2016-05-05

[Fiksisme] Dee #5: Bila Bosan, Segera Katakan.

D

_______________________________________

Seharusnya, video itu menjadi kenangan terakhir kita, Dee. Seharusnya kita tak perlu lagi saling sapa. Seharusnya aku sudah tenang dengan segalanya yang kembali seperti sedia kala, di titik nol. Tanpa kamu, tanpa chit-chat kita, tanpa hangat yang entah dari mana datangnya, tiba-tiba melekat erat.

Bullshit sekali basa-basimu. Aku sudah kenyang dengan pujian macam itu. Aku cantik dengan perpaduan kostum kebaya Kutubaru dan sarung itu. Bagus. Dih. Peres, nggak tulus! Kalimat macam itu hanya cocok untuk perempuan(-perempuan) yang bisa kamu ajak praktik pelajaran biologi. Pun bermain filem 3gp ala salam OSIS dan salam Pramuka. Apa perlu aku pajang salah satu pelakunya?

Apa? Kamu bilang khilaf? Khilaf seperti itu mereknya apaaa? Tanya … tanya kenapa bertukar ludah di pojok bioskop menjadi sensasi akhir pekan yang berulang padahal filem cinta-cintaan gak jelas sedang diputar?

Aku tidak percaya 100% padamu, pada kisahmu, pada ucapanmu, Deean. Kronologi yang aku ikuti dan aku perhatikan hampir 36 minggu itu tidak sejalan dengan versi kamu. Masihkah kamu mau menipu?

Dan lalu, kamu membalikkan semuanya. Seolah-olah kamulah korbannya. Aku tokoh antagonisnya. Marah, kesal, dan musabab emosimu … akulah biang keladinya. Sehingga aku harus memohon-mohon maaf di hadapanmu. Karena, akulah si pesakitan itu, begitu?

Iya, akulah yang salah ketika kamu diam, aku pun diam tak menyapa duluan. Ketika kamu menyakiti perasaanku dengan kalimat-kalimat dinginmu, akulah yang keliru. Ketika kamu melanglang buana bersama teman dan keluarga, aku pulalah yang semestinya menanyakan warta sebagai bentuk perhatian. Kenapa sih, kamu selalu uring-uringan?

Aku paham saat kamu susah terkoneksi dengan internet karena kehabisan kuota. Aku paham saat kamu sibuk dengan keluarga dan teman. Aku paham saat kamu 'pw' untuk me-time-mu. Aku masih paham saat aku ngetext kamu ternyata kamu hanya read doang. Aku pun paham saat 'Tol Cipularang km 97' ternyata lebih berharga dari percakapan kita. Aku paham … dan akan terus paham, Dee.

Tapi, aku tidak paham ketika aku sudah begitu perhatian, aku belajar untuk lebih peka, bersikap lebih manis dan romantis … kamu diam-diam menghilang. Bahkan untuk menyapa 'hey, halo, semuanya baik-baik saja?' pun tak lagi kamu lakukan. Lalu kamu menuduh aku yang dingin? Sebenarnya … siapa yang dingin duluan? Aku atau kamu, Dee?

Dear, Deean. Bila sudah bosan, segera katakan. Aku akan sangat-sangat paham.

***
Doc.pri. SPEAK-UP

0 comments:

Post a Comment