2014-04-24

[Curcol] Red One, Please?

Red One, Please?

Akhir Desember 2013, pecinta balap mobil Formula 1 atau F-1 dihebohkan dengan berita kecelakaan yang dialami bintang lapangan, Michael Schumacher. Schumie, nama panggilannya, mengalami cidera kepala saat bermain ski bersama keluarganya hingga menyebabkan kondisinya kritis dan koma.

Membaca kembali berita tersebut, terlebih ada kata F-1, mengingatkan saya pada kisah yang diceritakan budhe Susan beberapa waktu lalu. Saat itu organisasi tempatnya belajar dan kumpul-kumpul hendak mengadakan suatu pesta. Sebagai pentolan organisasi, tentu ia ketiban sampur untuk wira-wiri dan ikutan mumet menyusun acara yang super njlimet.

Mulai dari urusan gedung, kepanitiaan, susunan acara hingga masalah yang dianggap remeh tetapi menyangkut hajat hidup orang banyak, yakni tentang konsumsi. Sebagaimana kita tahu, budhe Susan ini tidak cocok didudukku pada kursi seksi konsumsi. Selain karena parawakan cungkring, tanpa embel-embel seksi konsumsi pun ia sudah seksi sekali.

Dalam suasana rapat yang heboh itu, budhe Susan sedikit dongkol manakala beberapa orang dari teamnya malah sibuk ngusek-ngusek hengpon dulit (baca: ponsel layar setuh). Maklum, pekerja migran di Hong Kong yang mencapai angka 300 ribu ini sudah didikte arus milenium dengan gadget cangggingnya. Baik yang seukuran telapak tangan hingga seukuran telenan. Apalagi kalau bukan komen-komenan di jejaring sosial sambil pasang foto selfie atau foto narsis, dengan pose jari telunjuk dan jari tengah membentuk huruf V. Victory! Termasuk penulis.

Akhirnya rapat alot itu sampai pada bahasan tentang konsumsi. Seseorang dari golongan sayap kiri memberi usul agar menyediakan minuman suegerrrmbulenikeminggris dan gahoool (gaul).

“Red one.” Begitu nama minumannya. Budhe Susan yang bahasa Ingrisnya bernative British, sedikit tersentak dengan dua kata itu. Seumur-umur ia belum pernah mendengar merk atau jenis minumannya. Padahal ia sudah wareg ngurus nenek pikun yang setiap hari menceritakan kisah yang sama tentang masa lalunya semasa di Inggris sana, yang tentunya lebih banyak bicara bahasa Inggris daripada bahasa Kantonis.

Di tengah kebingungan budhe Susan, si pemberi usul tadi meluruskan bahwa ‘Red One’ itu adalah nama minuman dari anggur merah, bukan buah anggur yang kulitnya berwarna merah. Mendengar itu, budhe Susan langsung ngakak terjengkang-jengkang. Oalah, ternyata maksud dari red one itu red wine, toh!

Sayap kiri yang keukeuh dengan red winenya, sayap kanan tentu tak mau kalah. Sebuah minuman asli Indonesia yang juga tak kalah swegerrr dan warnanya juga sama-sama merah meski dibandrol dengan harga yang reltif lebih ramah di kantong pun disebut. Nama minuman itu adalah …

“Mardjan!”

***

0 comments:

Post a Comment