2016-12-18

[Curcol] Korban Sayembara


================+++=============

Korban Sayembara

Mengadu nasib di tanah Bauhinia demi perbaikan ekonomi keluarga di tanah pertiwi membawa kita dalam berbagai pengalaman dan petualangan. Kadang kita tertawa, kadang menangis, kadang tertawa sambil menangis. Kalau mau menuliskannya, sebenarnya ada ratusan bahkan ribuan kisah di balik pundi-pundi devisa negara. Jumlah itu bergerak linear, searah dengan jumlah pahlawan devisa itu sendiri.

Salah satu kisah yang sempat terekam di bawah langit Taipo adalah perseteruan abadi antara Eni dan ndoro juragannya, yang selalu ia panggil dengan sebutan babe. Pekerja migran ngapaker asli Banjarnegara ini memang super cerewet masalah pekerjaan termasuk ngromyangi ndoro juragannya, yang meskipun American native, tapi tetap saja kalah debat dalam bahasa Inggris. Tentu, kecerewetannya ini tetap dalam ranah domestik.

Lah gimana ndak cerewet, hawong apa-apa mintanya selalu last minute. Bahkan, babenya ini kalau sudah tiba jadwalnya mantengin bola di teve, Eni selalu diusir dari rumah dengan durasi 2x45 menit plus injury-time. Padahal, Sodara-sodara, rumahnya itu tingkat tiga. Kalau toh butuh satu ruang atau satu lantai untuk privasi nonton pertandingan sepak bola seorang diri, toh masih ada kamar atau lantai lainnya buat Eni selonjoran atau ndulit-ndulit HP kesayangan. Tapi ya gitu, titah ndoro juragan yang rada-rada saklek itu dilakoninya hingga nambah kontrak kedua. Toh Eni enjoy-enjoy saja. Sebab, doksi bisa halan-halan ataupun shopping tipis-tipis. Paling-paling kalau dompet sudah cemet serupa perut para model Victoria secret, dia bisa gingkai-gingkai dengan teman-teman di Hung Lok Yuen yang pada jago masak. Apalagi kalau bukan acara tai sik wui'. Well ... segala hal yang membuatnya betah itu adalah karena ia butuh.

Tapi, meski sebutannya seteru abadi, ternyata hubungan antara kungyan dan ndoro juragan itu melahirkan kasih sayang yang tak terucapkan. Bahkan, nyonya majikan sering membelanya apabila perseteruan dengan ndoro juragan tengah menggelora.

"Kamu jangan memarahi Eni. Kalau mau marah, marah saja sama aku, istrimu. Aku merekrutnya buat kerja, bukan buat kamu marahi." (Kira-kira begini ucapan nyonya majikan kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia). Bukan babe kalau tidak membela diri.

"Suaraku memang nge-bass, honey, bukan memarahi Eni. I am sorry," babe menimpali. Di dapur, dalam jarak sepelemparan batu, nyelempit antara kulkas dan kompor gas, Eni ngakak dalam hati.

Eni pura-pura pasang wajah jutek. Sekali-kali babe perlu dikasih pelajaran, ujarnya. Demi meluluhkan hati kungyan kesayangan sang istri, babe pun merayu Eni. Ia meminta Eni agar membelikan sebuah sabun cair merek 'Mahal dan Susah Dicari' dengan melungsurinya uang berwarna coklat, 500-an dolar.

"Ambil saja uang kembaliannya," kata babe. Eni njuk semrinthil, terlupa dengan akting marahnya tadi. Lah gimana cobak? Uang dolar, jeh, bukan uang monopoli.

Dan ... benar saja, sabun cair itu benar-benar mahal dan susah didapatkan. Ia sampai woro-woro di akun pesbuknya sembari melampirkan gambar dan merek sabun yang dimaksud dengan embel-embel sayembara lantaran pengembaraannya ke barat mencari kitab suci ... mmm maksudnya pengembaraan Eni dari Taipo ke Shatin hingga Kowloon Tong belum menemukan hasil hingga berhari-hari.

Kali ini babe menaikkan hadiah 'sayembara'. Uang 500 dolar yang seyogyanya sebagai alat tukar sabun cair itu akan menjadi milik Eni seutuhnya asalkan ia bisa menemukan barang yang dimaksud. Eni makin bernapsu mendapatkan barang yang diminta Babe. Hingga soulmate-nya, initial W, yang demen tersesat ke jalan yang benar, mengabarinya sebuah toko yang menjual barang-barang merek 'Mahal dan Susah Dicari'. Tanpa membuang tempo, Eni bergegas menuju tekape.

Taraaaa... Perjuangan Eni selama hampir seminggu itu berbuah manis. Babe sampai geleng-geleng kepala, goyang jempol dan koprol lantaran salut akan keuletan perempuan yang pintar masak a-la western ini. Dengan terpaksa, ia menerima sabun cair pesanannya plus uang kembalian sembari melungsurkan selembar dolar berwarna coklat.

Eni nyengir sambil menaikkan alisnya dua kali, ngece ndoro juragane sing ora kece babar blas. Sejuk banget dah kipas-kipas pakai selembar uang 500-an dolar.

Ah, dasar Eni korban sayembara gaje (gak jelas)!

***
Risna Okvitasari

Artikel terkait.

0 comments:

Post a Comment