saja ratusan mahasiswa. Jika saya tidak setor tugas, bukankah saya sudah membantu meringankan tugas beliau? Niat baik saya ini kadangkala memang disalah artikan. Yaaa, semacam 'pihak ketiga' yang merusak hubungan dan pihak ketiga inilah yang selalu disalahkan. Lagipula, jangankan feedback tugas, feedback diskusi saja tidak pernah saya dapatkan. Entah karena saya kurang PUPUler, kurang gahol, kurang 'vokal', atau jurusan yang saya ambil tidak istimewa alias 'biasa-biasa saja'? Entahlah, hanya Tuhan dan sopir angkot yang tahu kapan fluktuasi belajar saya naik, turun, nikung atau belok. Yang jelas, saya kurang 'ajar' (mohon bimbingannya ya, kakak), kurang tinggi, kurang gizi dan kurang diskusi. Beda halnya dengan jurusan ‘Jkt-Sub-Jkt direct flight’ milik sebelah yang baru tugas 1 saja langsung dikomentari oleh bapak dosen pengampu, diunggah sebagain esainya berikut feedback akan kebanggaannya punya calon advocado dari kelas grass root,  tekawe Hong Kong, ke jejaring sosial faceBERUK. Secara tekawe itu kan taunya cuma seputar ngusek-ngusek jumbleng, nyacah babi, atau nyeboki fantatnya baby. Kan keren kalo di court gitu ada alumni Life University of Hong Kong. Saya bangga dong, hawong saya bagian dari mahasiswa Life University itu.

Tapi ya, gitu. Skema pengambilan nilai Ujian Semester itu diambil dari nilai semesteran yang harus memenuhi 30% dari penguasaan materi MOODul. Bila nilai kurang dari itu, ndak usah ngarep deh. Pasti D, kalo sial sih E. Jadi, kegiatan tutorial online atau tutorial tatap muka selama dua bulan penuh diperjuangkan, semua sia-sia hanya karena nilai yang kurang dari 30%· Apa artinya? Tuton atau TTM ga gitu penting. Yang penting adalah MENGHAFAL isi moDULL. Ndak usah mengerti isinya yang penting hafal materinya. Gitu.

E tapi, perlu saya tambahkan, Tuton dan TTM akan ditambahkan untuk mendongkrak nilai jika semsteran mendapat nilai minimal 30%. Jadi, piye maksudmu, jez? Yaaa, Tuton sama TTM itu fungsinya mirip ban serep, "dipakai kalau memenuhi syarat". Begono.

Hatrus kepriwe? (Jangan bikin saya punya kepala putar-putar di tempat). Begini, kakak. Kuliah itu ndak seindah di sinetron, ndak semudah dalam artikel-artikel yang bertebaran di internet. Apalagi bagi kita-kita yang vakum dari buku-buku pelajaran sejak beberapa abad yang lalu. Bisa ndak samang jatuh cinta sama prodi/jurusan yang samang pilih meski itu bukan jurusan terkaporit? Ya kan tiap horang hituh milih 'pacar' (bukan istri/suami, loh, ya) sesuai kriteria masing-masing. Ada yang suka sama yang punya perut sixpack, ada yang suka kutilang darat (kurus-tinggi-langsing-dada-rata), ada yang suka mahmud anas (mamah-muda-anak-satu, eh), atau suka yang oddie/ freakie /sweetie piggy? Perlakuan kepada pacar tentu lebih fake dan selalu ditunjukkanlah hal-hal yang baik-baik ketimbang sama pasangan sah sah sah di KUA atau catatan sipil. Dan perlu digaris bawahi, pacar hari ini bisa saja mantan esok hari, loh. Entah karena adanya internal flame, ditelikung saingan atau telah menyadari bahwa memiliki mantan 10 itu keren ketimbang punya 1 mantan. Ehem.

Jangan salah, ente! Nilai/ indek prestasi itu penting. Hamosok IP satu koma alhamdulillah pengen nyari beasiswa ke Amrik. Hellow…… kampusnya embahmu? Saya kasih tau ya, syarat kejaring foreign scholar-ship itu IPK minimal 3,00 dan TEOFL 600. Matih pora, we? Enggak susah, sih, walau ndak gampang jugak.

Tapi ya gitu, sewaktu mengajukan (misal) projek studi S2 nanti, samang ndak bakal menemukan tulisan macam begini di deretan jurnal penelitian kampus. Hawong yang nulis ini otaknya rada geser. Terakhir kali MRI, kira-kira 10.000 tahun lalu tepatnya sebelum negara api menyerang, volume otak saya kurang sesendok. Jadi, samang-samang yang terdaftar didaftar sebagai bagian dari caritas akademika yang berintejensia tinggi, ndak usah memeras otak (apalagi memeras jemuran) hanya untuk memahami tulisan saklek macam begini. Kan samang-samang adalah horang-horang fintar. Seharusnya sih bisa menelaah dan atau menelan maksud dari tulisan ini. Etapi, saya kasih tahu sama tempe, ya. Horang cerdas itu lebih kweren 99 derajat ketimbang horang-horang pintar. Dan, secerdas-cerdasnya manusia semacam pak tua peneliti apel yang berkorelasi dengan gaya grafitasi bumi itu, ternyata lebih kweren horang-horang yang beruntung. Beliyo berpesan:

"Imagination is more important than knowledge, for knowledge is limited to all we know and understand, while imagination embraces the entire world, and all there ever will be to know and understand.” Albert Einstein.

Oh iya saya lupa, pak tua itu tidak sekolah di kampus kita. Jadi, beliyo ndak bakal dipusingkan dengan mengafal isi MOODul ketika ujian tapi beliyo fokus pada penelitiannya, yang bila saya tambahkan, rata-rata jam tidurnya hanya 4 jam (kalok saya seperti itu, berapa ember kopi yang saya minum tiap hari, ya?). You know, lah. Prestasi di luar dunia akademik itu useless. Kecuali kalok kamu juara olympiade matematika, menang di LIPPI, dan atau kandidat summa-cumlaude sepanjang masa. Haiki mahasiswa sejati. Bukan kayak saya ini, orang-orang memperjuangkan cumlaude hakok saya masih berkutat di sisi kemelud.

Padahal, yin dan yang itu harus seimbang. Orang-orang cerdas itu perlu orang-orang bodoh untuk pembanding_dan penyeimbang. Gini contohnya. Semisal dalam satu mata rantai makanan, salah satu predator 'terputus' alias hilang, maka keseimbangan ekosistem ini bakal kalang kabut. Samang ndak usah pergi jauh-jauh. Kalo di sawah kita matiin semua hama tikus, trus ular makan apa? Kan dia makan ati dia jadinya. Apa akibatnya? Ya, si ular tadi galau terus, badan jadi kurus, lama-lama mati ditikam kesedihannya sendiri. Itu sama kasusnya dengan fungsi mahasiwa kelas krece itu tadi.

Sebagaimana pepatah Zimbabwe, "banyak jalan menuju hatimu", maka banyak pula jalan kita menuntut ilmu. Entah menjadi "pengangguran terselubung (baca: mahasiswa)" di sekolah formal ataupun menjadi pembelajar seumur hidup di sekolah kehidupan. Kita musti ingat, belajar itu dari lahir hingga masuk liang lahat. Bolehlah memakai aji-aji mumpung, mumpung kita menetap di wilayah China bagian selatan, kita tuntut ilmu sampai negara China berikut hunting pekerjaannya_yang walaupun sebagai pemeran pembantu, konco wingking atau gedibal sekalipun. Namanya juga usaha, yang penting kan halalan toyyib, berkah dan memberkahi, tut wuri handayani, jer basuki mawa bea.

Khusus yang terakhir itu, menuntut ilmu itu butuh bea/ biaya/ fee. Emang nggak ada yang free? Hawong sudah dijelaskan di paragaraf di atasnya pas ini, banyak jalan menuju hatimu kok malah mesle ke Pyong Yang. Ya wes, sana, mainan nuklir.

Lalu, bagaimana dengan panduan mengerjakan ujian sebagaimana yang dipakai dalam judul? Hehehe dipersila menuju Panduan Menghadapi Ujian Semester#2.


[Risna Okvitasari]

2015-10-16

[Octivity] Peduli Korban Bencana Asap, Mahasiswa UT di Hong Kong Galang dana

Sebagai bentuk kepedulian terhadap korban asap kebakaran hutan yang terjadi di Sematera dan Kalimantan, Indonesia, mahasiswa Universitas Terbuka di Hong Kong mengadakan galang dana di lapangan Victoria Park, Causeway Bay (4/10). Kegiatan serupa juga dilakukan oleh beberapa komunitas pekerja migran asal Indonesia (BMI) dan menujuk Perpustakaan Bintang Al Ikhlas sebagai penyalur dana yang telah terkumpul. Hasil dari galang dana ini akan disumbangkan dalam bentuk masker, bukan uang.

Menurut penanggung jawab acara, Siti Sundari, ia merasa prihatin dengan kondisi Indonesia, terutama dengan banyaknya bencana alam serta penurunan moral dan mental sember daya manusianya. Dari kegiatan itu tak sedikit ia jumpai bahwa BMI Hong Kong sukarela memberi sumbangan dan mendokan agar bencana asap ini segera diatasi oleh pemerintah. Ia tak menampik bahwa ia juga menjumpai beberapa BMI yang menolak aksi tersebut.

"Bahkan ada yang tanya… Itu bencana di mana sih, Mbak? Sejak kapan?" ucap mahasiswa semester II, fakultas ISIP, prodi Sastra Inggris Bidang Minat Penerjemah ini.

Dengan adanya kegiatan ini ia berharap dapat membantu dan meringankan beban relawan dalam menyediakan masker bagi korban, mengingat kondisi asap semakin parah.
"Semoga kegiatan ini dapat memotivasi kami, khususnya mahasiswa UTHK Non-Sipas, agar senantiasa menanamkan sikap kepedulian antar sesama, di mana pun berada," lanjutnya.

Acara yang dimulai pukul 12 siang ini berhasil mengumpulkan dana 1,010 HKD ditambah sumbangan intern dari mahasiswa sebesar 500 HKD. Acara yang dijadwalkan berlangsung setengah hari itu terpaksa dipersingkat karena Hong Kong dilanda hujan dan angin.

[Teks: Risna Okvitasari]
[Foto: Siti Sundari]








[Fiks-isme] Surat Untuk Fera Nuraini: Kapan Nikah?

doc.pri

Surat Untuk Fera Nuraini: Kapan Nikah?

Hai, kakak? Lei hou, ma? Ngo hou hou.

Kak, aku tahu surat ini tidak akan berbalas. Aku sudah siap lahir batin bahwa ini bakal menjadi semacam kegiatan nguyahi segara, yau sai hei, yau sai si kan! Aku sih udah biasa digituin, kak. Udah kebal. Imunku ini udah berada di level tahan banting to the max.

Gak usah merasa nggak enak, apalagi baper berlebihan. Bisa-bisa kamu kena serangan migren, usus buntu, gangguan kehamilan dan janin. Eman, kak. Kesehatanmu itu loh mbok dijaga. Mentang-mentang nggak ada yang ngingetin. Nih, aku lagi baik hati sekarang. Makanya ngingetin kamu. Takutnya kamu mewek-mewek trus nyari orang buat ngepuk-puk kamu. Kamu kan nggak ada yang ngepuk-puk. Lagian, belum ada bahu yang longgar buat kamu bersandar. Jangan sembarangan senderan di bahu jalan ya, kak. Itu aja pesenku.

Kak, maaf ya, bila semingguan ini kamu jadi samsak terus. Aku tuh nggak mau komentar banyak sebenarnya, kak. Aku kan nggak tau apa-apa, pokok pohonnya di mana dan cabangnya ke mana. Mending diem daripada kena skak gitu. Eh, kakak bilang agar kita-kita ini selalu speak-up. Tapi, bila kebebasan bersuara saja diberangus, aku ngomong sama siapa, kak? Ngomong sama tembok, gitu, kak?

Oh ya, aku tuh capek ngeladenin pertanyaan kakak tentang satu hal itu.
Kapan nikah?

Ih, kak Fera nggak peka! Jangankan kakak, aku aja juga pengen tahu kapan aku nikah. Masalahnya, kalo aku beneran nikah, kakak berani mbecek piroan? Gini ya, kak, aku kasih tahu. Kesendirian ini awet lantaran sudah dicampur borax dan formalin. Purnamaku sudah purna, kak. Bulanku itu pindah ke galaksi lain. Mungkin di sana dia udah ditemenin emas-emas 24K, maklum, dia kan penggiat dinar. Juga, dia itu emang mas-mas yang tertarik sama emas-emas.

Itu kan saran kakak juga bahwasanya infestasi yang tepat itu adalah infestasi emas, di mana kita membeli emas saat kita sela dan kita menjualnya ketika kita butuh, bukan hanya pake prinsip gambling aja biar berkah dan syariah. Tapi setidaknya, mengendapkan emas sekitar dua tahunan. Toh emas-emas ini juga mengalami fluktuasi iman, eh. Kakak kan mewanti-wati agar tidak tergoda om-om terutama yang ngobral infestasi nganu yang hanya mengandalkan kepercayaan. Hari gini kak, hitam di atas putih saja kadang aspal loh. Kak Fera pahamlah tentang itu.

Kakak jangan tanya terus, bulanku itu tiyang pundi? Yang jelas bukan tiyang listrik, kak. Tapi ya, gitu. Dia dan tiyang listrik itu sama-sama bikin byar pet byar pet hatiku. Dia itu orangnya tegangan tinggi kak, suka nyetrum pula. Maklum, stempelnya plat merah. Itu loh, kak, yang semboyannya habis gelap tidak terang-terang.

Kak Fera juga ngadem-ngadem aku, bahwasanya jodoh itu nggak akan kemana-mana tapi kok mampir dulu di hati yang mana-mana. Jodoh itu juga nggak akan tertukar, apalagi tertukar dengan botol kecap, paling-paling ditelikung temen, dikapling tetangga, belum keluar SIMnya, atau gagal menjadi zygote saat setelah keluar dari sarangnya. Yaaa, kan kita nggak tau kak. Jodoh itu misteri. Dikejer dari kompasiana, blogspot, facebook, path, line, whatsaap, Ktalk, instagram atau twitter, kalo nggak cucok, ya sudahlah.

Jangan dipaksain, kak. Nanti kesannya kayak poninya vokalis Kangen band itu loh. Wagu.

Aku nggak akan membangga-banggakan bulanku, kak, setidaknya di depanmu. Meski alunan Al kahfinya sungguh merdu soalnya lagunya dimirip-miripin sama suaranya syeikh Mishari AI-Afasy. Itu satu-satunya pengobat rinduku meski kepergiannya melintas mesin waktu tetap menjadi misteri hingga kini.

Udah ya, kak. Simpan pertanyaan Kapan nikah? itu untukmu sendiri. Dan siap-siap juga bila kekebalanmu meningkat seiring lamanya kegalauanmu. Udah ya, kak. Segera muf on. Lupakan mantan yang gagal jadi manten. Hapus kenangan sama orang-orang yang gagal membangun rumah (tangga) samamu. Sipil mengikuti wajib militer dan bela Negara telah menunggu. Pertiwi Memanggilmu.

Regards,
Sinna Hermanto

*Also published here.

2015-10-15

[Fiks-isme] Open Letter to Loco-Loco [FC]

Doc.pri



Open Letter to Loco-Loco



How are you, dear Loco? Alright? Hope you so.

Since you left me a photograph that day, it had been a year ago we never met again. You said that you will be back soon as possible after you finish your trip.

What peak did you mention that day? Hm ... Lantau peak? Yeah, Lantau peak. It is one of highest peak in Hong Kong after Tai Mo Shan, you said. You have chosen it because you're interest of night view of Hong Kong from the height.

As a photographer, you used light to draw and catch it up in the dark. What's then?

You sent me a mention letter from its summit to my phone. 
"You will be here someday, Ri."

I am here, now, on the top of Lantau peak without you. Where are you? I am looking for you. You had a promise with me. You have to pay it!

What? You forgot what you said?

I gave a box of Beef Serundeng, remember? You can eat them all but you have to give back my food container. No, No. The problem doesn't on the food but you. I want you back home safely.

You are liar, Loco. How do you broke my trust? You never come back till now.

Sincerely yours.
Doc.pri

Photos & text : by me.


2015-10-05

Tuhan Peluk Mimpi Ini

Tuhan Peluk Mimpi Ini

Dulu, ini adalah suatu hal yang untuk bermimpi pun kami nggak berani. Hingga, pada hari Minggu di bulan Juli yang sangat panas dan gerah, aku dan seorang temanku, Asti, berkesempatan masuk dan menengok ‘dapur’ sebuah media berbahasa Inggris di Hong Kong: South China Morning Post (SCMP).

Hal itu bermula dari perkenalanku dengan Lensational, sebuah lembaga non profit yang berkonsentrasi memberdayakan perempuan melalui fotografi di bulan Oktober 2013. Tepatnya, saat Lensational mengadakan lokakarya fotografi selama 4x hari Minggu berturut-turut. Tidak ada yang istimewa pada awalnya. Tetapi berubah menyenangkan manakala para peserta diajak berkreasi di studi foto milik Joe di Kwai Hing dan acara tersebut diliput Asia Calling dan disiarkan di stasiun TV di Indonesia.

Hingga pada lokakarya kedua di bulan Maret-Mei 2014. Kami berdua adalah murid-murid yang all-out dalam belajar mencintai fotografi, yang tidak mau lewatkan satu kelas pun setiap Minggunya, yang bertempat di studio foto milik Simon Wan Chi Chung di Sheung Wan. The Photocrafters namanya. Memang, ada suatu Minggu yang libur kegiatan karena satu dan dua hal.

Kenapa? Karena di sinilah aku menyelami karakter pribadiku sendiri dari kecenderungan foto yang akan kuhasilkan. Di sini aku mengenal istilah fotogram (bukan instagram loh ya), mengenal kamera polariod bernama Holga, mengenal ruang gelap dan mencoba bereksperimen di dalamnya dengan cairan-cairan cuka, serta mengenal berbagai macam karakter teman, baik yang berasal dari Indonesia, Filipina hingga penduduk lokal, Hong Kong.

Bahasa bukanlah sebuah kendala meski komunikasi kami menggunakan bahasa Inggris atau Kantonis. Kami benar-benar menikmati rutinitas 2 jam belajar fotografi di studio Simon. Gimana nggak menikmati, suasananya aja sendu-sendu gimana gitu. Cozy. Orangnya asik-asik. Friendly. Sehingga aku sendiri merasa tidak ada gap antara senior dan junior, antara pekerja migran dan penduduk lokal, ataupun antar gender. Dan … bagi pecinta fotografi, hiking, kayaking, aku berani menjamin, Anda akan merasa 2 jam belajar itu terlalu singkat lantaran Simon ini adalah salah satu ‘monster’ yang menciptakan interior desain yang bisa membawa kita ke tempat-tempat dalam foto atau tentang hobi kita dan membawa muridnya berkreasi sebebas-bebasnya.

Workshop selanjutnya dilaksanakan satu atau dua kali Minggu saja, bukan rally workshop seperti di kelasnya Simon. Kami juga diajak join menjadi tukang foto relawan dalam even Lomba lari untuk mensupport galang dana untuk pengadaan air bersih, untuk daerah China daratan. Yang unik, para pelari harus menggendong air galon selama pertandingan berlangsung. Pelari ini diibaratkan penduduk China pedalaman yang harus mencari air yang jauh dari rumahnya.

Selain itu, juga ada kelas-kelas foto travel bareng Voltra selama dua pertemuan berikut event di Sheung Shui. Kami juga merasakan bagaimana kelas editing foto bareng fotografer Indonesia yang berdomisili di Hong Kong, bu Tasha, meski hanya satu pertemuan. Hingga aku dan Asti mendapat info tentang tawaran ketersediaan kami wawancara dengan SCMP. SCMP? SCMP yang mana? Yang sering aku baca saat anak asuh membawa pulang segepok koran dari sekolahnya? Serius yang itu?

Benar. SCMP yang itu. Mula-mula kami bertemu di tempat janjian kami di 7-11 Sugar street, Causeway Bay. Di sana telah menunggu Sunnie dari Lensational yang mendampingi kami dan Christine, wartawati SCMP asal Filipina yang pernah menetap di Jakarta untuk beberap waktu.

Kami masih harus menunggu Robin, fotografer SCMP, yang sedang menuju ke sini, ke Victoria Park. Kami berempat menunggu di markas FLP-HK sambil ngobrol dengan penjaga perpustakaan lesehan ala BMI, Putri dan Wanti Onet. Begitu Robin datang, ia langsung mengambil fotoku dan Asti, bengantian. Christin malah didapuk menjadi asisten fotografer. Rindangnya pepohonan di Victoria Park tak mampu menahan gerah yang membuat tubuh kami basah oleh keringat.

Sesudah itu, kami berlima berjalan menuju SCMP di Wan Chai. Kami naik lantai 3. Robin pun menyiapkan ruangan kedap suara untuk sesi rekaman. Sunnie dan Christin meminta kami menunggu di ruang terbuka, bersekat-sekat, banyak meja kerja berikut komputernya, di salah satu sudut tembok tertempel tulisan ‘editors’. Oh, seperti ini, ya, ruang kerja editor, batin saya.

Sepi. Spooky. Remang-remang, hanya beberapa orang saja yang berada di depan meja kerja mereka. Seram juga. Apalagi mereka adalah pekerja yang berada dalam tekanan deadline… beughhh. Saat itu Robin bilang bahwa para wartawan sedang keluar mencari berita, nanti sore mereka baru kembali ke kantor. Ini loh yang di Wanchai, padahal tadi Robin menyambungnya bahwa masih ada SCMP yang di Tai Po. Salut.

Lalu, aku dan Asti  dijemput untuk ke ruang rekaman. Dalam perjalanan menuju ruang itu, aku melihat tatapan aneh seorang editor bermata sipit. Di pikirnya, mungkin aku dan Asti seperti makhluk asing yang baru mendarat di bumi. Iya, pak, kami adalah alien yang siap menghancurkan dunia dan isinya, hahaha.

Ternyata, di lantai 3 itu ruangannya kurang jernih dalam menangkap suara. Kami pindah ke lantai atas. Robin pun menjelaskan bahwa lantai 2 adalah dapurnya majalah Cosmo.

Masuk dapur rekaman ternyata lumayan menegangkan. Soalnya bahasa Inggrisku hancur banget dengan logat Jawa yang kaku. Robin mengoreksi grammar atau pun kosakata biar nggak terlalu parah. Aku juga dibantu Sunnie dan Asti saat menranslate kata Indonesia atau Kantonis ke dalam bahasa Inggris ketika otak saya lola mengingat kosakata tertentu. At least, all is well.

Kami pun diwawancarai dengan Christin dengan masih didampingi Sunnie. Sedangkan Robin telah kembali ke mejanya sendiri. Begitu semua beres, kami beberes dan pamitan sama Robin. Di ruangan Robin, kata ‘photo’ tertempel di dinding. Rupanya ini ruangan para fotografer SCMP. Alat-alat perang jurnalistik teronggok, bertumpuk, di sebuah lemari. Ada kamera, video recorder, mic dan pelengkapnya.

“Kamu pasti mau yang ini,” ucap Robin sambil menunjuk video recorder. Aku mengiyakan.

Tapi kalo pun dikasih, saya tidak mau. Toh saya sudah punya alat perang sendiri di dalam ransel saya. Ini adalah alat perang yang untuk membelinya, saya harus mengumpulkan uang selama 3 tahun dan dengan keterpaksaan, menduakan kiriman buat sekolah adik-adik saya.

Keterkejutanku tidak berhenti di situ. Aku dan Asti pernah bermimpi bisa menggelar pameran foto sendiri sebelum kembali ke Indonesia seterusnya. Namun, jika hanya berdua, ‘warna’ yang kita tampilkan pasti kurang bahan. Kami pun melobi sahabat dekat kami, Anik. Kami bertiga menentukan tema pameran jauh-jauh hari sehingga saat kami ada waktu, kami bisa hunting foto-foto yang sesuai dengan tema tersebut.

Menentukan tema adalah hal pokok sebelum pameran, demikian yang aku pelajari saat berada di kelas Simon dulu. Lagi-lagi kami speecless dengan pernyataan Simon saat kami menyerahkan foto-foto kami. Faktanya, foto-fotoku yang sesuai tema tak ada satu pun yang lolos. Kami pun curcol bahwa sebenarnya kami tidak ‘PD’ dengan hasil foto-foto kami yang biasa-biasa saja.

Simon membesarkan hati kami, bahwa seniman itu berkarya dari hati. Banyak di luar sana fotografer profesional yang datang ke suatu destinasi hanya mengejar momen atau foto-foto bagus dan sempurna. Berapa banyak diantara mereka yang menikmati proses itu sebagaimana yang kalian lakukan selama ini?Ujarnya.

Awal Agustus, Lensational mempertemukanku, Anik, Asti dengan Esmael dari sebuah media cetak El Moundo, Spanyol. Ia bahkan hadir di pameran kami dua minggu kemudian setelah wawancara itu berlangsung.

Ya, ini memang bukan pameran tunggal dan ini juga tercatat sebagai pameran kedua setelah pertama kali pameran di bulan Januari 2015 lalu. Tetapi, aku merasa terharu dengan semua yang telah membantu tercapainya salah satu mimpiku. Kami bertiga sukses menggelar pameran bertajuk ‘Soul Exhibition’ di Hong Kong Cultural Art, Tsim Sha Tsui, pada tanggal 15-17 Agustus 2015.

Pameran ini sengaja dipaskan pada hari kemerdekaan Republik Indonesia karena inilah salah satu cara kami memberi kado ultah pada HUTRI yang ke-70. Aku sangat senang ketika banyak teman yang datang termasuk para keluarga co-founder Lensational dan volunteer Lensational lainnya.

Ada yang kurang ketika pameran ini berlangsung. Asti telah kembali ke Indonesia untuk selamanya. Sehingga ada ruang kosong yang kami rasakan.

Seminggu kemudian, organisasi perkumpulan  fotografer WNI di Hong Kong mengumumkan lomba fotografi bertema “Kegiatan BMI di Hari Libur”. Dua foto yang aku ikutkan lomba ternyata masuk dalam 10 besar. Salah satunya menyabet juara pertama. Setidaknya ini adalah grafik peningkatan prestasi setelah lombas serupa tahun lalu aku hanya mendapat posisi juara harapan 2.

Tidak sampai di situ. Awal September adalah pengumuman lomba fotografi yang diadakan Universitas Terbuka (UT) di Indonesia dengan tema “Kegiatan Mahasiswa”, dimana hanya berlaku untuk intern mahasiswa UT baik mahasiswa lokal maupun luar negeri. Betapa mengejutkan, ternyata aku juga mendapat juara pertama.


Aku ingin berlari ke pangkuan ibuku, memeluknya dan menangis di dadanya. Tiada doa yang sia-sia, yang setiap saat keluar dari bibirnya. Ketika ibuku memelukku dalam doa-doa sejatinya Tuhanlah yang memelukku. Karena ridhoNya ada pada restu ibu.

***