2015-10-28

[Nekad] Panduan Menghadapi Ujian Semester

大 學  University Station (Doc. pri)



Panduan Menghadapi Ujian Semester


Mbak-mbak dan Mas-mas yang hendak mengikuti ujian semester bulan depan, bijimana persiapannya?

Gini, sudah sekian minggu terakhir samang-samang pada pamer foto moDULL, tugas-tugas KILLiah, dan serentetan woro-woro yang berbau caritas akademika. Demikian juga rentetan 'kasus' yang diposting secara 'public' itu akan dengan mudah kita telusuri jejaknya (kecuali kalo telah samang-samang hapus permanen). Ada seuprit (atau seupil, ya?) kata yang rada-rada nendang hati saya. "Mahasiswa ilegal".

Omaigot! Saya pora mencak-mencak ketika samang-samang mengecap saya (dan mungkin beberapa teman saya) adalah mahasiswa ilegal. Hambok disumpah Pemuda to, saya ini sama kayak samang-samang itu. Meski saya mahasiswa nganu tapi status kemahasiswaan saya bisa dicek di absensi, Kartu Tanda Peserta Ujian maupun Kartu Tanda Mahasiswa. Hamosok punya KTM kok masih disebut mahasiswa ilegal. Pora tersinggung saya.

Yaaa, saya akui, saya ini memang mahasiswa yang begitu bersemangat, iya, bersemangat rendah untuk belajar, berdiskusi ataupun setor tugas di minggu ke-3, 5 dan 7. Yang apabila berdiskusi, kadang pakai bahasa prokem atau bahasa tidak baku yang tentunya tidak mencerminkan keintelejensiaan mahasiswa. Hancen bukan mahasiswa beritelejensia, og. Padahal, mata kuliah ‘aturan pakai dan tata kelola menyusun opini’ ada dalam daftar jadwal ujian besok. Bisa-bisa dosen pengampu mencontreng saya nilai A alias "Astaghfirullah, itu nilai apa cacing antri sembako, kok penguasaan materi kurang dari 30%".

Bukan tanpa alasan. Bayangkan, dalam setiap matkul, bapak/ibu dosen pengampu ini mengurus beberapa kelas. Dalam satu kelas saja ratusan mahasiswa. Jika saya tidak setor tugas, bukankah saya sudah membantu meringankan tugas beliau? Niat baik saya ini kadangkala memang disalah artikan. Yaaa, semacam 'pihak ketiga' yang merusak hubungan dan pihak ketiga inilah yang selalu disalahkan. Lagipula, jangankan feedback tugas, feedback diskusi saja tidak pernah saya dapatkan. Entah karena saya kurang PUPUler, kurang gahol, kurang 'vokal', atau jurusan yang saya ambil tidak istimewa alias 'biasa-biasa saja'? Entahlah, hanya Tuhan dan sopir angkot yang tahu kapan fluktuasi belajar saya naik, turun, nikung atau belok. Yang jelas, saya kurang 'ajar' (mohon bimbingannya ya, kakak), kurang tinggi, kurang gizi dan kurang diskusi. Beda halnya dengan jurusan ‘Jkt-Sub-Jkt direct flight’ milik sebelah yang baru tugas 1 saja langsung dikomentari oleh bapak dosen pengampu, diunggah sebagain esainya berikut feedback akan kebanggaannya punya calon advocado dari kelas grass root,  tekawe Hong Kong, ke jejaring sosial faceBERUK. Secara tekawe itu kan taunya cuma seputar ngusek-ngusek jumbleng, nyacah babi, atau nyeboki fantatnya baby. Kan keren kalo di court gitu ada alumni Life University of Hong Kong. Saya bangga dong, hawong saya bagian dari mahasiswa Life University itu.

Tapi ya, gitu. Skema pengambilan nilai Ujian Semester itu diambil dari nilai semesteran yang harus memenuhi 30% dari penguasaan materi MOODul. Bila nilai kurang dari itu, ndak usah ngarep deh. Pasti D, kalo sial sih E. Jadi, kegiatan tutorial online atau tutorial tatap muka selama dua bulan penuh diperjuangkan, semua sia-sia hanya karena nilai yang kurang dari 30%· Apa artinya? Tuton atau TTM ga gitu penting. Yang penting adalah MENGHAFAL isi moDULL. Ndak usah mengerti isinya yang penting hafal materinya. Gitu.

E tapi, perlu saya tambahkan, Tuton dan TTM akan ditambahkan untuk mendongkrak nilai jika semsteran mendapat nilai minimal 30%. Jadi, piye maksudmu, jez? Yaaa, Tuton sama TTM itu fungsinya mirip ban serep, "dipakai kalau memenuhi syarat". Begono.

Hatrus kepriwe? (Jangan bikin saya punya kepala putar-putar di tempat). Begini, kakak. Kuliah itu ndak seindah di sinetron, ndak semudah dalam artikel-artikel yang bertebaran di internet. Apalagi bagi kita-kita yang vakum dari buku-buku pelajaran sejak beberapa abad yang lalu. Bisa ndak samang jatuh cinta sama prodi/jurusan yang samang pilih meski itu bukan jurusan terkaporit? Ya kan tiap horang hituh milih 'pacar' (bukan istri/suami, loh, ya) sesuai kriteria masing-masing. Ada yang suka sama yang punya perut sixpack, ada yang suka kutilang darat (kurus-tinggi-langsing-dada-rata), ada yang suka mahmud anas (mamah-muda-anak-satu, eh), atau suka yang oddie/ freakie /sweetie piggy? Perlakuan kepada pacar tentu lebih fake dan selalu ditunjukkanlah hal-hal yang baik-baik ketimbang sama pasangan sah sah sah di KUA atau catatan sipil. Dan perlu digaris bawahi, pacar hari ini bisa saja mantan esok hari, loh. Entah karena adanya internal flame, ditelikung saingan atau telah menyadari bahwa memiliki mantan 10 itu keren ketimbang punya 1 mantan. Ehem.

Jangan salah, ente! Nilai/ indek prestasi itu penting. Hamosok IP satu koma alhamdulillah pengen nyari beasiswa ke Amrik. Hellow…… kampusnya embahmu? Saya kasih tau ya, syarat kejaring foreign scholar-ship itu IPK minimal 3,00 dan TEOFL 600. Matih pora, we? Enggak susah, sih, walau ndak gampang jugak.

Tapi ya gitu, sewaktu mengajukan (misal) projek studi S2 nanti, samang ndak bakal menemukan tulisan macam begini di deretan jurnal penelitian kampus. Hawong yang nulis ini otaknya rada geser. Terakhir kali MRI, kira-kira 10.000 tahun lalu tepatnya sebelum negara api menyerang, volume otak saya kurang sesendok. Jadi, samang-samang yang terdaftar didaftar sebagai bagian dari caritas akademika yang berintejensia tinggi, ndak usah memeras otak (apalagi memeras jemuran) hanya untuk memahami tulisan saklek macam begini. Kan samang-samang adalah horang-horang fintar. Seharusnya sih bisa menelaah dan atau menelan maksud dari tulisan ini. Etapi, saya kasih tahu sama tempe, ya. Horang cerdas itu lebih kweren 99 derajat ketimbang horang-horang pintar. Dan, secerdas-cerdasnya manusia semacam pak tua peneliti apel yang berkorelasi dengan gaya grafitasi bumi itu, ternyata lebih kweren horang-horang yang beruntung. Beliyo berpesan:

"Imagination is more important than knowledge, for knowledge is limited to all we know and understand, while imagination embraces the entire world, and all there ever will be to know and understand.” Albert Einstein.

Oh iya saya lupa, pak tua itu tidak sekolah di kampus kita. Jadi, beliyo ndak bakal dipusingkan dengan mengafal isi MOODul ketika ujian tapi beliyo fokus pada penelitiannya, yang bila saya tambahkan, rata-rata jam tidurnya hanya 4 jam (kalok saya seperti itu, berapa ember kopi yang saya minum tiap hari, ya?). You know, lah. Prestasi di luar dunia akademik itu useless. Kecuali kalok kamu juara olympiade matematika, menang di LIPPI, dan atau kandidat summa-cumlaude sepanjang masa. Haiki mahasiswa sejati. Bukan kayak saya ini, orang-orang memperjuangkan cumlaude hakok saya masih berkutat di sisi kemelud.

Padahal, yin dan yang itu harus seimbang. Orang-orang cerdas itu perlu orang-orang bodoh untuk pembanding_dan penyeimbang. Gini contohnya. Semisal dalam satu mata rantai makanan, salah satu predator 'terputus' alias hilang, maka keseimbangan ekosistem ini bakal kalang kabut. Samang ndak usah pergi jauh-jauh. Kalo di sawah kita matiin semua hama tikus, trus ular makan apa? Kan dia makan ati dia jadinya. Apa akibatnya? Ya, si ular tadi galau terus, badan jadi kurus, lama-lama mati ditikam kesedihannya sendiri. Itu sama kasusnya dengan fungsi mahasiwa kelas krece itu tadi.

Sebagaimana pepatah Zimbabwe, "banyak jalan menuju hatimu", maka banyak pula jalan kita menuntut ilmu. Entah menjadi "pengangguran terselubung (baca: mahasiswa)" di sekolah formal ataupun menjadi pembelajar seumur hidup di sekolah kehidupan. Kita musti ingat, belajar itu dari lahir hingga masuk liang lahat. Bolehlah memakai aji-aji mumpung, mumpung kita menetap di wilayah China bagian selatan, kita tuntut ilmu sampai negara China berikut hunting pekerjaannya_yang walaupun sebagai pemeran pembantu, konco wingking atau gedibal sekalipun. Namanya juga usaha, yang penting kan halalan toyyib, berkah dan memberkahi, tut wuri handayani, jer basuki mawa bea.

Khusus yang terakhir itu, menuntut ilmu itu butuh bea/ biaya/ fee. Emang nggak ada yang free? Hawong sudah dijelaskan di paragaraf di atasnya pas ini, banyak jalan menuju hatimu kok malah mesle ke Pyong Yang. Ya wes, sana, mainan nuklir.

Lalu, bagaimana dengan panduan mengerjakan ujian sebagaimana yang dipakai dalam judul? Hehehe dipersila menuju Panduan Menghadapi Ujian Semester#2.


[Risna Okvitasari]

0 comments:

Post a Comment