2015-01-12

[Curcol] HP Nokinoki di dalam Ular Besi

HP Nokinoki di dalam Ular Besi

Jaman sekarang, saat bepergian, sebagian besar dari kita lebih memilih ketinggalan bus daripada ketinggalan hape. Secara gitu loh, jika ketinggalan bus, kita masih ada bus selanjutnya yang membawa kita ke daerah tujuan. Namun, bila ketinggalan HP, bisa-bisa kita menjelma menjadi 'walang-walang deye lekmu mlaku piye'. Kita hanya bisa tolah-toleh seperti 'entung... endi lor endi kidul'. Mau telefon orang lain tidak bisa, terlebih semua nomor kontak tersimpan di dalam hape. Maka tak heran bila orang-orang di sekitar kita tidak hanya memegang satu hape saja. Eh eh ... jangan buruk sangka dulu, kadangkala punya hape dobel itu ada manfaatnya loh.

Hal itu sudah saya rasakan. Sebenarnya hape saya satu, berisi SIM card satu. Tetapi, demi sebuah profesionalitas dan totalitas sebagai babu yang sudah go international, saya harus bisa memilah dan memilih mana-mana yang harus diprioritaskan untuk menunjang keberlangsungan saya ngungyan di tanah Bauhinia ini. Oleh karenanya, saya juga dibekali nomor telefon berikut hapenya oleh ndoro juragan untuk memudahkan komunikasi. Toh ini barang inventaris 'kantor'.

Tapi, Anda jangan berfikir kalau hape yang diberikan oleh ndoro juragan itu adalah smartphone layar usap sebagaimana alat komuniasi yang menjamur di sekitar kita. Ini adalah hape Nokinoki keluaran satu dasawarsa yang lalu. Layarnya masih hitam putih, belum layar warna. Deringnya masih bernada polyphonic. Hapenya juga masih menggunakan keypad. Pokoknya, kalah jauh deh sama gajet-gajet di tangan pembaca Suara. Saya sih menerima dengan iya-iya saja Nokinoki dari ndoro juragan. Toh kegunaan hape itu hanya untuk menelefon dan SMS saja. Bila fungsi itu terpenuhi, adalah hal bijak bila me-reuse si jadul, tepatnya hape Nokinoki seri enam seperempat.

Mohon maklum, saya ini sering 'dinas luar', di luar area dapur juga. Bila akhir pekan tiba, kadangkala saya harus berada di luar rumah selama kurleb 11 jam untuk menunggu thole les empat macam pelajaran (berikut jam istirahatnya). Makanya, ndoro juragan membekali hape khusus untuk memantau keberadaan saya dan thole agar tidak hilang dari radar dan titik edar.

Nah, hari Sabtu itu saya dan thole berangkat agak siang soalnya pelajaran pertama kosong lantaran sang guru ada urusan. Seperti biasa, thole meminta Nokinoki tersayang untuk nge-game snake impact (hehehe, silakan bernostalgia dengan ular yang mati jika menabrak tubuhnya sendiri). Sekira jam 10:30, kami masih berada di gerbong ke-8 moda transportasi massa 'ular besi' di stasiun Sam Shui Po.
Ketika ular besi berhenti, ada beberapa penumpang yang naik maupun turun. Posisi saya berada di dekat pintu yang berseberangan dengan pintu yang terbuka. Thole yang agak ngambek lantaran saya sempat melarangnya main hape, berada di dekat tiang yang kokoh berdiri diantara dua pintu. Tanpa sengaja, seorang penumpang menyenggol thole yang fokus main snake impact. Plukkk, Nokinoki jatuh dan berhenti di bibir pintu. Ketika ada seseorang yang berbaik hati membantu untuk mengambilnya, penumpang lain yang hendak turun malah menyenggol orang itu. Blungg, Nokinoki sukses melakukan landing di rel ular besi, di bawah sana yang sangat gelap gulita.

Saya yang kepalang tanggung antara mau ambil Nokinoki yang jatuh di bibir pintu dan mau keluar, akhirnya malah menyeret thole naik ke concourse untuk melapor ke Customer Service. Wajah thole sudah tidak proporsional lagi, mungkin dia ketakutan. Oleh dua orang staf, kami melaporkan kalau hape kami jatuh di bawah pintu nomor empat dari belakang di gerbong 8, merek 'ini', warna 'ini' berikut nomor telefon pada hape tersebut. Dua staf ini juga ramah, tidak ada kata kasar atau membenta-bentak. Akhirnya, mereka bilang bahwa pengecekan baru bisa dilakukan jika ular besi selesai beroperasi diatas jam 1 dini hari, kerusakan dan lain-lain diluar tanggung jawab mereka, lanjutnya. Oleh karenanya, kami harus bikin perjanjian esok harinya untuk datang mengambil hape Nokinoki.

Setelah urusan beres dan meninggalkan Customer Service, saya baru sadar bahwa besok yang dimaksud itu adalah hari Minggu di mana saya sudah punya janjian untuk uka-uka dengan kawan-kawan saya. Waduh ... gimana saya mengambil si Noki?

Tak kurang akal, memakai nomor pribadi, saya meminta thole untuk membuat laporan kepada maminya tentang insiden barusan. Syukurlah, ndoro jugaran bersedia mengambilkan dan saya bebas  melenggang di hari libur saya tanpa harus ke Sham Shui Po.

Noh... Noh... Noh ... Tidak selamanya dobel hape itu sok-sokan. Tergantung kita bagaimana menempatkan sesuai porsinya, kan?

Sinna Hermanto/ Koran SUARA edisi awal Januari 2015

0 comments:

Post a Comment