2014-03-05

Karakter Pemotret Dikenali dari Karyanya (?)

Karakter Pemotret Dikenali dari Karyanya

Minggu 2-3-2014 adalah pertemuan keempat workshop fotografi yang diadakan oleh Lensational Hong Kong dan mengambil tempat di private studio, The Photocrafters, Sheung Wan. Selain peserta, beberapa tim dari Lensational dan fotografer sekaligus pengajar di salah satu universtas di Hong Kong, Simon Wan Chi-Chung, juga hadir wartawan dari Apple Daily (semoga tidak salah dengar). Sedangkan dari Indonesia sendiri hanya dihadiri oleh 5 peserta yang semuanya adalah para perempuan buruh migran (BMI).


Mr. Simon Wan Chi-Chung kiri. Sesi wawancara.
Pada pertemuan ketiga yang lalu(17/3), Simon Wan ‘mengoreksi’ karya para peserta yang memotret khusus memakai telefon genggam dengan memasukkan ‘feeling’ dalam karya. Koreksi di sini bukan mengenai teknik tetapi latar belakang atau cerita di balik foto tersebut. Canda dan apresiasinya terhadap karya-karya peserta membuat suasana menjadi lumer. Bahkan seperti tidak ada sekat antara guru-murid, warga lokal-migran, lelaki-perempuan, senior-junior meski hanya dihadiri oleh beberapa peserta asal Indonesia saja.

Hingga pada pertemuan keempat. Di mana peserta lebih universal, kali ini ‘PR’ dari pertemuan ketiga pun dinilai. Hanya empat peserta yang menyetor karya dan semuanya adalah BMI. Kurasi foto ini (sekali lagi) bukan untuk menghakimi foto bagus-jelek, tetapi lebih melihat karakter fotografernya dari kecenderungan karyanya. Dengan begitu, bibit-bibit fotografi yang ada pada peserta bisa dimunculkan. Setidaknya, Simon Wan telah menunjukkan bahwa fotografi tidak melulu teknik tetapi praktek.

Terhadap karya saya contohnya. Hal ini bermula dari keisengan saya ketika saya bebas tugas dari masak lantaran majikan makan di luar. Mulailah saya menggelar studio mini dadakan di ruang tamu. Saya keluarkan barang-barang dari lemari hias. Saya gelar kain hitam untuk latar belakang. Tidak hanya itu, saya juga mengeluarkan mainan yang saya koleksi. Sebenarnya, alasan utama saya adalah tidak adanya kesempatan keluar rumah untuk hunting foto pada hari kerja. Mau tidak mau dan demi mengumpulkan PR, jadilah saya memotret di dalam rumah. Tapi ingat, ini tidak untuk ditiru! Kontrak kerja jadi taruhannya. Bayangkan, jika tengah asyik memotret tiba-tiba majikan pulang dan melihat rumah berantakan, waduh… bisa diPHK dadakan. Ingat itu.

Foto saya memang hanya menampilkan beberapa objek saja. Itu pun masih trial dan error. Saya bermain-main di setting, white-balance (WB) dan angle untuk membuat perbandingan. Ketika sudah tidak ada sinar matahari, saya bermain-main dengan senter dan candelier untuk bermain pencahayaan.

Bila dalam suatu forum fotografer akan ‘menghajar’ habis-habisan foto-foto gagal, under atau over exposure, tidak begitu dengan Simon Wan. Melihat foto-foto saya, ia bilang saya cenderung ke still life. Ia melihat saya seperti sedang bertutur. Ia malah meminta saya untuk menuliskan jalan cerita dulu barulah mengambil fotonya. Hahaha, saya sendiri memang ingin ‘mendongeng’ dengan foto yang saya anggap sebagai foto ilustrasi. Sedangkan hasil permainan WB, ia menyarankan untuk mencoba dengan monochrome. Benar, semua foto saya berwarna. Saya sendiri cenderung lebih suka convert ke hitam-putih di software daripada langsung dari kamera. Maka, kloplah saran-saran Simon Wan dengan apa yang ada dalam fikiran saya.

Belum bisa foto langit dengan milky way? Ini solusinya hahaha. Memanfaatkan susu KADALuarsa.
Teman saya, Asti, dia lebih banyak menyerahkan koleksi wajah dan foto jalanan. Meski sebenarnya dia adalah pendaki ‘gila’ (maaf, ya, As). Lain lagi dengan Anik, anak gunung yang sudah melang melintang di Sempu, Semeru, Bromo, Rinjani dan puncak-puncak Hong Kong ini. Ia mengeluarkan koleksi panoramanya. Dan gara-gara mendaki gunung ini pulalah, kami bertiga lebih tertarik alias keracunan dengan The Photocrafters. Hal ini dikarenakan Simon Wan sendiri juga hiker sejati. Ia pernah mengelilingi 43 puncak-puncak Hong Kong dalam 19 hari non stop. Keren gila! Entah bercanda entah serius, ia juga minta diajak jika kami naik gunung lagi. Ia bilang ingin menikmati makanan gunung, bekal kami yang super heboh saat mendaki.

Sedangkan peserta satunya, Puji, ia menyerahkan foto-foto kegiatan BMI di lapangan Victoria. Bagi kami, mungkin hal ini adalah foto-foto biasa. Tapi tidak dengan pandangan orang Hong Kong yang diwakili Simon ini. Ia mengatakan bahwa orang di luar sana ingin tahu, seperti apa sih kehidupan migran di Hong Kong yang sebenarnya? Wajar, meski orang Hong Kong memang dekat dengan BMI, tinggal bersama malah, tetapi tidak semua dari mereka berbaur dengan BMI. Dan kalau pun berbaur, seberapa dalam sih pengetahuan tentang BMI. Apakah hanya paham BMI dengan berita penganiayaannya atau berita miringnya? Memang bukan rahasia lagi, BMI yang hanya kelas proletar yang didominasi perempuan ini selalunya dipandang sebelah mata. Hal ini mengingatkan saya dengan istilah sastra babu untuk ‘mengenali’ karya literasi para BMI.

Di akhir acara, para peserta boleh membawa pulang Holga. Bukan diberikan tetapi dipinjamkan. Diharapkan, para peserta memanfaatkan fasilitas khusus ini yakni kamera yang masih menggunakan film (lomograf). Sedikit tentang Holga, Holga adalah salah satu merk kamera low fidelity (low-fi) jenis medium format yang sedang ‘in’ di kalangan kaum muda dan pencinta pop-art di Indonesia. Holga dengan konstruksi kamera dan lensa non-state-of-the-art hadir membawa angin perubahan dalam penilaian fotografi yang identik dengan kesempurnaan baik itu secara teknis maupun nilai estetis, maka efek low-fi seperti vignetting, light leak, blur, dan distorsi menjadi karakteristik (estetis) yang dicari dan diminati oleh para pengguna Holga dan jenis kamera low-fidelity lainnya. Kerap kali ketidak-akuratan warna & eksposure mewarnai hasil proses pengambilan gambar, namun itulah juga yang membuat kita ketagihan untuk mencoba lagi dan lagi.


Penampakan Holga. Yang ungu itu dibawa Anik.
Mejeng bareng Holga.
Ingin bergabung dengan kami? Datang saja ke The Photocrafters atau tunggu di stasiun MTR Sheung Wan exit B pukul 14:30. Workshop dimulai pukul 15-17 WHK. Salam, jepret.


* Foto-foto adalah milik pribadi.

0 comments:

Post a Comment