2014-10-11

[Curcol] Bahasa Inggis Jongkok

Bahasa Inggis Jongkok

Pentingnya penguasaan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, di era serba canggih seperti sekarang ini adalah hal mutlak. Bahasa komunikasi internasional satu ini memang menjadi momok bagi saya yang kemampuan berbahasa Inggris sangat rendah. Oleh karenanya, saya terpaksa ikut les gratisan pada suatu lembaga non-profit milik pemerintah Hong Kong untuk mengup-grade diri.

Tak hanya itu, saat menyebut kosakata bahasa Inggris yang grathul-grathul, seringkali saya menjadi perhatian teman-teman. Termasuk salah menyebut eyebrow untuk alis. Untunglah teman-teman saya pada jago Inggris. Sehingga mereka mengoreksi pembenaran saat itu juga. Kekurangan saya ini tidak hanya membuat keprihatinan tapi juga guyonan ketika menikmati waktu liburan. Sudahlah, paling tidak saya menginspirasi teman-teman saya agar tetap ceria meski dengan segala kekurangan yang ada.

Kesadaran akan minimnya berbahasa Inggris ini sebenarnya terdeteksi saat berada di bandara Adi Sutjipto, ketika hendak kembali ke Hong Kong beberapa waktu lalu. Saat itu, saya membaca flight time 01:15 sebagai waktu penerbangan, bukan lamanya penerbangan. Alhasil, saya sudah standby di bandara sejak pukul 12 siang meski pada penerbangan domestik menuju Jakarta tertera pukul 19:40.

Ketika kertas tersebut saya tunjukkan kepada petugas yang gagah perkasa memesona seluruh wanita di bandara Yogyakarta itu beliau meluruskan pemahaman saya yang ternyata bengkok sebengkok-bengkoknya. Ya ampun! Artis Hong Kong kok bahasa Inggrisnya jongkok, sepertinya begitu makna dari tawa renyah yang dilemparkan kepada saya dan rombongan.

Tak perlu mungkir, sobat Nekad Naked. Saya ini memang artis yang berperan menjadi pembantu. Akting saya bisa dilihat sebuah TV yang bernama CCTV dan disiarkan secara live di lift apartemen.
Akhirnya, dengan lagak sok cuek, saya mengucapkan terimakasih kepada bapak tadi dan segera menitipkan koper di loker bandara. Maksud saya sih untuk menutupi rasa malu dan berharap bapak tadi tidak mengenali saya ketika masuk gate malam nanti.

Untuk menghabiskan waktu hampir setengah hari itu, saya dan saudara yang mengantar saya muter-muter Yogyakarta dengan Trans Jogjanya. Kami hunting oleh-oleh di Taman Pintar dengan jejeran toko dan koleksi bukunya yang bikin ngiler, menikmati pempek di Ambarukmo barulah kembali ke bandara.

Ah, ada untungnya juga kejadian waktu itu. Dengan begitu, saya jadi lebih greget untuk belajar bahasanya si David Beckamp meski harus mengalami kejadian memalukan.

***

0 comments:

Post a Comment