2015-08-21

[Blog Competition: Lebaran #Lebihbaik] Tuhan Sayang Aku

Hingga lebaran tahun 2015 ini, setidaknya aku telah merasakan 13 kali lebaran jauh dari keluarga. 12 diantaranya di Hong Kong, sisanya di sebuat PJTKI di Bekasi.

Dulu, tahun 2002, selepas menamatkan SMA, aku langsung pergi ke Hong Kong dengan harapan bisa mendapatkan uang agar bisa kuliah. Lebaran di PJTKI terpaksa aku pilih karena tidak punya uang jaminan. Peraturannya, calon TKI tidak diperkenankan meninggalkan penampungan tanpa seijin pihak PT. Semisal mau pulang kampung, harus ada uang jaminan sekaligus jaminan tidak hamil apabila kembali ke PT.

Bila mereka yang pulang bisa menikmati kebersamaan dengan keluarga, aku hanya bisa menikmatinya dengan 9 orang CTKI yang sengaja disisakan untuk.tugas piket bersih-bersih. Dan saat itu, aku manut saja ketika dilarang keluar ketika ingin sholat ied. Maklum, aku masih cupu.

Di PJTKI, tidak ada makanan khas lebaran. Menunya tetap sama seperti hari-hari biasa. Sayur kangkung, oyong, dan sayur asem Jakarta yang dirolling tiap hari, begitu terus selama 5 bulan di sana. Perbaikan gizi adalah saat ada syukuran teman yang mau terbang dengan menu "sambel tomat lele goreng lalap mentimun".

Begitu di Hong Kong, tahun-tahun pertama terasa sangat kehilangan momen lebaran. Malam takbir hanya diisi dengan kegiatan nyupir (nyuci piring) dan lamat-lamat gema takbir yang aku lantunkan pelan, lirih, seolah hanya aku saja yang boleh mendengarnya. Begitu terus hingga bertahun-tahun kemudian.

Namun, di sebaliknya, aku bersyukur karena kelurga majikan membolehkanku puasa atau pun sholat. Yang mereka pahami, puasa itu tidak makan dan minum di siang hari. Mereka tidak mengenal sahur sehingga aku selalu menyisipkan "zhu tsai bao" alias salted bun di balik selimut. Jika tengah malam aku bangun, roti itulah menu sahurku ditambah sebotol air minum. Aku sahur di bawah selimut. Jangan sampai aku membuat suara / berisik. Bisa-bisa membangunkan orang serumah. Maka, ketika di tanah air umat Muslim teriak-teriak agar menghormati orang puasa, aku malah kasihan sama mereka. Di Hong Kong sini malah orang puasa yang harus menghormati yang tidak puasa.

Makin ke sini, aku makin kebal dengan kesendirianku melewati lebaran di tanah rantau. Ketidaknyamanan ini saling berbenturan sehingga menimbulkan kebiasaan, terbiasa sakit, terbiasa sendiri, terbiasa sepi dan jauh dari keluarga. Namun, aku tidak sendiri. Masih banyak teman-teman BMI lain yang senasib. Bahkan, tak jarang kondisi mereka lebih buruk dari aku. Di antara mereka ada yang harus lebaran di shelter ataupun di penjara. Mereka terjerat ketidakberuntungan.

Tetapi, tahun ini aku dituntun oleh Tuhan. Dia menulis sepenggal perjalananku di Hong Kong ini semakin berwarna. Pertengahan Ramadhan, majikan sekeluarga pergi traveling ke Eropa. Aku ditinggal sendirian di rumah sendirian meski harus menjalankan tugas-tugas tertentu agar pembantunya ini tidak nganggur. Hal ini membuatku memiliki sedikit banyak waktu untuk melebarkan kreativitas.

Ya, aku menyiapkan materi/ bahan untuk 'SOUL EXHIBITION' yang diadakan pertengahan Agustus 2015 ini. Bahkan, awal Juli lalu, aku disodorkan sebagai salah satu kandidat kontributor sebuah video CJ (Citizen Journalism). Ada tiga kandidat yang akhirnya akulah yang terpilih setelah sang produser melihat contoh video yang aku unggah di youtube. Aku yang kadung jatuh cinta dengan fiksi, fotografi danvideografi seperti menemukan 'rumah'.

Aku bertemu dengan orang-orang hebat, muda, panuh semangat dan selalu menularkan enegri positif. Entah dari sebuat TV di Indonesia, tim wartawan koran berbahasa Inggris di Hongkong dan majalah dari Spanyol hingga para fotografer andal yang asli Hong Kong serta teman-teman dekatku sesama mahasiswa atau sesama fotografer. Lebaran penuh kejutan di mana aku harus menunggunya selama lebih dari 12 tahun dan jauh dari keluarga.

Tuhan sayang sama aku tapi Dia menunggu waktu yang tepat untuk menunjukkannya padaku.  Mimpikudijawab hampir bersamaan. Menulis, memotret, membuat video CJ, kuliah, pameran foto ... ada dalam pelukanku.

Aku tidak malu mempercayai mimpi-mimpiku. Akuterlalu gila untuk membuatnya menjadi nyata. Biarlah aku menggantungkan cita-citaku setinggi langit. Jikalau aku jatuh, pasti jatuhnya di salah satu bintang bersinar terang di atas sana.

Tuhan memelukku.

*


0 comments:

Post a Comment